Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Cerdas Mensyukuri Kemerdekaan NKRI

16 Agustus 2016   10:57 Diperbarui: 16 Agustus 2016   11:07 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), salah satu negeri yang sangat mempesona, aman, nyaman. Dari ujung barat hingga timur terlihat hamparan hijau, seperti hamparan sajadah bagi umat islam yang rajin beribadah kepada Allah SWT. Setiap orang bisa hidup dengan damai, dan bekerja dengan tenang di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Anak-anak bisa belajar di sekolah, kampus tanpa merasa ketakutan. Setiap orang yang beragama bisa luluasa melaksanakan ibadahnya, sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing.

Semua itu karena Indonesia telah “merdeka”  kepada dari belenggu penjajahan. Lihat saja, setiap pagi masyarakat sudah berangkat ke pasar, sebagian lagi berangkat ke kantor. Semua bekerja dengan tanpa merasa ketakutan. Bukankah kondisi seperti merupakan nikmat Allah SWT yang begitu agung. Hakekat nikmat itu dari Allah SWT, sebagaimana pernyataanNya “sembahlah Allah pemilik baitullah ini, yang memberikan makan kepada mereka saat dalam kondisi kelaparan, dan memberikan keamanan dari ketakutan” (QS Qurais (106:3-4).

Maka, wajib bagi setiap masyarakat yang bermukim di Nusantara ini, memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat “kemerdekaaan”. Tidak anugerah yang lebih indah, melebihi keindahan kemerdekaan NKRI. Apalagi, jika dibandingkan dengan sebagian bangsa Arab. Sebagian dari mereka, setiap hari merasa ketakutan, dan sebagian besar mereka sedang kelaparan. Sebagian lagi terusir dari negerinya. Sebagian lagi perang saudara. Mereka tidak memiliki masa depan yang cerah. Ketika melihat bangsa Arab dalam kondisi ketakutan dan kelaparan, akan meneguhkan rasa syukur kita kepada Allah SWT atas nikmat “kemerdekaan”.

Rosulullah SAW pernah berkata “orang tidak dikatakan besyukur kepada Allah, jika tidak bersyukur kepada sesama (HR Abu Dawud). Kemerdekaan itu tidak lepas dari kegigihan para pejuang di dalam merebut tanah air ini dari penjajahan Belanda. Ratusan ribu jiwa, darah mengalir membasahi bumi Nusantara, demi berjuang merebut kemerdekaan. Semua itu dilakukan, agar supaya Indonesia berdaulat mengatur negerinya sendiri. Atas karunia-Nya, akhirnya pada 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka.

Sudah menjadi kewajiban setiap elemen masyarakat Indonesia, baik yang tinggal di kota maupun desa untuk mensyukuri atas kemerdekaan NKRI. Tentu saja, dengan cara-cara yang benar, selaras dengan nilai-nilai agama, bukan justru merayakan kemerdekaan dengan hal-hal yang bertentangan dengan agama dan moral.

Lihat saja, KH Muhammad Hasyim Asaary, pendiri NU, dan pejuang sejati, mengajak masyarakat Indonesia berperang melawan penjajahan Belanda dengan membangun semangat Jihad. Kemudian semangat itu di kenal dengan istilah “resolusi jihad”. Fatwa ini membuat semua elemen bangsa, khususnya umat islam (kaum sarungan/santri) angkat senjata melawan penjajah Belanda yang merusak dan mengoyak martabat bangsa Indonesia. Dalam fatwa itu, tersirat pesan “yang wafat di dalam membela tanah air meninggal dalam kondisi shahid”. Tidak satupun santri yang tinggal dan bermukim di jawa timur, kecuali mengangkat senjata melawan penjajah Belanda.

Darah suhada’ yang membasahi bumi Nusantara menjadikan Nusantara semakin subur dan makmur. Maka, masyarakat yang hidup sekarang ini sedang menikmati hasil perjuangan para pendahulu. Wajib bagi semua elemen untuk mendokan arwah yang telah kembali kepada Allah SWT. Mereka tetap hidup di sisi Allah, bahkan selalu mendapatkan kelezatan dan kenikmatan di alam barzah, karena mereka meninggal dalam kondisi membela Negara dan membela agama Allah SWT.

Maka, rasa syukur itu pertama dengan mengucapkan “Alhamdulillah”. Selanjutnya, mendoakan dengan cara membaca “Al-Quran dan tahlilan” atau doa-doa yang lain. Selanjutnya, mengisi kemerdekaan dengan kegiatan-kegiatan hal-hal yang positif, seperti; bakti sosial, sunatan masal, kerja bakti, barian (mengadakan doa bersama pada malam sebelum 17 agustus). Dan yang tidak kalah penting yaitu memasang bendera merah putih di depan rumah atau institusi, sekaligus menjadi bukti atas kemerdekaan yang telah diperoleh dengan susah payah hingga berdarah-darah.

Perlu diketahui bersama, bahwa hakekat kemerdekaan yang telah diraih itu dari Allah SWT. Jangan, sampai ada yang merasa bahwa kemerdekaan karena murni berjuang. Memang karena berjuang, tetapi perjuangan itu atas pertolongan Allah SWT. Dengan dengan demikian, maka setiap orang akan merasakan betapa pentingnya bersyukur kepada Allah SWT atas setiap kemerdekaan yang telah diraih bersama-sama.

Sebab, Rosulullah SWT pernah menceritakan bahwa ada seseorang yang sakit parah (sakit kulit dan rambut tidak tumbuh). Orang tersebut sudah berusaha (ihtiyar) untuk sembuh dan juga berdoa bertahun-tahun. Rupanya, Allah SWT mendengarkan doa orang yang sedang sakit di atas.

Kemudian Allah SWT perintahkan kepada Malaikat itu menemuinya. Lalu Malaikat itu berkata “bagaimana kalau sakit kalian saya obati? Maka orang yang sedang sakit itu menjawab “dengan senang hati”. Setelah di obati, dengan izin Allah SWT penyakitnya sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun