Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mengambil Hikmah dari Kisah Khulu' Pertama

3 Mei 2021   15:26 Diperbarui: 3 Mei 2021   15:34 5122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku kan ninggalin Mama karena patuh suami!" begitu kata Lili, nama samaran.

"Memangnya suamimu nabi!" jawab Yeye, nama samaran juga.

Aku mendengar kisah itu dari Mimi, samaran lagi. Kalau ada gibah syariah, mungkin ini termasuk di antaranya.

Mimi menceritakan tentang anaknya yang meninggalkan ia bersama cucu-cucu di rumah, demi suami yang tak mau serumah dengan mertua dan anak-anak sambung.

"Kenapa bawa-bawa Nabi?" tanyaku.

"Ya kan dia bawa agama, patuh sama suami," kata Mimi.

Sambil menganalisis, aku berpikir, dari mana memulai penjelasan terkait kepatuhan dan orang-orang yang melegitimasi syahwat atas nama agama?

Baca juga: Alasan Anak Jangan Dilarang Memanjat  

Habibah binti Sahl Menggugat Cerai

Sebagian ulama menyebut kisah ini adalah milik Habibah binti Sahl, sebagian lagi mengatakan Jamilah binti Abdillah bin Ubay bin Saluul. Terlepas dari siapakah shahabiyah yang dimaksud, kita tetap bisa mengambil pelajaran dari inti kejadiannya.

Katakanlah Habibah, ia mengadu kepada Nabi tentang suaminya, Tsabit bin Qois. Ibnu Abbas meriwayatkan:

"Bahwasanya istri Tsabit bin Qois mendatangi Nabi shallallahu 'alayhi wasallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, suamiku Tsabit bin Qois tidaklah aku mencela akhlaknya dan tidak pula agamanya, akan tetapi aku takut berbuat kekufuran dalam Islam.' Maka Nabi berkata, 'Apakah engkau (bersedia) mengembalikan kebunnya (yang diberikan sebagai mahar)?'

Maka ia berkata, 'Iya.' Rasulullah pun berkata kepada Tsabit, 'Terimalah kembali kebun tersebut dan ceraikanlah ia!'" (HR Al-Bukhari no 5373).

Habibah melakukan khulu' (minta cerai) karena khawatir tidak bisa melayani suami, sebab Tsabit bin Qois memiliki fisik yang jelek. Dalam riwayat lain dikatakan karena Tsabit memiliki watak yang keras, namun yang populer adalah perkara fisik itu. 

Peristiwa tersebut merupakan khulu' yang pertama terjadi dalam sejarah Islam, sekaligus menjadi landasan hukum yang diambil kaum muslimin.

Hukum asal istri meminta cerai adalah haram. Tapi Islam itu adil, apalah gunanya menikah kalau hanya untuk menderita. Maka cerai tetap bisa dijadikan alternatif, asal alasannya tidak menyalahi syariat. Adapun alasan yang syar'i untuk perempuan mengajukan cerai antara lain:

1. Jika suami sangat nampak membenci istrinya, tapi ia sengaja tidak menceraikan untuk menggantung status si istri.

2. Suami kasar terhadap istri, seperti suka menghina dan atau  memukul.

3. Suami tidak shalat dan atau suka bermaksiat, seperti mabuk, judi, zina, dll

4. Suami tidak menunaikan hak istri, seperti memberi nafkah, membelikan pakaian, serta kebutuhan primer lainnya, padahal ia mampu.

5. Suami tidak bisa menggauli istri dengan baik, misalnya karena cacat, tidak bisa melakukan hubungan biologis, tidak adil (jika poligami), dsb.

6. Jika istri sekali tidak membenci suami, namun khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya (seperti kisah Tasbit bin Qois di atas).

Kembali pada kasus Mimi, Lili, dan Yeye, aku sebenarnya ingin menyampaikan bahwa suami memang harus dipatuhi. Bukan karena dia nabi (kalau nabi, istrinya pasti bukan kita kita!) tapi karena memang diperintahkan begitu.

Baca juga: 6 Kesalahan Nabi Muhammad

Hanya saja aku terbawa suasana kesumat, melihat janda tua sakit-sakitan ditinggal bersama cucu. Mimi bukan nenek yang berada pada usia mengasuh cucu, melainkan orang tua yang butuh diasuh anak.   

"Tidak ada keharusan menaati perintah jika ia bermaksiat kepada Allah. Namun, keharusan taat itu berlaku dalam rangka berbuat kebaikan." (HR Bukhari dan Muslim).

Menelantarkan anak dan ibu kandung itu bagian dari maksiat. Entah kalau tanpa kuketahui suami Lili mengalami kerugian besar akibat mertua dan anak sambungnya, dan telah mengupayakan hal terbaik sebelum mengajak istrinya pergi.

Yang jelas, bahwa suami Lili ternyata tidak salat dak kerap melakukan kekerasan verbal pada istrinya, sebagian kulihat sendiri, sebagaian berdasarkan pengakuan Lili langsung padaku. Dengan demikian, seharusnya Lili melakukan khulu', bukan meninggalkan sang ibu.

Sayangnya Lili tidak membaca kisah Habibah binti Sahl atau Jamilah binti Abdillah bin Ubay, maupun kisah shahabiyah yang lain. Yang ia tau hanya secuil kalimat yang terlalu mengambang, bahwa dalam Islam istri harus patuh pada suami.

Padahal Islam juga memerintahkan umatnya untuk mencari ilmu, baik perempuan maupun laki-laki. Salah satunya supaya jangan dibodohi. Ngenes kan, dikasih dalil agama oleh orang yang tak paham dan tidak menerapkan ajaran agama.

sumber kisah dan dalil

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun