Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membumikan Islam Nusantara yang Ramah

26 Juli 2015   15:32 Diperbarui: 26 Juli 2015   15:32 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak yang mengira jika Islam Nusantara itu Menusantarakan Islam. Adalagi yang curiga dengan mengatakan “Islam Nusantara itu produk JIL (Jaringan Islam Liberal). Ada juga yang suudhon (berprasaka buruk) “Islam Nusantara Itu Syiah”. Lebih buruk lagi, ada yang mengatakan “Islam Nusantara itu Sesat”.

 Beragama tuduhan, cibiran, bahkan menyesatkan itu sudah biasa dalam demokrasi. Yang tidak biasa adalah, jika yang menyesatkan ada orang berpendapat bahwa “Islam Nusantara” sesat, tetapi tidak tabayyun (klarifikasi) terlebih dahulu kepada orang atau fihak yang mengagas Islam Nusantara. Padahal, Al-Quran itu jelas-jelas mengatakan “wahai orang-orang yang ber-iman, jika datang kepada kalian orang-orang fasik dengam membawa sebuah berita besar (penting), maka tabayunlan (klarfikasilah)” (QS Al-Hujurah (49:6).

   Ayat ini memerintahkan kepada orang-orang yang “ber-iman”. Artinya, jika orang yang benar-benar percaya kepada Allah SWT dari hati yang paling dalam, diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan sehari-hari, tatkala mendengar atau membaca “ISLAM NUSANTARA” kemudian tidak “tabayyun” terlebih dahulu, bahkan kemudian dengan lantang dan sombong  menjustifikasi “tersesat” maka ia termasuk orang yang tidak mengamalakan QS Al-Hujurat 49:6.

   Dan yang lebih mengerikan lagi, yang dijadikan sumber rujukan adalah “Jonru”, twitter, FB bukan dari sumber aslinya. QS Al-Hujurat itu mewanti-wanti, jika datang kepada kalian “orang fasik” atau pembohong maka tabayunlah. Dalam ini, berita dari internet, seperti; FB, Twiter, bukanlan rujukan utama yang disarankan oleh Al-Quran dan Rosulullah SAW. Cukup banyak orang-orang pembohong (fasik), juga para pengadu domba, juga memelintir sebuah informasi agar umat islam terpecah belah, atau karena benci terhadap NU. Atau karena masalah pasca politik pemilihan presiden Jokowi VS Prabowo yang masih terasa meyesakkan dada orang-orang yang kalah.

  Terlepas dari kontroversi istilah “ISLAM NUSANTARA”, sesungguhnya Islam Nusantara itu tidak merubah akidah, syariahnya. Secara teology, tetap mengikuti Ahlussunah Waljamaah yang di rumuskan oleh Abu Hasan Al-Asy’ary dan tetap mengikuti Madhabul Arbaah (Imam Abu Hanifah, Malik, Syafii dan Ibn Hambal). Dan, sebagian besar masyarakat Indonesia sejak ber-abad abad adalah mermadhab Syafii dan berteology Abu Hasan Al-Asyaary.

Semua tahu, semua ulama rujukan Nahdiyin adalah Ahlussnnah Waljamaah, bukan Syiah dan bukan Wahabiyah. Sedangkan rujukan utamanya adalah  Al-Quran dan hadis Rosulullah SAW, yang telah dijelaskan di dalam kitab-kitab tafsir, hadis, fikih, dan Tasawuf. Tidak ada sedikitpun perubahan yang terjadi dalam Istilah Islam Nusantara.

 Hanya saja, Islam Nusantara itu menjelaskan bagaimana praktik keislaman masyarakat Nusantara ini tecermin dalam perilaku sosial budaya Muslim Indonesia yang moderat (tawassuth), menjaga keseimbangan (tawazun), dan toleran (tasamuh). Dimana ketiganya ini telah dijelaskan oleh KH Ahmad Sidiq Jember. Tiga sikap ini menjadi pijakan kalangan pesantren untuk mencari dari jalan keluar berbagai problematika sosial akibat tidak terbendungnya  liberalisme, kapitalisme, sosialisme. Dan yang tidak kalah penting adalah radikalisme agama-agama yang sangat menyedihkan.

Jadi, tidak ada alasan menolah dan mencaci Islam Islam Nusantara, apalagi menyesatkan tanpa ada alasan atau argumentasi yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan. Apalagi hanya sekedar ikit-ikutan.

 Sekali lagi Islam Nusantara itu tidak Menusantarakan Islam yang sudah mapan baik dari segi akidah maupaun syariah. Proses Islamisasi di Nusantara ini, bukan melalu pedang dan perang, tetapi melalui pendekatan budaya (kulutural), seperti; Wayang Kulit, gamelan, Maulidan yang dilakukan oleh para ulama dan keturunan Rosulullah SAW. Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam di negeri kita diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah SAW, seperti; Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati.

 Jadi, saat Jokowi memberikan sambutan di Masjid Istiqlal kemudian menyebutkan istilah “Islam Nusantara”, menjadi kaget seperti disamba petir di siang bolong. Orang-orang yang paling kenceng di dalam menyikapi istilah “Islam Nusantara” Hartono A. Jaiz. Bagi Hartono Jaiz, spesialis menyesatkan orang lain. Dzikir berjamaah sepertil Arifin Alham, tawasul, Sholawatan (Maulidan), Sholawat Nariyah, semua dikatkan bi’dah (tersesat). Jadi, wajar jika kemudian Hartono Jaiz, baginya menyesatkan yang tidak sama dengannya itu Jaiz (boleh).

 Ada juga orang yang tidak suka dengan istilah “Islam Nusantara”, yaitu  Bachtiar Nasir, memang lagi ngetren, di TV. Statemen yang pernah ditulis sangat kasar dan kurang bijaksana, seperti; Jokowi emang hebat, di Solo mewariskan pemimpin KAFIR, di Jakarta juga mewariskan pemimpin KAFIR. Selangkah lagi akan KAFIR kan Indonesia,” jelas Ustadz Bachtiar dalam akun Twitternya @BachtiarNasir, Sabtu malam (15/03). Tokoh selanjutny adalah Felix Y Siauw. Semua tahu siapa itu Felix Y Sia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun