Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rakyat Mata Duitan Pejabat Jadi Karbitan

13 April 2014   20:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pileg udah usai, tetapi masih menyisakan duka yang mendalam bagi calon yang tidak bisa ke senayan, atau yang gagal untuk mendapatkan kursi di Wilayah atau Kota. Bagi yang gagal ada yang sampai bunuh diri, stress, hingga gila. Seolah-olah dunia sudah berahir. Sebagian lagi pasrah, dan kapok tidak akan ikutan lagi pileg, karena benar-benar membuat sengsara.

Tidak perduli apa-pun partainya,  baik partai yang islami atau sama sekali tidak mengenal islam. Yang jelas kegagalan itu menyesakkan dada, hingga sulit bernafas lega. Adapula yang berkata:’’ saya belum bisa jadi, tetapi lima tahun berikutnya aku harus bisa duduk di kursi empuk dengan penghasilan menumpuk.

Bagi sebagian yang menang meraa bangga, bahkan sombong, hingga kadang lupa bahwa kemenangan itu sebenarnya awal dari sebuah petaka di masa depan. Tidak sedikit orang-orang bangga dengan kemengan itu ahirnya di cabut oleh tuhan yang maha kuasa atas kesombonganya itu.

Ada yang menarik untuk dicermati pemilu kali ini (2014). PKB meningkat, PKS sedikit menurun, karena kasus sapi yang tamparnya melilit sang LHI (Lutfie Hasan Ishak). PAN yang berlambang matahari mulai redup dan senja. Sementara PPP juga tidak bergerak, hingga menimbulkan gejolak dalam tubuh partainya.

Sementara PD (Partai Demokrat) benar-benar sekarat tahun ini, seolah-olah parta ini seperti kiamat. Bagimana tidak, partai ini yang pernah berkuasa harus Ihlas dan rela menerima hasil yang sangat mengecewakan. Gerindra semakin bangga dengan hasil yang cukup lumayan, karena merasa juara tahun ini. Probowo itu akan menjadi presiden RI yang akan bersaing ketat dengan Jokowi.

Sementara Nasdem adem ayem, seolah-oleh tidak ada gregetnya, walaupun Metro TV mati-matian meng-eksposnya. Hanura tidak lagi dilirik oleh rakyat, karena HT pernah membuat sensasi di Bali yang mendatang wanita-wanita cantik dunia dalam acara yang tidak diminati Masyarakat Indonesia. Acara itu bukanya mendokrak, tetapi menjadi titik tolak kepercayaan masyarakat Indonesia yang sebagian besar adalah muslim.

PDIP  harus berjuang mati-matian, sesuai dengan namanya  penuh Perjuangan untuk mendapatkan nilai tinggi. Walaupun hasil iti tidak sesuai dengan target mereka. Wal hasil, PDI tetap menjadi pilihan rakyat. Menariknya, PDIP berkali-kali menang PEMILU, tetapi sulit sekali menuju Istana, karena memang gaya politiknya masih kurang cantik di dalam mempermainkan politik santun di negeri ini. Kalaupun Megawati penah menjadi Presiden, itu bukan karena kehebatan dan kemampuanya serta prestasinya, tetapi karena mengantikan Gus Dur yang di kudeta. Buktinya, ketika menjadi Presiden menjual asset Negara, sehingga menjadi perbincangan banyak partai politik.

Golkar itu surat rakyat, walaupun kadang rakyat tidak merasa memili Golkar. Tetapi, hasilnya cukup bagus. Partai ini memang memiliki penggalaman cukup banyak jika di bandingkan dengan partai lainnya. Bukan hanya pengalaman, dana juga cukup besar dan menjanjikan.

Menjelang pileg cukup banyak BMM, SMS masuk di ponsel saya dengan meminta dukungan dan doa. Ada juga yang terang-terangan meminta agar memilih dirinya. Bahkan meredar informasi bahwa setiap 1 sura itu harganya Rp 250.000. Ternyata ini tidak salah, walaupun ada caleg yang membayar Rp 80.000, ada pula yang 100 ribu, ada pula yang 150 ribu. Tergantung duitanya. Inilah yang disebut dengan Pejabat Karbitan, Rakyatnya Mata Duitan.

Teman, sekaligus saudaraku sebelum berangkat ke TPS mendapat beberapa Amplob yang isinya masing-masing  100.000. Tidak hanya satu, hampir sebagian masyarakat mendapatkan jumlah yang sama. Kondisi seperti ini merusak mental, bahkan menjadikan bangsa ini akan semakin terpuruk di kemudian hari.

Cara mencoblos nama seseorang (caleg) itu bukannya menjadi solusi terbaik untuk memperbaiki moral banga dan masyarakat, justru menjadikan masyarakat gila akan duit. Cukup banyak makelar-makelar suara, bahkan menjadi koordinator pemenangan caleg. Dengan istilah lain’’ Tim Sukses’’. Yang menjadi DPR bukanya orang yang berkualitas ilmu dan pengetahuanya, serta bukan pula yang ber-ahlak, tetapi yang menjadi anggota wakil rakyat adalah calon-calon pembohong dan  bibit-bit korupsi.

Teringat ceramah yang disampaikan oleh KH Masduqi Mahfuz Malang, beliau pernah mengatakan dalam sebuah acara:’’Pileg, Caleg dengan cara seperti (langsung) ini bukanya memperbaikai moral bangsa Indonesia, tetapi merusak moral Masyarakat. Dengan begitu, doa, atau ibadah umat islam ngowos (alias tidak nyambung dengan Allah SWT). Jika seorang Caleg jadinya dengan cara yang tidak benar, maka hasilnya-pun juga tidak akan benar. Mata air yang jernih akan mengalir air yang jernis, mata air yang keruh, mustahil air yang mengalir bersih.

Bagi sebagian rakyat Pileg langsung seperti ini akan menjadi berkah tersendiri, sebab tiap-tiap orang bisa mendapatkan uang 200-500 ribu tanpa harus bersusah payah. Jika masing-masing partai politik memberinya duit 150-200.  Maka, masyarakat seperti ini akan selalu berharap Pileg seperti ini terulang.  Akan tetapi, jika dikaji mendalam, para Caleg yang melakukan serangan fajar  dengan menghambur-hamburkan duitnya, merupakan cara keji menghancurka bangsa Indonesia yang di bangun di atas ahlak dan moral.

Prabowo, Jokowi, Mahfud, JK, Wiranto, memiliki niat jual politik. Tentara masih sangat diperlukan bangsa Indonesia. Sesuai dengan penggalaman, jika pemerintahan republic di pimpin oleh sipil biasanya tidak genap 5 tahun. Habibie, Gus Dur, dan Megawati adalah contohnya. Jika Jokowi maju, apakah tidak bernasib saya dengan mereka. Tetapi, politik itu sulit ditebak, mana yang menguntungkan itulah yang akan di pilih. Tetapi, bagi Allah SWT, sehebat dan sekuat apa-pun, jika Allah SWT tidak menghendaki tidak akan mungkin, begitu sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun