Mohon tunggu...
Julian Haganah Howay
Julian Haganah Howay Mohon Tunggu... Freelancer - Journalist and Freelance Writer

Journalist, freelance writer and backpacker. "Menulis untuk pencerahan, pencerdasan dan perubahan.."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Selamatkan FK Uncen, Selamatkan Papua

25 Januari 2015   23:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14221784121651725987

Selamatkan FK Uncen, Selamatkan Papua

Menguak Tabir Polemik FK Uncen Demi Perubahan !

[caption id="attachment_366039" align="aligncenter" width="448" caption="Aksi long mars mahasiswa FK Uncen menyikapi dosen yang mogok mengajar"][/caption]

BERLARUTNYA polemik di lingkungan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Cenderawasih Jayapura-Papua, ternyata menyisahkan penderitaan bagi mahasiswanya. Pada Kamis, 15 Januari 2015 lalu, ratusan mahasiswa FK Uncen terpaksa harus melakukan aksi long mars di pelataran dan jalan raya depan Kampus Uncen Abepura sebagai akibat dari mandeknya perkuliahan yang mereka alami.

Dari aksi yang dilakukan sekitar pukul 07.00 malam hingga selesai itu, para mahasiswa  memegang lilin yang menyala sebagai tanda berkabung dan sekaligus meminta simpati dari seluruh masyarakat dan pemerintah terkait persoalan yang menimpa kampus mereka. Para mahasiswa FK Uncen ini juga membawa spanduk dan kertas yang bertuliskan “Save FK Uncen, Save Papua, Selamatkan FK Uncen, Selamatkan Papua” serta beragam pesan tertulis lainnya.

Suasana tampak hidup dan mengundang perhatian warga sekitar karena para mahasiswa juga meneriakan yel-yel “Save FK Uncen, Save Papua” dan “Selamatkan FK Uncen, Selamatkan Papua” selama aksi long mars berlangsung. Arus lalu lintas di depan kampus Uncen Abepura pun sempat macet selama kurang lebih 30 menit. Tidak ada orasi yang terlalu ekstrim untuk mencibir pimpinan kampus atau mengecam pihak yang dianggap bertanggung jawab atas masalah yang sedang dihadapi para mahasiswa FK ini.

Sebab aksi long mars ini hanya sebatas upaya mengundang simpati luas. Saya yang sempat melintas dengan kendaraan umum (taxi) jurusan Waena-Abepura memutuskan untuk berhenti dan turun. Beruntung, sebab momen ini sangat langka dan berharga untuk dipantau atau diliput oleh insan yang berprofesi sebagai kuli tinta maupun diabadikan lewat lensa kamera para juru foto.

Setelah aksi long mars usai, ratusan mahasiswa FK Uncen kembali berkumpul di pelataran depan kampus mereka. Sesi photo pun tak terelakan. Setelah itu koordinator aksi memberi aba-aba bagi para mahasiswa untukmendekat dan berkumpul. Seraya mengundang para wartawan untuk mendekat dan meliput momentum yang sedang berlangsung. Ada sejumlah dosen dan staf dilingkungan FK Uncen yang tampak terlibat dalam aksi solidaritas ini.

Sang koordinator aksi dengan memegang microphone lantas memberi ucapan selamat kepada para mahasiswa dan simpatisan yang telah ikut terlibat dalam aksi long mars ini. Namun menurut dia, aksi ini tidak akan berhenti pada malam itu. Mereka kemudian merencanakan untuk melakukan aksi selanjutnya pada lusa, Senin 19 Januari 2015 ke kantor Gubernur dan DPR Papua.

Dalam aksi selanjutnya yang ditargetkan mampu mengundang simpati yang lebih luas, para mahasiswa FK Uncen ini merencanakan untuk membuat aksi treatikal. Menarik karena seorang mahasiswa akan didaulat menjadi mayat hidup yang dibungkus dengan kain yang bertuliskan mayat Papua atau mayat FK Uncen. Mayat tiruan ini direncanakan akan diusung pada saat aksi di kantor Gubernur dan DPR Papua pada hari berikutnya.

Hanya saja saya yang malam itu sangat antusias bersama beberapa rekan wartawan memantau aksi long mars para mahasiswa FK Uncen harus berangkat ke Jakarta keesokan harinya (Jumat 16 Januari) untuk mengikuti suatu kegiatan. Jadi sayang, saya tidak sempat memantau aksi lanjutan yang sudah direncanakan para mahasiswa FK Uncen untuk digelar di depan kantor Gubernur maupun DPR Papua pada Senin 19 Januari 2015 di Jayapura.

***

Aksi long mars yang dilakukan mahasiswa FK Uncen dua hari sebelumnya, maupun lanjutan aksi mereka di Kantor Gubernur dan DPR Papua merupakan moment yang mampu menyita perhatian sebagian besar mahasiswanya. Masalahnya karena perkuliahaan yang harus mereka jalani secara rutin di kampus terpaksa berhenti total lantaran sejumlah dosen menyatakan mogok mengajar untuk sementara waktu mulai 13 Januari 2015 lalu.

Para dosen FK Uncen itu lantas memilih menetap di rumah atau melaksanakan aktivitas lain selain mengajar. Alasanya, mereka merasa tidak nyaman karena diancam oleh mantan dekan FK Uncen, dr. Pauline Watofa, Sp.Rad. Beberapa hari sebelumnya, dr. Pauline Watofa sempat menggugat rektor Uncen Prof. Karel Sesa melalui pengacaranya Stef Waramori,SH di Pengadilan Jayapura atas pencopotan dirinya sebagai dekan FK Uncen.

Gugatan itu terpaksa dilayangkan karena rektor Uncen telah memberhentikan dirinya sebagai dekan FK lalu menunjuk Yohanis Krey, SH,MH (mantan dekan Fakultas Hukum), sebagai penggantinya untuk sementara waktu. Pauline Watofa yang juga mantan direktur RSUD Dok 2 Jayapura di jaman kepemimpinan Gubernur Papua DR. Jakobus Pervidya Solossa merasa haknya sebaga dekan FK Uncen telah dicabut begitu saja oleh rektor Uncen.

Sebagai pribadi yang ikut berjasa dalam menggagas dan merintis kehadiran FK Uncen yang kini sudah berusia 12 tahun sejak berdiri 2002 silam, Watofa merasa jasa-jasanya tidak dihargai oleh rektor Uncen maupun jajarannya. Karena itu, gugatan itu dilakukan untuk memulihkan kembali hak-haknya dan statusnya sebagai dekan FK Uncen.

Polemik pencopotan dr. Pauline Watofa sebagai dekan FK Uncen merupakan buntut dari akumulasi persoalan yang mendera fakultas ini sejak dua tahun lalu atau akhir 2013 silam. Saat itu sejumlah mahasiswa yang menamakan diri Solidaritas Mahasiswa Kesehatan Peduli Fakultas Kedokteran (SMKP-DKP) Uncen Papua, yang dikoordinir Benjamin Lagowan dan Arman Faknik, cs, melakukan aksi-aksi demonstrasi dan pemalangan terhadap kampus FK Uncen Abepura.

Solidaritas mahasiswa yang sempat mendapat dukungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Uncen ini umumnya terdiri dari para mahasiswa FK Uncen yang berasal dari berbagai angkatan. Dalam aksi-aksinya, mereka mendesak agar dr. Pauline Watofa, Sp.Rad, mundur dari jabatannya sebagai dekan lantaran dinilai tidak mampu mengelola FK Uncen dengan baik.

Para mahasiswa juga menyatakan sangat kecewa terhadap kondisi fasilitas perkuliahan FK Uncen yang minim dan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan keberadaan para dosen mereka yang dinilai belum mumpuni dalam memberikan perkuliahan. Bukan hanya itu, permasalahan lain adalah jumlah dosen di FK Uncen juga belum sebanding dengan jumlah mahasiswa yang tiap tahun terus membengkak.

Dari rangkaian aspirasi yang disampaikan, para mahasiswa juga menyatakan kecewa terhadap gaya kepemimpinan dr. Pauline Watofa, yang terkesan otoriter dalam menanggapi setiap aspirasi dari mahasiswa yang bertujuan membenahi kekurangan kampus FK Uncen. Rangkaian demonstrasi dan penyampaian aspirasi terkait polemik FK Uncen ini ternyata tidak hanya bergema di pelataran lingkungan Universitas Cenderawasih Jayapura.

Aspirasi itu pun sempat dibawa keluar para mahasiswa hingga ke Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP), DPR Papua, hingga ke kantor Gubernur Provinsi Papua. Menurut Benny Lagowan, koordinator aksi solidaritas ini bahwa pihaknya bahkan sempat menyampaikan kemelut FK Uncen secara langsung ke telingga Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) di Jakarta waktu itu.

Alhasil, saat itu Dirjen Dikti pun berjanji untuk mengirim tim investigasi independen yang akan menilai kondisi dan permasalahan FK Uncen. Menanggapi kisruh FK Uncen yang terus menguat di permukaan lantaran diberitakan oleh media massa, rektor Uncen pun membentuk tim investigasi internal guna mengaudit keberadaan FK Uncen. Tim ini diberi nama “Tim Professor” karena beranggotakan beberapa orang guru besar di lingkungan Uncen.

Hasil investigasi dan temuan tim profesor itu sempat terangkum dalam laporan tertulis ke rektor dan para petinggi Uncen. Namun karena ada kekurangan di dalamnya, diputuskan agar laporan tersebut harus diperbaiki dengan menampilkan data-data temuan yang lebih rinci. Laporan tersebut lalu diperbaharui dan disikapi oleh rektor maupun pimpinan Uncen dalam pertemuan-pertemuan internal mereka.

Menurut pengakuan pembantu rektor III Uncen, Fredik Sokoy, S.Sos, M.Sos, dalam suatu kesempatan terpisah ketika berdiskusi dengan tim UP2KP dan Dinas Kesehatan di Kantor UP2KP pada Juli 2014 lalu, secara struktural rektor dan pimpinan Uncen yang lain sudah meminta agar dr. Pauline Watofa dapat melepaskan jabatan dekan FK dengan jiwa besar. Hal ini kata Sokoy, demi mengurangi tensi polemik FK Uncen yang terjadi.

Hanya saja, dr. Pauline Watofa enggan melepaskan jabatannya karena menurutnya aspirasi penggantian dirinya sebagai dekan FK Uncen terlalu dipolitisasi oleh mahasiswa. Rektor Uncen Prof. Karel Sesa, dalam menyikapi polemik di internal lembaganya, telah menemui Gubernur Papua, Lukas Enembe untuk melaporkan persoalan yang terjadi sekaligus menjelaskan keberadaan FK Uncen.

Hasilnya, Gubernur melalui Sekda Papua Drs. TEA Herry Dosinaen lalu menunjuk Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg. Aloysius Giyai, M.Kes bersama Direktur RSUD Dok 2 Jayapura, dr. Yerry Msen, untuk memfasilitasi terbentuknya tim Pemda yang nantinya menggali, memberi rekomendasi dan melaporan kepada Gubernur Papua mengenai persoalan FK Uncen. Tim yang dibentuk pun akhirnya beranggotakan sejumlah pihak, termasuk para penggagas pendirian FK Uncen.

Selanjutnya, dari hasil diskusi yang difasilitasi oleh Top TV/JTV, salah satu stasiun TV lokal di Jayapura dalam acara Papua Lawyers Club (PLC) yang di pandu Anton Raharusun, SH, pada tengahan Agustus 2014 lalu di Hotel Aston Jayapura, sempat terkuat sejumlah persoalan yang membelit FK Uncen. Sayangnya, dalam acara bincang-bincang itu tidak dihadiri oleh rektor Uncen, Prof. Karel Sesa maupun dekan FK Uncen dr. Pauline Watofa.

Sebagai pengganti, program acara PLC itu hanya dihadiri sejumlah petinggi Uncen. Padahal menurut Anton Raharusun, pihaknya sebagai penyelenggara telah mengundang rektor dan dekan FK Uncen agar para pemirsa bisa melihat dan mendengar secara langsung polemik yang menimpa FK Uncen. Disamping acara talk show itu juga dapat berfungsi untuk menjadi moment untuk mengklarifikasi maupun memediasi persoalan yang terjadi.

Semenjak polemik FK Uncen terus berlarut-larut, dr. Pauline Watofa, ketika masih menjabat sebagai dekan maupun setelah diberhentikan sebagai dekan FK Uncen, enggan berbicara kepada media massa. Publik baru tahu di media ketika dirinya sebagai mantan dekan FK lantas membawa polemik ini dengan menggugat rektor Uncen di pengadilan melalui pengacaranya.

Menurut pihak di internal Uncen dan Dinas Kesehatan Provinsi Papua, alasan gugatan dr. Pauline Watofa terhadap rektor Uncen terjadi karena dikeluarkanya dua surat Gubernur Papua yang masing-masing berisi penarikan dr. Pauline Watofa sebagai dekan FK dan dosen Uncen ke lingkungan Pemerintah Provinsi Papua dan surat yang berisi penetapan dirinya kembali sebagai dekan FK Uncen. Karena itu salah satu surat tersebut sempat dicurigai sebagai ‘surat siluman’ yang hendak dimainkan oleh sejumlah pihak tertentu yang berkepentingan dengan kisruh ini.

Mengenai status kepegawaian dr. Pauline Watofa,Sp.Rad, dari sejumlah sumber yang bisa dipercaya menyatakan bahwa dia masih tercatat sebagai pegawai Pemerintah Provinsi Papua yang bertugas sebagai dokter spesialis radiologi di RSUD Dok 2 Jayapura. Keberadaannya sebagai tenaga dosen di lingkungan FK Uncen, sifatnya hanya diperbantukan lewat persetujuan mendiang Gubernur Papua Dr. J.P. Solossa melalui Rektor Uncen saat itu Ir. Frans Wospakrik, M.Sc guna pendirian Program Studi Pendidikan Dokter di Uncen sejak 2001-2002 silam.

Sejak didirikan, dr. Pauline Watofa lalu didaulat menjadi ketua Program Pendidikan Dokter (PPD) Uncen hingga akhirnya PPD Uncen berubah statusnya menjadi Fakultas Kedokteran Uncen beberapa tahun silam. Sejak menjabat hingga diberhentikan sebagai dekan FK Uncen, dr. Pauline Watofa sudah menjabat selama kurang lebih 12 tahun tanpa pernah diganti. Walau begitu, statusnya masih tetap sebagai pegawai Pemda Provinsi Papua.

Namun ada sumber lain yang mengatakan bahwa sejak status PPD Uncen ditingkatkan menjadi Fakultas Kedokteran (FK) Uncen, sejak saat itu pula status kepegawaian dr. Pauline Watofa dan beberapa dokter lain yang awalnya diperbantukan sebagai tenaga dosen lantas  dialihkan menjadi dosen tetap atau pegawai Uncen dibawah Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan RI.

Dari polemik yang menimpa FK Uncen, dr. Pauline Watofa jelas dianggap sebagai figur utama yang paling bertanggung jawab atas manajemen dan kisruh yang terjadi. Meskipun begitu, dia secara pribadi merasa telah melakukan banyak hal terbaik bagi pendirian dan peningkatan Fakultas Kedokteran Uncen selama ini. Dia juga merasa telah berjasa menghadirkan (mencetak) sejumlah dokter asli Papua yang kini sebagian besar telah berkarya bagi masyarakat Papua.

Sebagian dari dokter-dokter yang lulus di masa kepemimpinan dr. Pauline Watofa kala itu kini ada yang telah menjadi dokter spesialis dan beberapa diantaranya juga sedang menjalani pendidikan profesi lanjutan setelah menjadi dokter. Yang patut diberi apresiasi, ada beberapa alumni terbaik FK Uncen yang kini kembali memperkuat almamaternya dengan menjadi dosen.

Masalah memang sedang menghadang dr. Pauline Watofa sebagai mantan dekan FK Uncen. Namun dibalik itu semua, beberapa alumni FK Uncen yang kini telah menjadi dokter merasa sangat bangga dan berterima kasih atas jasa dr. Pauline Watofa yang telah menempa mereka hingga menjadi dokter-dokter asli Papua yang mengabdi bagi masyarakat.

Terlepas dari keraguan masyarakat bahwa dokter lulusan Uncen harus diwaspadai atas tindakan mal praktek yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Namun sejarah perintisan dan kehadiran Fakultas Kedokteran (FK) di tengah-tengah lingkungan Universitas Cenderawasih Jayapura adalah hal yang patut disyukuri dan dibanggakan.

Sesuai dengan visi-misi pendiriannya dan cita-cita para penggagasnya bahwa FK Uncen akan hadir untuk menghasilkan para dokter (terutama dokter-dokter asli Papua) yang akan berkarya memerangi penyakit dan menanggulangi tingginya angka kematian di kalangan orang asli Papua. Dengan begitu, bukan mustahil angka indeks pembangunan manusia (IPM/HDI) Papua akan meningkat seiring peningkatan derajat kesehatan dan usia harapan hidup manusia Papua. (*)

Hasil Kajian Tim Pemda Atas Polemik FK Uncen

Tim penelusuran permasalahan FK Uncen yang difasilitasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg. Aloysius Giyai, M.Kes bersama Direktur RSUD Dok 2 Jayapura telah bekerja dengan melakukan sejumlah pertemuan koordinasi dan pengkajian. Dalam pertemuan yang berlangsung pada Kamis 12 Juni 2014 dan Selasa 1 Juli 2014 lalu bertempat di Kantor UP2KP Jalan Baru Kotaraja, terkuak beberapa permasalahan yang menyelimuti kampus FK Uncen.

Bola salju permasalahan FK Uncen yang menggelinding itu berawal dari aspirasi yang disuarakan oleh para mahasiswa Fakultas kedokteran pada akhir 2013 lalu yang menghendaki perlunya pembenahan menyeluruh atas kampus mereka (FK Uncen). Karena itu dari hasil pertemuan, tim Pemda ini melihat bahwa sesunguhnya ada sejumlah hal pokok (mendasar) yang telah mengemuka.

Dari sejarahnya diketahui bahwa hadirnya Fakultas Kedokteran (FK) Uncen yang dirintis sejak 2002 silam telah dilatarbelakangi oleh kondisi dan permasalahan kesehatan yang kompleks di Tanah Papua sehingga hadirnya fakultas kedokteran di Uncen menjadi suatu kebutuhan mendesak. Bahwa pendirian FK Uncen harus berbeda dari fakultas kedokteran yang ada di universitas lain guna menjawab permasalahan kesehatan yang ada sehingga visi-misi pendirian FK Uncen sejak awal disebut dengan “Fakultas Kedokteran Plus”.

Cita-cita besar dari pendirian FK Uncen Plus itu adalah bahwa keberadaaan fakultas ini nantinya dapat menampung, mendidik dan menghasilkan tenaga-tenaga kesehatan (khususnya tenaga dokter) yang diharapkan dapat berkarya di tengah-tengah masyarakat Papua yang memiliki permasalahan kesehatan yang masih sangat memprihatinkan saat ini. Dengan demikian hadirlah Fakultas Kedokteran (FK) di lingkungan Universitas Cenderawasih pada tahun 2002, tahun dimana Otonomi Khsusus bagi Provinsi Papua saat itu baru bergulir.

Sejak itu konsep awal pendirian FK Uncen menurut para penggagasnya terbilang sangat ideal. Hanya saja setelah hampir 12 (dua belas) tahun berlalu, penyelenggaraan pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Uncen telah mengalami banyak persoalan. Bahkan bisa dibilang sudah menyimpang (bergeser) jauh dari cita-cita (visi-misi) pendiriannya sejak awal.

Salah satu faktor utama dari gagalnya FK Uncen dalam memenuhi cita-cita pendiriannya adalah karena persoalan manajerial (kepemimpinan) yang kemudian ikut berimbas pada persoalan-persoalan lain di lingkungan internal kampus ini sehingga mempengaruhi citra FK Uncen secara umum maupun lulusan dokternya di mata publik.

Akumulasi berbagai permasalahan yang terjadi di kampus ini (FK Uncen) kemudian berdampak negatif bagi para mahasiswa/i-nya. Keinginan untuk dapat mengikuti proses perkuliahaan di kampus FK Uncen dengan dukungan sejumlah fasilitas yang tersedia ternyata belum bisa terpenuhi hingga di usianya yang ke 12 (dua belas) tahun saat ini.

Bahkan dari waktu ke waktu keberadaan FK Uncen makin mendapat citra buruk di mata publik pencinta pendidikan kedokteran berkelas maupun masyarakat luas yang menghendaki dokter-dokter lulusan Uncen harus berkualitas. Permasalahan inilah yang kemudian menarik perhatian sejumlah mahasiswa/i FK Uncen yang kritis untuk menyuarakan perlunya perubahan dan perbaikan radikal atas kampus mereka.

Selanjutnya, bila dicermati sesungguhnya permasalahan yang terjadi di kampus FK Uncen menyiratkan perlunya tanggung jawab pembenahan yang tidak hanya harus datang dari pimpinan di lembaga pendidikan tinggi ini semata. Pemerintah daerah sebagai pengguna (user) tenaga kesehatan (khususnya tenaga dokter) yang nantinya berkarya di bidang kesehatan juga perlu memberikan andil besar guna pembenahan dan peningkatan kualitas FK Uncen ke depan.

Rekomendasi Tim :

1.Perlu dibentuk TIM 10 yang fungsinya mengawal keberadaam FK Uncen ke depan. Karena itu 10 orang yang menjadi penggagas atau yang menjadi anggota TIM 10 dalam pembentukannya perlu mendapat mandat/penunjukan melalui surat keputusan (SK) Rektor Uncen sehingga tugas TIM 10 nantinya dapat mengawas Dekan FK Uncen dalam hal kepemimpinan. Diharapkan TIM 10 atau tim pakar yang akan dibentuk nanti dapat merancang ‘grand design FK Uncen’ yang ideal sebagaimana yang diharapkan.

2.Tim yang akan dibentuk Dinkes Provinsi Papua dengan dukungan anggota personil dari lembaga terkait, perlu disingkronkan dengan Tim Pengawas FK Uncen yangsudah dibentuk secara internal. Tim Dinkes Papua mestinya dapat fokus pada bagaimana menginventarisasi persoalan, mengkaji, dan memberi rekomendasi kepada Gubenur maupun Rektor Uncen mengenai perlunya pembenahan atas kekurangan fasilitas yang ada di kampus FK Uncen.

3.Perlu dibentuk Badan Koordinasi (BAKOR) antara RSUD Dok 2 dan pihak Uncen (FK). Bakor ini nantinya berfungsi sebagai jembatan penghubung antara Pemda Provinsi, RSUD Dok 2 dan FK Uncen untuk mengkoordinasikan hal-hal yang terkait dengan pemanfaatan RSUD Dok 2 sebagai tempat praktek bagi mahasiswa kedokteran. Di dalamnya termasuk dukungan fasilitas penunjang dan lain-lain. Format pembentukan BAKOR dapat disiapkan.

4.Perlu dilakukan pembenahan kurikulum FK Uncen yang disesuaikan dengan perkembangan terbaru. Untuk melakukan upaya ini bisa meminta para pakar dari Fakultas Kedokteran (FK) UI, Unair atau UGM yang telah memiliki Fakultas Kedokteran yang tertua dan terkenal kualitasnya.

5.dan lain-lain (lihat lampiran penggalan kutipan risalah Pertemuan)

PENGGALAN KUTIPAN RISALAH PERTEMUAN :

CATATAN dr. Tigor Silaban,M.Kes, (Dokter senior dan Mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan salah satu penggagas pendirian FK Uncen):

·Secara pribadi dan sebagai penggagas, saya melihat bahwa saat ini operasional FK Uncen sudah melenceng jauh dari visi-misi atau cita-cita pendiriannya sejak 2002 silam sehingga harus diperbaiki kembali.

·Sejarah pendirian FK Uncen saat itu ada karena kondisi dan permasalahan kesehatan di Tanah Papua yang demikian buruk dan dengan angka kematian orang asli Papua yang sangat tinggi.

·Awalnya kita mau agar di Papua perlu ada Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Fakultas Kedokteran (FK), dan Jurusan Keperawatan (nurse) sehingga tenaga yang dihasilkan bisa memenuhi kekurangan tenaga kesehatan di Tanah Papua dan dapat membantu merespon permasalahan kesehatan yang ada.

·Pada awal menggagas kehadiran FK Uncen, telah ditegaskan juga oleh mantan rektor Uncen bapak Alm. Frans Wospakrik agar dengan hadirnya  Fakultas Kedokteran di Uncen diharapkan dapat memberi sumbangsih dalam membantu mengatasi masalah kesehatan dan kebutuhan tenaga dokter di Tanah Papua. Karena itu latar belakang sejarah pendirian FK Uncen inilah yang harus diperhatikan baik.

·Menanggapi permasalahan yang terjadi di FK Uncen saat ini, langkah awal yang perlu dilakukan adalah pembenahan kurikulum FK Uncen yang disesuaikan dengan perkembangan terbaru. Untuk melakukan upaya ini bisa meminta para pakar dari Fakultas Kedokteran (FK) UI, Unair atau UGM yang telah memiliki Fakultas Kedokteran yang tertua dan terkenal kualitasnya baik.

·Pada saat dibentuk FK Uncen, ada rencana mementuk TIM 10 yang fungsinya akan mengawal keberadaam FK Uncen ke depan. Namun rencana itu tidak terwujud sehingga kondisi FK Uncen mengalami persoalan yang seperti kita saksikan saat ini.

·Masalah lain adalah ketika FK Uncen sudah terbentuk 2002 silam, namun para penggagas berdirinya FK Uncen tidak dilibatkan dalam proses-proses selanjutnya, dan justru seperti dilepas begitu saja tanpa dimanfaatkan untuk dapat dimintai pendapat mengenai proses-proses selanjutnya.

·Yang terpenting dari operasionalisasi FK Uncen sejak awal pendiriannya adalah perlu memperhatikan input (Masukan), prosesnya, hingga Outputnya (Keluaran) dokter-dokter yang dihasilkan dengan baik.

·Mengenai proses rekrutmen (penerimaan) yang menjadi input, ternyata masih menyimpang jauh. Misalnya, syarat untuk merekrut calon mahasiswa Fk Uncen adalah harus mereka yang berasal dari lulusan SMA Jurusan IPA di Tanah Papua, sementara mereka (non Papua) yang lulus SMA di Provinsi lain tapi melamar ke FK Uncen tidak boleh diterima, karena prioritas utama adalah harus lulusan Papua.

·Jangan ada mahasiswa FK dari universitas lain yang gagal lalu dapat diterima begitu saja di FK Uncen.

·Quota (jumlah) siswa FK Uncen yang ideal adalah harus 60 orang per kelas. Namun yang terjadi adalah tidak seperti itu sehingga terjadi penyimpangan dari konsep awal. Apa yang kami pikirkan ini juga tidak dilaksanakan.

·Sebagai pemakai (user) tenaga profesi dokter lulusan FK Uncen, Dinas Kesehatan & Rumah Sakit memang sudah saatnya untuk memperhatikan persoalan yang terjadi di FK Uncen.

·Fungsi terbentuknya TIM 10 adalah guna nantinya bertindak untuk mengawasi proses operasional FK Uncen, termasuk bila sampai terjadi penyimpangan.

·Perlu diketahui bahwa TIM 10 yang dimaksud memang belum pernah dibentuk. Karena itu 10 orang yang menjadi penggagas atau yang menjadi anggota TIM 10 dalam pembentukannya perlu mendapat mandat/penunjukan melalui surat keputusan (SK) Rektor Uncen sehingga tugas TIM 10 nantinya dapat mengawas Dekan FK Uncen dalam hal kepemimpinan.

·Mengenai permasalahan yang ada, masih ada waktu untuk membenahi (memperbaiki) keberadaan FK Uncen sebelum akhirnya harus ditutup.

·Fungsi RSUD Dok 2 adalah sebagai tempat penunjang praktek mahasiswa FK Uncen, karena itu fasilitasnya harus dilengkapi dan diperbaharui.

CATATAN dr. Bagus Sukaswara, M.Kes (dokter senior, mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan salah satu penggagas pendirian FK Uncen) :

·Kita perlu berpikir agar FK Uncen bisa menjadi lebih baik. FK Uncen digagas dari awal dengan pertimbangan kekhususan Papua.

·Sejak awal pendirian FK Uncen, saya masih ingat bahwa Menteri Kesehatan saat itu Prof. dr. Suyudi sempat mengharapkan agar perlu hadir Fakultas Kedokteran (FK) di Universitas Cenderawasih Jayapura (Papua). Pada saat itu, atas dukungan dan oleh karena diyakinkan dr. Suyudi yang juga Menteri Kesehatan, akhirnya digagas berdirinya Fakultas Kedokteran di Uncen.

·Prof. dr. Marifin dari Fakultas Kedokteran (FK) Unair lalu merancang pendirian FK Uncen.

·Pada saat itu perwakilan dari Fakultas Kedokteran (FK Unair sempat berjanji untuk menjadi pendamping (pengampu) bagi pendirian FK Uncen selama 10 tahun atau selama 3 lulusan.

·Sejak awal ada rencana pengembangan tenaga pengajar dokter lulusan FK Uncen sebanyak 100-an orang guna memenuhi kebutuhan tenaga dosen yang adalah dokter. Karena itu sejumlah mahasiswa FK Uncen saat itu dididik/dikaderkan untuk diasiapkan menjadi tenaga dosen FK Uncen kelak.

·Ada juga rencana pengembangan RSUD Dok 2 Jayapura menjadi Rumah Sakit Pendidikan bagi mahasiswa FK Uncen dalam periode 5 tahun ke depan. Karena itu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI saat itu telah membuat rancangan (design) pengembangan RSUD Dok 2 Jayapura selain sebagai rumah sakit rujukan tapi juga rumah sakit pendidikan kedokteran bagi mahasiswa FK Uncen.

·Namun konsep awal mengenai pendirian FK Uncen dan pengembangan RSUD Dok 2 Jayapura belum berjalan dengan baik sehingga permasalahan/kendala yang ada harus dirombak.

·Pernah ada tim evaluasi dari Kemenkes untuk mengevaluasi keberadaan FK Uncen, namun hasilnya belum diketahui sampai sekarang.

·Perlu ada penyempurnaan agar yang sudah buruk bisa menjadi lebih baik. Soal pengampuan terhadap FK Uncen, ini perlu ada perhitungan yang matang (baik) .

·Tim pengampu setiap 3 bulan bersama FK Uncen untuk membahas perkembanganyang ada, termasuk mengenai kurikulum terbaru serta pertimbangan-pertimbagan yang ada.

·Kita harapkan agar dosen FK Uncen dapat benar-benar kerkualitas.

·Bila dari awal FK Uncen menjalankan apa yang diminta/diinginkan oleh auditor dari Dikti, tentu FK akan lebih baik.

·Soal pemberian bantuan kepada FK Uncen, memang pernah ada bantuan dari awal, namun jumlahnya saya belum tahu persis. Hal ini pernah ditanyakan Gubernur Barnabas Suebu kepada saya.

·Mengenai tim evaluas internal terhadap FK Uncen yang dibentuk pimpinan Uncen, maka biarkan tim ini bekerja secara mandiri dalam menginvetarisasi persoalan di FK Uncen. (tim ini akan bekerja hingga tanggal 20 Juli 2014).

·Yang penting sekarang adalah perlu diketahui isi audit yang pernah dilakukan Dirjen Dikti atas FK Uncen pada tahu 2010 lalu. Karena saat itu ada tim Dikti yang mengunjungi Uncen.    

·Yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana menyelamatkan dan menyelesaikan permasalahan yang dialami mahasiswa FK. Misalnya, apakah perlu mengirim mereka (mahasiswa FK) belajar di FK Unair atau para dosen yang harus di datangkan untuk mengajar mereka. Ini perlu dipikirkan sebab RSUD Dok 2 Jayapura belum bisa menyediakan dokter-dokternya yang dapat menjadi dosen FK Uncen. Gubernur dan rektor juga harus bertemu lagi untuk secara serius membahas tindak lanjut permasalahan ini. 

·Selanjutnya saya sarankan agar perlu di cek kembali dokumen awal visi-misi (cita-cita) dan desain pendirian FK Uncen agar ini dapat menjadi pedoman.

·Terkait adanya rencana pendirian Fakultas Kedokteran di Sorong, mereka akan menggunakan/menerapkan kurikulum terbaru pendidikan kedokteran.

·Menanggapi adaya usulan bahwa mahasiswa FK Uncen dapat dikirim ke FK Unair (FK UI/FK UGM) untuk melanjutkan sisa kuliahnya (semester lanjutan) di sana, saya kira ini akan sangat memberatkan dari segi pembiayaan. Lagi pula kalau di luar, bisa saja mahasiswa FK Uncen yang dikirim akan kesulitan untuk menyesuaikan diri (terlambat) dengan perkembangan pembelajaran mata kuliah yang akan di tempuhnya nanti. Sebab mata kuliah (kurikulum) di FK Uncen belum disesuaikan dengan perkembagan sistem mata kuliah (kurikulum) di Fakultas Kedokteran Unair atau UI dan UGM.  Jadi ini perlu dipikirkan baik-baik.

·Karena itu kurikulum pendidikan kedokteran di FK Uncen harus disesuaikan dengan sistem kurikulum terbaru (EBL) seperti di FK Unair dan lain-lain. Sebagai contoh, di Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana (NTT) saja sudah menyesuaikan dengan menggunakan sistem kurikulum pendidikan kedokteran yang terbaru.

·Kita perlu mengumpulkan teman-teman dokter yang lain untuk berdiskusi meminta pendapat mereka dan juga mendata mereka yang dapat memenuhi syarat untuk menjadi tenaga dosen di FK Uncen. Syarat-syaratnya, misalnya usia, pengalaman, kepangkatan, termasuk usulan untuk yang menjadi dekan FK Uncen yang baru harus memiliki golongan kepangkatan IV A.

·Teman-teman dokter yang di data ini nantinya dapat difasilitasi untuk bertemu dan berdiskusi seperti ini guna mencari jalan keluar pemecahan permasalahan FK Uncen. (Bisa bekerjasama dengan organisasi Ikatan Dokter Indonesia (cabang Papua) untuk membantu mengkoordinir teman-teman dokter yang ada).

·Yang juga harus dilakukan adalah didata dan kumpulkan para tenaga dokter di RSUD Dok 2 Jayapura maupun di RSUD Abepura yang dapat diarahkan (diakomodir) menjadi tenaga pengajar (dosen) di FK Uncen.

·Mengenai BAKOR yang nantinya dibentuk di RSUD Dok 2 Jayapura, maka BAKOR ini nantinya dapat dibawa ke ranah/tingkatan Direktur RSUD Dok 2 Jayapura dan dekan FK Uncen.

CATATAN Direktur RSUD Dok 2 dr. Yerry Msen,M.Kes :

·Sejak berdirinya FK Uncen 2002 silam, belum terbentuk apa yang disebut Badan Koordinasi (BAKOR) antara RSUD Dok 2 dan pihak Uncen (FK). Bakor ini nantinya berfungsi sebagai jembatan antara Pemda Provinsi, RSUD Dok 2 dan FK Uncen untuk mengkoordinasikan hal-hal yang terkait dengan pemanfaatan RSUD Dok 2 sebagai tempat praktek bagi mahasiswa kedokteran (mengenai dukungan fasilitas penunjang dan lain-lain).

·Selama ini RSUD Dok 2 belum bisa berbuat banyak karena belum ada BAKOR ini. Memang ada upaya untuk membentuknya sehingga dapat mendukung, menyikapi dan menata persoalan yang dialami FK Uncen sekarang, termasuk BAKOR ini nantinya bertugas untuk dapat membantu membenahi kekurangan fasilitas di RSUD Dok 2 Jayapura.

·Komite medis yang dibentuk RSUD Dok 2 memandang bahwa proses belajar mengajar yang selama ini dilakukan mahasiswa Fk Uncen di RSUD Dok 2 belum berjalan dengan baik karena masih minimnya fasilitas penunjang.

·BAKOR ini nantinya dapat terbentuk melalui kesepakatan (MoU) antara RSUD Dok 2 sebagai rumah sakit tempat praktek dan lembaga-lembaga pendidikan kesehatan lain (misalnya FK Uncen, dan sekolah kesehatan lain) yang menjadikan RSUD Dok 2 sebagai tempat praktek.

·Format pembentukan BAKOR perlu disiapkan!

·Fakultas Kedokteran (FK) Uncen perlu diselamatkan dan mengenai peningkatan akreditasi FK Uncen harus diupayakan. Ini merupakan hal penting yang harus diselesaikan, selain pembenahan fasilitas dan lain-lain.

CATATAN Agustinus Raprap, (Kabag Umum RSUD Dok 2 Jayapura, Wakil Ketua UP2KP):

·Ibu dr. Pauline Watofa, Sp.Rad, saat ini masih berstatus kepala SMF Radiologi di RSUD Dok 2 Jayapura. Namun mengenai status ini kadang masih menjadi kendala karena selama ini ketika ada pasien, namun saat tidak ada ibu Pauline, terpaksa pasiennya harus dirujuk dari RSUD Dok 2 ke RSUD Abepura.

·Karena itu status ibu dr. Pauline Watofa antara sebagai PNS Pemda Provinsi yang melayani di RSUD Dok 2 dan juga sebagai dosen (dekan) FK Uncen perlu dievaluasi kembali (dipertegas). Apa yang saya sampaikan ini adalah dalam ranah (lingkup) pengaduan (complain) yang kami terima dari masyarakat dan dalam kapasitas saya selaku anggota (wakil ketua) UP2KP.

·Mengenai status ganda yang dialami oleh dr. Pauline Watofa sebagai tenaga dosen FK Uncen dan sekaligus sebagai PNS Pemda Provinsi Papua yang melayani di RSUD DOk 2 Jayapura, ini perlu dievaluasi dan dipertegas kembali.

·Mengenai masalah ini Uncen perlu membuat keputusan, apakah ingin menggunakan dokter-dokter di RSUD Dok 2 atau tidak dengan status yang jelas? Seandainya kalau Uncen mau menggunakan dokter-dokter di RSUD Dok 2 Jayapura sebagai tenaga dosen, maka perlu dibuat perjanjian kerjasama (MoU) dengan pihak RSUD Dok 2 Jayapura.

CATATAN DR. Agus Dumatubun, MA (dosen senior Antropologi Uncen, peneliti Etno-Medicine Papua dan salah satu penggagas pendirian FK Uncen)

·Sejak awal pendirian FK Uncen, kami berpikir agar pendirian FK Uncen harus benar-benar berbeda dari Fakultas Kedokteran di universitas-universitas lain di Indonesia. Kami menyebutnya ‘FK Uncen Plus’.

·Yang menjadi masalah adalah tim penggagas pendirian FK Uncen yang terbentuk dari awal telah dilepas sehingga hal ini ikut mempengaruhi keberadaan FK Uncen saat ini.

·Selama ini memang diakui ada perhatian dari Pemprov Papua ke FK Uncen, termasuk kepada para mahasiswa kedokteran. Misalnya penyiapan sejumlah fasilitas, termasuk rumah dosen untuk para dosen kedokteran (dosen terbang) yang di datangkan dari luar, dan bantuan lain.

·Mengenai aspirasi mahasiswa untuk menurunkan Dekan FK Uncen, memang tidak bisa langsung demikian karena Dekan FK Uncen dipilih dan diangkat melalui mekanisme yang formal yakni melalui rapat Senat Dosen Fakultas. Karena itu mekanisme ini dapat menjadi sarana untuk memilih kembali dekan yang baru.

·Mengenai tim pakar yang beranggotakan para professor yang akan mengaudit/mengevaluasi FK Uncen, maka biarkan mereka bekerja sesuai dengan tugasnya.

·Sementara tim yang digagas Dinkes Papua ini nantinya perlu membuat gagasan-gagasan yang perlu disingkronkan dengan tim Uncen, termasuk nantinya dapat bertemu untuk menghasilkan rekomendasi bersama.

·Bila mencemarti kondisi FK Uncen saat ini, sesuai prosedur Fakultas Kedokteran yang layak, maka FK Uncen sebanrnya memang sudah tidak layak sehingga perlu ada evaluasi secara menyeluruh.

·Perlu dibuat Grand Design mengenai keberadaan FK Uncen yang ideal seperti apa sesuai cita-cita para penggagas sejak awal. Mengenai grand design awal, saya sendiri masih simpan sehingga bila dokumen ini diperlukan, maka dapat digunakan.

·UP2KP perlu mengundang/menghadirkan para penggagas kehadiran FK Uncen untuk terlibat mengkaji masalah ini dengan baik.

·Bila tim yang dibentuk Dinkes Papua ini membuat rumusan, nantinya dapat dipakai untuk bertemu/berdiskusi dengan para penggagas pembentukan FK Uncen.

·Mengenai aspirasi yang menghendaki perlunya mendatangkan dosen-dosen terbang yang berkualitas dari luar untuk memperkuat posisi FK Uncen, maka sebenarnya sudah ada kesepakatan (MoU)  di Uncen untuk mendatangkan tenaga-tenaga dosen dari luar seperti; UGM, UI, Unair, dll, guna mendukung proses perkuliahan dan pengembangan fakultas. Ini seperti yang sudah berjalan/dilakukan oleh FISIP Uncen selama ini.

CATATAN dr. Hendrikus Bolly, M.Si, (Dosen Fakultas Kedokteran Uncen) :

·Apa yang saat ini menjadi persoalan di internal kampus FK Uncen sehingga berbuntut demontrasi dan pemalangan kampus merupakan akumulasi dari sekian permasalahan sebelumnya.

·Dalam kapasitas sebagai dosen, saya melihat ada hal-hal yang terkait dengan persoalan manajerial di kampus FK Uncen maupun institusi Uncen secara keseluruhan. Disamping juga ada hal-hal yang sebenarnya menjadi tanggung jawab Pemda/Pemprov sebagai pengguna (user) terhadap tenaga kesehatan yang dihasilkan dari Uncen.

·Sebagai seorang dosen yang sering berhadapan langusung dengan mahasiswa FK Uncen, saya melihat ada hal-hal yang masih sangat memprihatinkan di lingkungan kampus FK Uncen. Padahal di setiap universitas manapun, biasanya Fakultas Kedokteran (FK) biasanya menjadi ukuran utama dari fakultas-fakultas yang lain. Tetapi di Uncen tidak demikian.

·Mengenai permasalahan yang terjadi, pimpinan Uncen secara internal sudah membentuk tim pakar yang nantinya akan mengaudit hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan FK Uncen selama ini. Tim ini akan bekerja selama 1 (satu) bulan untuk menggali dan mengkaji persoalan yang ada.

·Dari perkembangan yang ada, saya melihat bahwa tuntutan mahasiswa yang termuat dalam aspirasi tertulis mereka sebelumnya sudah berubah (bergeser) menjadi tuntutan penggantian pimpinan dekan FK Uncen (dr. Pauline Watofa, Sp.Rad).

·Saya sendiri bergabung di FK Uncen pada tahun 2010 dan saat itu saya melihat bahwa FK Uncen sudah berjalan sesuai dengan keadaannya seperti saat ini. Dalam perkembangan kemudian, FK Uncen lalu terakreditasi dengan nilai C dan ini sebenarnya sama saja seperti belum terakreditasi.

·Masalah yang ada adalah, fasilitas di FK Uncen selama ini masih jauh dari memadai. Padahal lulusam FK Uncen dituntut harus memiliki kompetensi ketika bertugas melayani masyarakat.

·Pemprov/Pemda Papua sebagai sebagai pengguna (user) tenaga kesehatan lulusan Uncen seperti dokter lulusan Fakultas Kedokteran, mestinya harus memiliki tanggung jawab dan memberi kontribusi bagi pengembangan FK Uncen ke depan. Misalnya dalam hal pembenahan fasilitas berupa gedung, laboratorium, peralatan, dll, sehingga FK Uncen sifatnya hanya menerima dan melaksanakan tugasnya secara mandiri.

·Bila membandingkan pengalaman di universitas-universitas besar seperti Unair, UI, UGM, dll, maka ada dukungan bantuan dari Pemda-nya kepada Fakultas Kedokteran (FK) mereka.

·Dari pengalaman di Uncen, ketika seorang dokter diterima menjadi dosen Fakultas Kedokteran, belum ada pemetaan yang jelas mengenai arah pengembangan seperti apa yang hendak dituju oleh FK Uncen. Kendala inilah yang sering dimanfaatkan oleh oknum dosen-dosen tertentu yang ingin memanfaatkan statusnya sebagai dosen dalam mencari pendidikan lanjutan (pendidikan specialist). Jadi hal ini memang terkait dengan persoalan manajemen.

·Dosen yang aktif saat ini di FK Uncen hanya sekitar 6 dosen dan harus berhadapan dengan sekitar 800-an mahasiswa. Ini berarti rasio (perbandingan) yang sangat tidak ideal antara jumlah dosen dan mahasiswa.

·Sudah begitu ruang kuliah juga saat ini juga belum memenuhi syarat sehingga dalam konteks ini perlu diperhatikan permasalahan menyangkut fasilitas yang minim.

·Menanggapi aspirasi mahasiswa terkait adanya pemberian nilai yang tidak adil (diskriminasi) oleh dosen FK Uncen, maka perlu diketahui bahwa urusan pemberian nilai maupun dalam hal memberi kuliah (mengajar) adalah urusan prerogative seorang dosen. Karena itu keluhan (complain) soal ini perlu di croscheck secara baik, sebab bisa saja ada hal-hal yang menjadi kesalahan mahasiswa itu sendiri selama di kampus.

·Dalam hal perekapan nilai, biasanya setiap dosen memberikan masing-masing nilainya lalu direkap lebih lanjut oleh tenaga administrasi di Fakultas hingga sampai pada proses pengurusan Katu Hasil Studi )KHS) ada mekanismenya.

·Yang diperlukan sekarang adalah perlunya pengembangan sistem teknologi informasi (IT) sehingga dapat  menunjang hal-hal yang terkait dengan informasi nilai yang diperoleh mahasiswa. Lewat sistem ini mahasiswa dapat secara langsung mengakses nilainya melalui sistem jaringan yang ada tanpa harus dikacaukan dengan sistem manual. Dengan sistem IT penunjang semacam ini tentu akan membantu dalam proses crosscheck nilai.

·Mengenai kriteria dosen, maka mahasiswa FK Uncen memang harus diajar oleh dosen yang juga berprofesi sebagai dokter atau bukan dosen dengan bidang ilmu lain. Persoalannya adalah apakah dosen yang bersangkutan memiliki karakter yang terlalu muluk-muluk atau tidak karena realita memang masih ada yang demikian.

CATATAN drg. Aloysius Giyai, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Mantan Direktur RSUD Abepura, dosen Administrasi Kebijakan Kesehatan /AKK Fakultas Kesehatan Masyarakat Uncen)

·Pernah ada kerjasama dengan antara FK Unair untuk menjadi pengampu bagi FK Uncen, namun kerjasama itu telah diputuskan oleh ibu dr. Pauline Watofa tanpa ada pemberitahuan alasannya.

·Perlu ada upaya pengembangan dan peningkatan akreditasi FK Uncen dari nilai C, di dalamnya termasuk pengembangan kapasistas dokter yang menjadi dosen (tenaga pengajar) dan fasilitas di FK Uncen.

·FK Uncen harus memenuhi dokumen misi pendiriannya yakni mendidik anak-anak asli Papua dari kampung untuk menjadi dokter-dokter yang akan melayani masyarakatnya di Tanah Papua.

·Yang terpenting adalah perlu ada kerjasama (MoU) antara FK Uncen dengan Fakultas Kedokteran lain (Unair, UI, UGM) yang menjadi pengampu. Hal ini perlu diatur secara detail dalam klausal-klausal (pasal-pasal) perjanjian kerjasama (MoU).

·Yang perlu diantisipasi ke depan adalah lulusan dokter dari FK Uncen yang dapat melakukan tindakan malpraktek. Sejak awal sebenarnya mahasiswa FK Uncen bisa praktek/coas di RSUD Abepura (selain di RSUD Abepura yang saat ini menjadi tempat praktek) saat saya masih menjabat direktur RSUD Abepura. Namun karena keberadaan FK Uncen masih bermasalah sehingga saya belum berani mengijinkan mahasiswa FK Uncen praktek di RSUD Abepura.

·Perlu disepakati mengenai keberlanjutan pendidikan kedokteran Uncen. Apakah mahasiswanya nantinya hanya kuliah hingga semester V lalu selanjutnya dapat melanjutkan pendidikan kedokteran (semester selanjutnya) di luar Papua (misalnya FK Unair, UGM atau UI) sambil kita membenahi FK Uncen dan RSUD Dok 2 Jayapura sebagai tempat praktek mereka? Hal ini perlu dipertimbangkan sambil membenahi kekurangan yang ada.

·Perlu dipikirkan juga mengenai penguatan kembali FK Unair sebagai pengampu FK Uncen seperti konsep awal.

· Yang saya ketahui, Rektor Uncen beberapa waktu lalu sudah bertemu Gubernur Papua (Lukas Enembe) untuk menjelaskan persoalan yang terjadi di FK Uncen. Namun gubernur bilang kembali ke rektor bahwa Uncen perlu membuat pemetaan (mendaftar) sejumlah kebutuhan terkait kendala di FK Uncen yang dapat menjadi tanggungan (dibantu) Pemda maupun dapat ditanggulangi Uncen sendiri.

·Saya pesimis kalau dekan FK Uncen masih dipertahankan ditengah persoalan yang saat ini terjadi. Karena itu faktor penyebab masalah di FK Uncen perlu di cari jalan keluarnya.

·Tim yang dikoordinir Dinkes Papua akan mengkaji dan memberi rekomendasi kepada Uncen, termasuk akan memberi rekomendasi peninjauan kembali status dekan FK Uncen.

·Tim ini terbentuk karena perintah Gubernur melalui disposisi Sekertaris Daerah sehingga hasil kajian yang dicapai tim ini akan menjadi usulan/rekomendasi ke Rektor Uncen.

·Mengenai calon dekan pengganti yang baru, ada sejumlah nama dokter yang memiliki kapasitas untuk dipilih/diangkat menjadi dekan baru. Beberapa nama misalnya; dr. Sanjaya, dr. Tigor Silaban, dr. Maurids Okoseray, dr. Oktovianus Peday, dan lain-lain.

·Tim ini juga akan menyurati Rektor (pimpinan) Uncen untuk permintaan audiensi (tatap muka dan dengar pendapat). Tembusannya akan di dampaikan ke Gubernur, Sekda Papua dan lain-lain (termasuk ke tim professor/tim evaluator internal) yang dibentuk Uncen untuk mengevaluasi FK Uncen).



CATATAN dr. John Manangsan (Direktur RSUD Abepura Jayapura, mantan anggota DPR Papua) :

·Mengenai persoalan yang terjadi, saya melihat bahwa mahasiswa FK Uncen telah sampai pada puncak kesabaran karena masalah yang terjadi belum diselesaikan.

·Mereka punya banyak tuntutan, tapi sebenarnya ada 2 (dua) hal penting, salah satunya menuntut mundurnya (penggantian) Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Uncen.

·Untuk mencari dekan FK Uncen yang baru, bisa dicari orang dari luar Uncen. Salah satunya dosen Fakultas Kedokteran dari Universitas yang telah menjadi pengampu (pendamping) kepada FK Uncen sehingga FK Uncen dapat dibawa ke arah yang lebih baik (perbaikan).

·Saat itu ada sejumlah mahasiswa yang mau bakar kampus gedung kampus FK Uncen, tapi setelah bertemu dan lakukan pendekatan, saya nasehati mereka dan sarankan agar mereka perlu melakukan pendekatan persuasif secara baik untuk menyelesaikan masalah yang ada.

·Saya juga mengarahkan mereka agar jangan terlalu emosi dalam menanggapi persoalan karena seorang dokter (calon dokter) itu tidak boleh emosi. Setelah sempat menasehi mereka, akhirnya mereka bisa reda.

·Ada perjanjian juga bahwa mereka (mahasiswa Fk Uncen) harus kembali masuk kampus karena persoalan di kampus mereka akan segera mendapat perhatian.

·Saya berharap agar persoalan ini dapat ditangani dengan serius (baik) sebab dari fakta-fakta persoalan yang mereka (mahasiswa FK Uncen) sampaikan adalah benar adanya.

·Sementara mengenai dr. Pauline Watofa (dekan FK Uncen) yang diminta mundur oleh mahasiswa, saat bertemu saya sempat bertanya soal penerimaan mahasiswa FK Uncen. Saat itu dr. Pauline sempat mengatakan bahwa penerimaan mahasiswa/i FK Uncen lebih dari 60 orang bahkan hingga  mencapai100-an orang adalah atas keputusan/kebijakan rektor. Alasannya untuk mencari/menjaring lebih banyak anak-anak asli Papua yang masuk Fakultas Kedokteran Uncen.

·Sebagai dekan, dr. Pauline Watofa juga sudah mengusulkan agar perlu ada penambahan gedung dan fasilitas penunjang lainnya di FK Uncen, namun sejauh ini belum ditanggapi. Selain itu ada usulan perlu adanya kelengkapan fasilitas teknologi informasi (TI) yang menungjang kampus FK Uncen dan mahasiswanya.

·Menurut ibu Pauline Watofa, semua perjuangan selama kepemimpinanya di kampus FK Uncen dengan tujuan untuk membawa kampus ini lebih baik, dilakukannya sendiri (single fighter) tanpa di dukung/dibantu pimpinan dan pihak lain. Karena itu, mengenai persoalan yang ada, dia (ibu dr. Pauline Watofa) mengatakan siap bekerjasama dengan sejumlah pihak untuk memajukan kampus FK Uncen dan mahasiswanya.

· Beberapa waktu lalu saya sempat ke Jakarta dan singgah di Fakultas Kedokteran (FK) UI dan mereka ceritakan bahwa FK UI sedang/akan menjajakan kerjasama (MoU) untuk pengembangan Fakultas Kedokteran dari Universitas Negeri Papua (UNIPA) di Sorong (Papua Barat) dalam 5 tahun mendatang. Mengenai hal ini dosen FK UI akan menjadi pendamping (pengampu) bagi hadirnya Fakultas Kedokteran di Sorong dalam jangka waktu 5 tahun. Disini yang menjadi persoalan adalah sudah ada Fakultas Kedokteran di Universitas Cenderawasih, mengapa tidak diperkuat saja FK yang sudah ada di Uncen ini?

· Mengenai hal ini, saya sudah tanyakan kepada ibu Pauline Watofa dan beliau secara pribadi siap bekerja sama untuk pengembangan FK Uncen ke depan.

· Menanggapi wacana penggantian dekan baru, maka perlu dipikirkan agar pada saat penggantian dekan prosesnya harus melalui mekanisme yang berlaku. Ini agar tidak terjadi masalah lain dalam proses penggantian dekan (pimpinan) FK Uncen nantinya.

·Perlu juga dicari solusi jangka pendek (mendesak) dengan mengusulkan nama-nama calon dekan pengganti yang baru dan mengenai hal ini dapat dikomunikasikan/diusulkan ke pimpina Uncen (rektor dan jajarannya) untuk kemudian dapat dipertimbangkan untuk dipilih lewat mekanisme formal (rapat senat).

·Saya juga mengusulkan agar perlu ada semacam kegiatan yang dilakukan untuk memulihkan kembali mental (pikiran) mahasiswa FK Uncen karena permasalahan dan kendala perkuliahan yang sementara dialami di kampus mereka (FK Uncen). Misalnya dengan cara kita dapat memberi kuliah umum di FK Uncen dan diskusi dengan mahasiswa sambil menunggu proses pencairan (penyelesaian) permasalahan yang terjadi di kampus mereka (FK Uncen). Mengenai rencana ini mungkin bisa dikoordinasikan secara baik dengan pihak pimpinan (rektor) Uncen dan jajarannya.

KETERANGAN :

*) Tulisan ini merupakan bagian Notulensi hasil Risalah Pertemuan Tim Kajian Permasalahan Fakultas Kedoktera Universitas Cenderawasih di Kantor UP2KP, Jl. Baru Kotaraja, Kamis 12 Juni 2014, pukul 14.14-selesai; dan Selasa 1 Juli 2014, pukul 14.25-selesai). Tim ini dibentuk atas inisiatif Gubernur Papua, Lukas Enember, SIP,MH, melalui Sekertaris Daerah Provinsi Papua drs.TEA Herry Dosinaen, M.Si yang mengeluarkan disposisi menunjuk Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg. Aloysius Giyai, M.Kes dan Direktur RSUD Dok 2 Jayapura, dr. Yerry Msen, M.Kes untuk memfasilitasi tim melakukan pertemuan guna membahaas dan mengkaji permasalahan FK Uncen.

*) Hasil pertemuan dan kajian terkait permasalahan FK Uncen oleh tim yang ditunjuk Sekda Papua telah disampaikan dalam bentuk laporan dan rekomendasi tertulis kepada Gubenur Papua pada Juli 2014 lalu.

*) Dalam dua kali pertemuan tersebut, hadir sejumlah pemangku kepentingan yang juga turut memberikan catatan penting mengenai polemik FK Uncen, namun tidak ditampilkan dalam tulisan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun