Setiap ada acara Majlis Taklim wa Al-Maulid Rosulillah SAW dimana saja berada, warga NU di Nusantara selalu menempatkan para habaib (durriyah nabi) ditempat yang istimewa. Ini merupakan bentuk ta’dim seorang santri kepada keturunan Rosulullah SAW. Itu semua dilakukan karena telah di ajarkan para ulama dan Kyai Nusantara. Ketika bersalaman, Kyai-pun yang ilmunya tinggi tetap mencium tangan, karena ingin mendapatkan berkah. Begitulah keyakinan orang NU.
Setiap pengajian, seperti; maulidan, aqiqoh, khaflatul arus, para Habaib selalu mendapatkan tempat istimewa. Begitulah para Kyai dan Ulama NU mengajarkan kepada para santri dan masyarakat. Bahkan, kadang ada seorang Kyai rela tidak dihormati, yang penting para Habaib itu mendapatkan tempat istimewa di hati masyarakat. Begitulah kesantunan dan ketawaduan Kyai NU-Santara kepada Durriyah Rosulullah SAW.
Ketika pengajian Riyadul Jannah mislanya, ratusan bahkan ribuan santri kota Malang ikut serta datang dan mengalunkan shoawatan dengan tidak kenal lelah. Mereka berdatangan dari berbagai tempat, tidak perduli hujan turun, yang penting bisa hadir meryakaka Maulid Nabi Muhammad SAW. Bahkan ada yang rela nabung, demi untuk mengikuti Majlis Taklim dan Maulid Rosulullah SAW.
Ketika perayaan maulidan, para habaib duduk di depan, sementara santri-santri dan masyarakat menyaksikan sholawatan yang dialunkan. Para santri rela duduk berjubel, menyaksikan dan mengamini doa-doa yang dipanjatkan oleh para Habaib di atas panggung. Gus Rohim Al-Marhum, perintis Majlis Riyadul Jannah, telah menempatkan para habaib sesuai dengan maqomnya. Dengan begitu, masyarakat dan santri juga ikut serta memulyakannya.
Para Kyai NU-Santara telah mengajarkan ahlak dan budi pekerti terhadap Rosulullah SAW, serta bagaimana cara terbaik memulyakan mereka. Walaupun tidak dipungkiri, banyak para habaib yang tidak ber-ilmu. Karena memang habaib itu para pedanga di pasar besar. Tetapi, maqomnya tetap istimewa, karena darah yang mengalir pada diri Habaib itu darah Rosulullah SAW, maka ulama NU-Santara tetap memulyakan dengan sebaik-baiknya. Bahkan, tidak boleh berkata-kata jelek atau menghina terhadap keturunan Rosulullah SAW, walaupun habin tersebut tidak bisa ngaji.
Tetapi, sekarang mulai muncul isu-isu yang kurang sedap di dengar bahkan mulai viral. Banyak kalangan Habaib yang kurang taldim terhadap ulama NU. Padahal, ulama itu juga memiliki tempat yang istimewa. Kemulyaan itu bukan karena ulama itu meminta, tetapi karena dawah Rosulullah SAW yang artinya “ulama itu pewaris para nabi”.
Kyai NU, tidak ingin mendapatkan perghargaan dari para habaib. Kewajiban Kyai NU itu ngajari ngaji Al-Quran, nagjari fikih thoharah, dan juga menanamkan ahlak dan budi pekerti kepada santri agar tetap takdim terhadap keturunan Rosulullah SAW. Walaupun habib tersebut tidak bisa ngaji.
Perlu diketahui, bahwa di dalam tubuh organisasi NU, ratusan para Habaib yang menjadi pengurus, seperti; Habib Zen Smith, Habib Lutfie Pekalongan. Barangkali, NU menjadi satu-satunya Jamiyah Islamiyah yang memberikan tempat istimewa terhadap keturunan Rosulullah SAW. Durriyah Rosulullah SAW itu ibarat permata yang tetap istimewa dimanappun berada. Karena itulah ulama Nahdiyin selalu memulyakannya.
NU Mengajari Bagaimana Cinta Durriyah Nabi SAW.
Ulama Nahdiyin telah mengajari bagaimana cara mengajari mencintai Allah SWT dan Rosulullah SAW, juga mencintai Al-Quran. Mereka juga mengajari bagaimana semestinya mencintai Durriyah Rosulullah SAW (habaib). Barangkali, tidak ada yang lebih besar mencintai anak cucu Rosulullah SAW, melebihi yang diajarkan NU.
Ketika ada kelompok yang mengatakan bahwa “keturunan Rosulullah sudah tidak ada/terputus". Para ulama dan Kyai keliling dari kampungke kampung, hingga pelosok Nusantara, juga tidak lupa di perkotaan, mereka-pun berkata “cintailah Arab, karena Rosulullah SAW itu orang Arab dan berbahasa, Al-Quran juga berbahasa Arab”.
Ketika bulan Maulid Nabi tiba, ratusan, ribuan, bahkan jutaan warga NU meramaikan hari kelahiran Rosulullah SAW. Warga NU, kadang mendapat cemooh dari tetangga sebelah, bahwa maulidan itu bidah (sesat) dan masuk neraka. Tetapi, semua tidak diperdulukan karena cinta terhadap Rosulullah SAW.
Bahagian terhadap kelahiran Rosulullah SAW, sudah cukup menjadi bukti cinta kepada Rosulullah SAW. Tidak cukup cinta, para ulama Nahdiyin juga mengajak masyarakat dan santri di seluruh Nusantara agar tidak benci kepada keturunan Rosulullah SAW, serta para sahabat-sahahatnya. Para kyai sering mewanti-wanti kepada santri dan masyarakat “jangan membenci keturunan Rosulullah SAW”. Membenci durriyah Rosulullah iti berarti membenci Nabi dan membenci Nabi sama dengan membenci Al-Quran.
Peranan ulama Nahdiyin begitu besar di dalam mengenalkan Habaib kepada santri dan masyarakat. Maka, jangan sekali-kali membenci para ulama. Berbeda pendapat itu sudah lumrah, tetapi jangan sammpai mengajarkan kebencian kepada para ulama Nahdiyin.
Seandainya ada habaib yang membenci Kyai NU, para ulama dan Kyai, tetap akan akan mengajari bagaimana memupuk cinta kepada Nabi dan sahabat serta keturunannya. Di Indonesia salah satunya dengan cara, “merayakan maulid Nabi”. Bahkan hampir setiap malam, selalu terdengar membaca Al-Diba dan Al-Barjanji yang isinya memuji Rosulullah SAW dan keluarganya serta sahabat dan umatnya.
Tidak ditemukan sebuah masyarakat Nahdiyin, baik dipelosok maupun perkotaan, kecuali di dengungkan sholawatan. Ternyata itu semua telah diajarkan bagaimana cara cinta kepada junjungan dan keturunannya.
Memang, busana para Kyai Nahdyin itu tidak pake' jubah panjang sebagaimana orang Arab pada umumnya. Juga tidak pake sorban. Batik dan kopyah hitam menjadi ciri khas Kyai Nahdiyin di Nusantara, tetapi hati mereka bersih dan tulus di dalam menjaga,mengajarkan agama kepada santri dan masyarakat.
Walaupun hidung mereka tidak mancung, tetapi cinta mereka terhadap Rosulullah SAW begitu tinggi. Bahkan, bisa jadi cinta ulama dan kaum Nahdiyin di Indonesia itu lebih besar dari pada cintanya penduduk Arab kepada Rosulullah SAW. Walaupun sebagian besar masyarakat Indonesia tidak pernah ke Makkah dan Madinah, walaupun tidak ngerti bahasa Arab.
Tokoh di bawah ini adalah penjaga PBNU dan pewaris para Nabi. Ulama itu memilki khosyah yang tinggi kepada Allah SWT. Mereka juga memiliki ilmu yang tinggi dan keihlasan mereka di dalam menjaga akidah aswaja sesuai dengan Al-Quran dan sunnah tidak diragukan lagi. Sebagai warga Negara Indonesia, mereka memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi, sebagaimana KH Muhammad Hasyim Asaary, KH Wahab Hasbullah, KH Bisrir Samsuri, KH Kholil Bangkalan, KH Asaad Samsul Arifin, KH Ahmad Dahlan.
Siapa yang membenci dan menghina ulama berarti telah menghina ajaran Rosulullah SAW. Karena ulama itu pewaris resmi para Nabi. Dan Kyai-kyai NU melalui pesantren telah melakukan itu semua sejak berabad-abad tanpa pamrih dan tampa pujian. Mestinya, para habaib tetap menyamaipkan kepada yek-yek (panggilan anak habaib), agar tetap menghargai dan menghormati ulaam NU, sebagaimaan Kyai NU mengajarkan ahlak kepada santri dan masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI