Menyimak tulisan Adolf Isaac Deda yang kemarin jadi Artikel Utama, aku tertarik membahas pagar yang lebih ngeselin ketimbang pagar/tembok tinggi tertutup. Karena pada dasarnya, tembok yang lebay hanya memberi efek buruk pada pemiliknya sendiri. Dianggap sombong, antisosial, dll.
Aku sendiri tidak termasuk yang menganggap pemilik pagar lebay sebagai pribadi yang sombong. Terserah mereka saja, hidup hidup mereka. Kecuali jika ybs adalah keluargaku, akan kusarankan untuk tidak begitu. Khawatir jika terjadi sesuatu di dalam, tetangga tidak bisa membantu.
Baca juga: Budi Tak Dibalas, Utang Tak Dibayar
Pagar Sekadar Pembatas
Seorang senior pernah begitu menggebu-gebu menyampaikan pendapat. Betapa mengherankan baginya, orang-orang yang rumahnya dipagar. "Kita yang punya rumah, kita pula yang takut dengan orang luar. Hidup kayak dipenjara."
Aku tak menimpali. Kupikir itu faktor ia lahir dan dibesarkan dalam rumah berpagar. Ia merasa terpisah dari lingkungan, dan itu membuatnya tak nyaman. Sehingga kini setelah memiliki rumah sendiri, ia memenuhi hasrat memiliki rumah tanpa pagar sama sekali.
Hal yang sama dilakukan senior lain. Ketika di perumahan tempat ia tinggal semua orang membuat pagar, ia sendiri tidak. Alasannya sederhana, ingin menyatu dengan masyarakat. Padahal masyarakat masing-masing sudah memberi batas dengan pagar mereka, hehe.
Tak lama setelah heboh sendiri dengan opininya tentang pagar, senior yang menganggap orang yang rumahnya berpagar hidup dalam penjara, bercerita bahwa barang-barang yang ia kumpul di depan rumah lenyap entah dibawa siapa.
"Ada koran yang sudah Kakak rapikan, itu lembar khusus yang mau dikliping. Islam Digest. Kakak susun di depan pintu pas beres-beres. Sekali keluar mau ambil lagi, hilang! Duh, nyesel. Ngumpulinnya bertahun-tahun, pas mau eksekusi malah disambar orang."
Pengin kubalik ucapannya yang dulu soal pagar, tapi sudahlah. Masa orang sudah susah malah ditambahi beban lagi.
Ketika aku datang ke rumah senior kedua yang sempat antipagar, ternyata rumahnya sudah dipagar. Ia berkisah, sepeda anak-anaknya lenyap padahal diletakkan di dekat pintu. Oh iya, sepeda anakku juga sempat hilang ketika diletakkan di samping rumah. Untungnya ditemukan teman anak-anak, di rumah orang yang berada di luar perumahan. Minjem kok gak bilang-bilang!
Senior kedua lebih bijak. Ia kemudian membuat pagar tanpa perlu bersikeras dengan prinsip pagar adalah penjara. Ukurannya rendah saja, dan tidak dilapis.Â