Maka ia berkata, 'Iya.' Rasulullah pun berkata kepada Tsabit, 'Terimalah kembali kebun tersebut dan ceraikanlah ia!'" (HR Al-Bukhari no 5373).
Habibah melakukan khulu' (minta cerai) karena khawatir tidak bisa melayani suami, sebab Tsabit bin Qois memiliki fisik yang jelek. Dalam riwayat lain dikatakan karena Tsabit memiliki watak yang keras, namun yang populer adalah perkara fisik itu.Â
Peristiwa tersebut merupakan khulu' yang pertama terjadi dalam sejarah Islam, sekaligus menjadi landasan hukum yang diambil kaum muslimin.
Hukum asal istri meminta cerai adalah haram. Tapi Islam itu adil, apalah gunanya menikah kalau hanya untuk menderita. Maka cerai tetap bisa dijadikan alternatif, asal alasannya tidak menyalahi syariat. Adapun alasan yang syar'i untuk perempuan mengajukan cerai antara lain:
1. Jika suami sangat nampak membenci istrinya, tapi ia sengaja tidak menceraikan untuk menggantung status si istri.
2. Suami kasar terhadap istri, seperti suka menghina dan atau  memukul.
3. Suami tidak shalat dan atau suka bermaksiat, seperti mabuk, judi, zina, dll
4. Suami tidak menunaikan hak istri, seperti memberi nafkah, membelikan pakaian, serta kebutuhan primer lainnya, padahal ia mampu.
5. Suami tidak bisa menggauli istri dengan baik, misalnya karena cacat, tidak bisa melakukan hubungan biologis, tidak adil (jika poligami), dsb.
6. Jika istri sekali tidak membenci suami, namun khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya (seperti kisah Tasbit bin Qois di atas).
Kembali pada kasus Mimi, Lili, dan Yeye, aku sebenarnya ingin menyampaikan bahwa suami memang harus dipatuhi. Bukan karena dia nabi (kalau nabi, istrinya pasti bukan kita kita!) tapi karena memang diperintahkan begitu.