Mohon tunggu...
Julian Haganah Howay
Julian Haganah Howay Mohon Tunggu... Freelancer - Journalist and Freelance Writer

Journalist, freelance writer and backpacker. "Menulis untuk pencerahan, pencerdasan dan perubahan.."

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sosialisme Untuk Pembebasan Papua

31 Maret 2016   14:56 Diperbarui: 1 April 2016   20:48 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat: Tidak adanya kesadaran kolektif untuk terus belajar mengevaluasi diri ditengah situasi pasang surut perjuangan pembebasan nasional bangsa Papua. Kelemahan organisasi perjuangan secara internal dan eksternal seperti telah dijelaskan mestinya menjadi bahan evaluasi demi gerak maju perjuangan yang lebih baik ke depan.

Berbagai referensi perjuangan kemerdekaan dari negara-negara lain di dunia mestinya menjadi tolak ukur dan pembelajaran bagi gerakan perjuangan pembebasan nasional Papua Barat hari ini. Referensi-referensi tertulis yang bersifat ilmiah-praksis maupun teori-teori (filsafat) kritis juga dapat menjadi bahan pembelajaran lain untuk lebih meningkatkan kualitas perjuangan pembebasan nasional Papua.

Hingga kini masih banyak aktor pergerakan Papua yang menunjukan sikap-sikap anti teori dan lebih mengedepankan perjuangan praksis atau sebaliknya. Tidak mau atau sering malas membaca, apalagi mau menulis refleksi pengalaman dialektika perjuangan praksis melalui ruang-ruang media yang tersedia. Karakter ini pun secara langsung ikut melemahkan kualitas perjuangan dari sisi intelektualitas aktornya maupun perjuangan intelektualitasnya dalam gerakan pembebasan nasional Papua.     

Perjuangan untuk membangun solidaritas demi kemanusiaan dan keadilan antara sesama kaum tertindas maupun pegiat keadilan di tingkat nasional dan internasional penting untuk dilakukan oleh kelompok perjuangan Papua. Kaum tertindas nasional dalam hal ini adalah mereka yang terdiskrimanasi, dirugikan atau mengalami ketidakadilan akibat kebijakan negara. Misalnya kaum buruh, petani miskin, kaum miskin kota, masyarakat korban investasi dan kerusakan lingkungan, pejuang hak-hak kaum LGBT, gerakan lingkingan, kelompok pejuang hak-hak perempuan (feminism), hingga pejuang hak-hak sipil kaum minoritas lain.

Solidaritas di tingkat internasional perlu dilakukan dengan mencakup isu-isu kemanusiaan, lingkungan, hingga perjuangan menentukan nasib sendiri (self determination) bagi negara-negara yang masih terjajah karena kolonialisme-imperialisme-kapitalis global. Membangun front perjuangan bersama dan jejaring diplomasi dengan kekuatan aktor negara, aktor non negara dan jejaring institusi di tingkat internasional yang dapat mendukung visi perjuangan pembebasan nasional Papua juga penting dilakukan.

Sosialisme, Filsafat Perjuangan Kaum Tertindas

Sejarah penindasan, penghisapan dan penjajahan di dunia oleh kaum penindas atas kaum tertindas berbasis pada filsafat yang berwatak (mendukung) kelas penindas. Dalam kondisi seperti itu, kaum penindas (disebut juga penjajah) secara sistematis melembagakan dan melegalkan pemikiran (filosofi) dan sistem sosial kemasyarakatan yang ada guna mendukung eksistensi dan dominasi mereka secara terus menerus atas kaum yang dikuasai.

Disini telah terjadi kontradiksi antar kelas, dimana kelas yang berkuasa melawan kelas yang dikuasai. Sebab kaum yang menguasai (kelas penguasa) menciptakan posisi derajatnya yang lebih tinggi (superior) terhadap kaum yang dikuasai (inferior). Dengan demikian kaum yang dikuasai menjadi manusia yang lemah, tak berdaya dan tidak mampu bertindak seturut kebebasan hakikinya sebagai manusia yang sesungguhnya sejak dilahirkan merdeka.

Pada sistem penindasan terdapat hubungan yang timpang. Sebab telah terjadi hubungan ‘Simbiosis Parasitisme’, dimana kelas yang berkuasa telah menjajah, menghisap, mengeksploitasi, menjarah, menguras dan merampok kaum yang dikuasai beserta sumber daya yang dimiliki. Kaum yang menindas adalah pihak yang sangat diuntungkan secara ekonomi maupun politik, sementara kaum yang ditindas dan dikuasai adalah pihak yang sangat menderita. Faktor ekonomi-politik inilah yang mempengaruhi tatanan sistem sosial masyarakat (terutama dalam masyarakat kapitalis).  

Dalam sistem ekonomi-politik yang timpang, kelas penguasa karena motif ingin mengakumulasi modal, juga menguasai alat-alat produksi sebagai bagian dari sistem produksi untuk menghasilkan barang-barang pemuas kebutuhan hidup. Posisi sentral sebagai kelas sosial yang mengendalikan sistem produksi menjadikan mereka yang tidak memiliki alat-alat produksi sebagai basis produksi kekayaan materi harus mengabdikan diri dengan tunduk dibawah aturan, upah, hegemoni dan keinginan kaum pemilik alat-alat produksi.

Akibat dari situasi penindasan dan eksploitasi yang sistematis oleh kelas penguasa dan berlangsung dalam waktu yang lama, membuat mereka yang dikuasai menjadi terbiasa dan tidak memahami kondisi ketertindasan/penjajahan yang sedang dialami. Karena itu untuk memahami seluk-beluk penindasan dan menghancurkannya, kaum tertindas membutuhkan sistem berpikir (filosofi) yang ilmiah, kontekstual, progresif dan revolusioner untuk bisa melawan dan meremukan sistem penindasan yang diciptakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun