Aku tidak mengenalnya. Bahkan sampai sekarang, jika mengingat ceritanya, aku harus berpikir keras lagi, siapa ya nama ayuk itu? Ayuk adalah sapaan akrab perempuan yang lebih tua. Biasa diucapkan masyarakat Jambi dan Sumsel.
Ceritanya sih tidak unik, justru sebaliknya, terlalu pasaran, bahkan mirip sinetron. Anggaplah namanya Kembang, biar lebih cewek. Kalau kembung, pasti masuk angin. Bukan, itu nama ikan yang ternyata gizinya lebih banyak dari salmon. Halah.
Yuk Kembang bercerita, entah pada siapa. Waktu itu kami duduk berjajar di sebuah rumah, dalam rangka gotong-royong acara pernikahan. Berjarak satu orang dariku, suara Yuk Kembang mungkin kedengaran sampai rumah tetangga. Jadi wajar telinga mudaku bisa mendengar dengan jelas, insting kompasianerku bangkit!
"Aku ketemu dio di acara itu ha. Abis acara dikenalinlah kami samo ayuk itu. Abis tu seringlah dio datang, ngajak jalan. Entah bodoh nian aku, sir nian aku samo dio sampe mau diajaknyo kawin lari."
Semua orang khusyuk mendengarkan. Mana ada emak-emak tak tertarik kisah begini. Minimal bisa jadi bahan bersyukur, suami di rumah tak segila suami Yuk Kembang.
"Sakit nian hati aku kalo ingat dio. Kerjo sehari, abis tu tidur-tidur dio tigo hari. Malasnyo setengah mati! Tiap pagi emaknyo ngantar nasi untuk sarapan anaknyo. Sebungkus dikasihnyo! Untuk anak dio bae, menantu samo cucu ni dak masuk hitungan. Belum lagi kalo aku ke rumah keluarganyo, jadi pembantu. Semua digawein tapi aku dak ditoleh."
Aku yakin, kepala pendengar lain juga pasti berkecamuk. Siapa yang paling bersalah?
"Aku nak ngadu ke keluarga aku, dak mungkin. Salah aku dewek mau kawin samo dio. Entahlah, mati nian aku hidup samo dio. Nyesal nian aku ketemu dio."
Baca juga:Â Menikah Tanpa Cinta, Yakin?
Kawin Lari
Mendengar kata kawin lari, aku selalu terbayang penghulu yang berlari-lari mengejar pasangan pengantin. Jelas bukan itu maknanya, tapi siapa yang bisa menyalahkan imajinasi?
Imajinasi berbeda dengan impian. Aku tidak berharap ada atlet maraton yang jadi petugas KUA, sementara Yuk Kembang memiliki mimpi yang lebih terkesan sebagai buah imajinasi. Ia berharap, tapi hasilnya tak sesuai harapan. Karena upayanya juga tak seimbang.