Aku mengenalnya sebagai orang yang religius. Tapi setiap diskusi di grup, selalu saja candaannya nyerempet-nyerempet ke hal cabul. Kata teman, itu biasa. Semua laki-laki begitu.
Bahkan temanku pernah memperlihatkan bahan banyolan mesum yang katanya lucu, dari si religius itu.
"Dia itu kenapa kalo bercanda harus selalu cabul? Kurang bahan atau isi otaknya cuma itu?" responsku kesal.
"Niatnya kan menghibur."
"Bagi kalian lucu, bagi perempuan itu menjijikkan. Kadang bahan kalian itu juga melecehkan perempuan!" tegasku.
Temanku pun mengakui, bahan candaan si religius gak cocok untuk perempuan. Untungnya di grup mereka memang tidak ada anggota perempuan, setauku.
Biasanya laki-laki sungkan untuk bercerita hal jorok jika ada perempuan di sekitarnya. Tapi anehnya, ada perempuan yang mau-maunya meladeni candaan tak berbobot itu, bahkan di ruang publik. Persis seperti yang kualami di awal.
Yang sudah ya sudahlah ya. Cuma ingin berpesan, kalau memang laki-laki tidak bisa menghindari hal-hal demikian, sebaiknya perempuan tidak ikut sok terhibur demi menyenangkan hati mereka. Tidak ada untungnya, Mak!
Kita pikir kita dianggap pribadi yang asik, padahal di mata sebagian besar dari mereka, kita diukur murah. Kerap kali pelecehan terhadap perempuan dilakukan di depan mata perempuan itu sendiri. Tapi kita tidak menyadari, bahkan lebih parah, memperolok kaum sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H