Baca juga:Â Kewajiban Orangtua yang Harus Diketahui Sebelum Menikah
Ditolak Para Bidan Senior
Setidaknya ada dua bidan di dekat rumahku. Namun keduanya tergolong masih muda, sementara bidan langganan kami terkenal seantero kota sebagai bidan senior yang jarang gagal mengantarkan bayi dari rahim ke dunia.
Maka dari berbagai referensi, kami mendatangi bidan-bidan lain yang sekiranya selevel dengan yang batal membantu persalinanku.
Bidan pertama, secara usia lebih senior dari bidan langganan. Di rumahnya juga tersedia klinik, tapi memang jarang penuh. Ketika konsultasi, ia tak melakukan "pengecekan dalam" sama sekali. Yang ditanyakannya adalah biasa konsul ke mana? Dan kujawab apa adanya.
Bidan tersebut kemudian memberiku pil penguat rahim. Itu cuma cairan biasa, katanya. Aku pun berpindah ke bidan lain, karena menurut temanku, aku seharusnya berbaring di klinik, bukan ke sana kemari.
Di bidan kedua, pertanyaan yang sama diberikan. Selama kehamilan, konsulnya ke siapa? Lalu tanpa melakukan cek rahim, memberi sesuatu yang katanya dapat menahan rahim agar bayi tak keburu brojol. Tunggu saja bidan langgananmu pulang, kira-kira begitu pesannya.
Hal yang sama terjadi ketika tiba di bidan ketiga. Suami sudah memeriksa kamar dan akan melakukan pembayaran, namun bidan mengatakan bahwa aku belum akan melahirkan. Air yang terus keluar itu bukan apa-apa. Pulang saja dulu, lalu aku diberi pil lagi.
Sore hari, aku masih di rumah. Tak terpikir ke rumah sakit, karena sejak awal tak pernah ada keluhan. Setiap konsul rutin maupun USG, semua baik-baik saja. Hanya temanku yang perawat itu yang sibuk SMS dan telepon.
"Ke rumah sakit! Bidan itu salah semua, itu ketuban. Nanti anakmu biru, Tar!"
Salahnya dia gak bilang kalau biru itu bisa mati. Kupikir biru waktu kecil, besarnya ya normal. Dasar calon ibu kurang ilmu!
Akhirnya aku dan suami kembali ke klinik langganan (padahal disuruh ke RS). Di sana bertemulah dengan bidan pengganti yang langsung memeriksaku. Sayangnya, dalam melakukan pemeriksaan, dia terlalu lugu.