Dibilang lucu gak juga, apalagi kalau moodmu sedang gak bagus. Bisa jadi dua pengalamanku ini malah terasa garing. Tapi kita coba dulu ya!
Pertama, waktu aku dan teman-teman pegiat dan penggiat literasi berangkat mengikuti bimtek. Setiap naik pesawat, jujur aku tidak menikmati. Pemandangan langit memang indah, tapi berada di ketinggian rasanya penuh kekhawatiran. Kalau dituruti bisa overthinking. Â
Meski kurasa tak ketara, sepertinya tidak begitu dengan wajahku. Tiap duduk di pesawat, kupandangi awan untuk menghibur hati. Sambil zikir tentunya. Kalau perjalanannya panjang, kubawa tidur saja. Alih-alih melihat pemandangan, yang biasanya kulakukan jika bepergian dengan mobil atau bus. Â
Tanpa maksud membercandai kecelakaan pesawat yang baru terjadi. Kali itu, teman yang posisi duduknya selalu di sebelahku ternyata lebih takut daripada aku. Setiap naik pesawat, ia membaca Yasin dengan suara yang tak bisa disebut pelan.
Baca juga:Â Seleramu Norak!
Empat kali kami naik pesawat untuk acara tersebut, empat kali pula ia mengeluarkan buku Yasin kecil. Hanya pada kali keempat ia cuma membuka-buka buku itu dan sesekali membaca tahlil dengan suara yang lebih kecil. Aku sendiri lebih banyak tidur.
Saat kami masih di bandara, menjelang perpisahan. Salah seorang teman bertanya pada teman yang rajin ngaji itu. "Kakak ngapo dak ngaji pas terakhir tadi?" katanya sambil tertawa kecil.
Yang ditanya senyum-senyum saja.
"O, jadi yang ngaji tiap pesawat naik tu Kak L yo? Aku kiro Tari!" kata teman yang lain lagi. Ia memang selalu berposisi di depan atau belakang kami.
Padahal sudah kutekan rasa takutku agar tak ketara, ternyata masih terlihat. Malah bonus terfitnah lagi. Untung menjelang berpisah, teman tadi sempat menggodak Kak L. Jadi namaku berhasil "dibersihkan".
Peristiwa kedua, terjadi sekira 10 tahun lalu. Malam ketika aku hendak melahirkan si sulung. Saat itu aku dilarikan dari klinik bersalin ke rumah sakit karena kehabisan ketuban.
Persalinan tidak bisa dilakukan secara normal, harus lewat sectio caesarea. Menjelang dokter datang, aku diberi infus dan dibaringkan di ruang UGD bersama pasien lainnya, berbatas tirai saja.
Malamnya, pasien semakin banyak, tapi suasana makin hening. Seorang bapak di sebelahku tertidur, sepertinya lelah sekali. Ia ngorok kencang luar biasa. Aku tak bisa tidur, memikirkan diri akan dioperasi, hal yang belum pernah kualami sebelumnya.
Baca juga: Ini Loh Kisah Lengkap Lahirannya!
Lalu  kudengar pasien lain dan kerabatnya berbisik-bisik di bilik sebelah. Aku berada di antara mereka dan si bapak yang tidur.
"Suaro apo tu?"
Kutebak, pasti mereka terganggu dengan suara ngorok si bapak.
"Ibu sebelah ni ha, nak melahirkan," balas yang lain. "Tedok kayaknyo."
"Besak nian ngoroknyo."
"Iyo."
Aku terlalu sedih untuk menyahut mereka. Bahkan sekadar berdehem pun tak terpikirkan. Kutoleh si bapak yang wajahnya nampak dari tempatku. Memang enak sekali tidurnya. Bikin iri, sekaligus bikin fitnah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H