Kekurangannya, menurutku. Hujan Bulan Juni terlalu bertele-tele. Mungkin karena aku tipikal tak romantis. Mereka jalan-jalan terus, obrolannya itu-itu saja. Hujan puisi di banyak adegan, untung puisinya bagus-bagus, jadi gak bikin sebal kayak joget India di tengah cerita.
Aku seperti ingat pemeran Sarwono, ternyata Adipati Dolken. Tampangnya agak beda dari penampilan di film-film lain. Betul-betul mendukung akting yang bagus sebagai orang Jawa. Pingkan sudah kubaca diperankan siapa, tapi namanya sulit diingat dan diketik. Padahal copas gampang, tapi linknya sudah keburu ditutup. Benar-benar artikel review yang buruk.
Kalau nonton film bagus (versiku), biasanya film psikologi atau detektif, aku tidak mau melewatkan tiap adegan. Malah yang belum kupahami, kumundur untuk mencari tau. Tapi pada film Hujan Bulan Juni, aku berkali-kali memajukan untuk tau lebih cepat. Dengan siapa sih akhirnya si Pingkan?
Barangkali kalau novelnya kubaca, akan kunikmati pelan-pelan juga tiap kalimatnya. Mengingat bagaimana indahnya rajutan kata sang pujangga, Sapardi Djoko Damono.
Baca juga: Cerpen Psikologi Keluarga
Sempat sebal waktu Sarwono mati, lebih sebal lagi karena ternyata tidak mati. Kejutannya mengawang, butuh imajinasi plus cari-cari alasan logis untuk menghubungkan bunyi tut di rumah sakit dengan kehadiran Sarwono di Jepang.
Kupikir Sarwono yang muncul belakangan itu hanya ilusi Pingkan karena kelewat cinta. Dia menikah dengan puisi (pikirin sendiri!) sedangkan Sarwono yang selalu bersamanya, hanyalah kenangan yang dibentuk oleh imajinasi dari kekuatan cinta. Ternyata akunya yang kejauhan mikir.
Malah sempat terpikir juga yang muncul itu jin Qorin, "kembaran" Sarwono yang membersamainya seumur hidup, jadi paham gerak-gerik dan keseharian pemuda itu. Pasti jadi film horor.
Bisa juga Pingkan jadi pengidap gangguan mental, merasa Sarwono selalu ada bersamanya dan mengajak Pingkan ikut ke dunianya. Endingnya mati juga, entah jadi kayak Romeo Juliet atau Inception.Â
Kalau aku yang nulis, kunikahkan saja Pingkan dengan Baim Wong. Lupa aku, jadi siapa dia di sana. Pokoknya sepupu Pingkan. Lebih realistis, dan pasti ngeselin pembaca/penonton.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H