"Ini ruang AC!" larangku.
"Ya AC-nya dimatikan, Non!" titah Mia. Dan bodohnya, kuturuti. Kumatikan AC kamar, lalu membuka jendela.
"Aku pulang dulu ya, misiku selesai," kucoba sedikit bercanda. Kupikir yang Mia tau memang hanya ini, memastikan ia sudah pindah ke tempat kos baru. Di lingkungan yang lebih baik, dan tempat yang lebih bersih. Lebih mahal juga, tentunya. Boby yang bayar.
"Masa sih, Boby gak minta kamu cari tau lebih dalam tentang aku?"
Kucoba putar otak, jawaban apa yang harus kuberi untuk mengelak. Nyatanya memang itu misi lainnya.
"Oke, rokoknya kumatikan. Kamu alergi asap, ya?" Mia melempar keluar rokok yang masih panjang. Begitu saja. Membuatku melongo dengan tingkahnya. "Ke selokan, kok! Gak bakal kebakaran!
Kamu mau aku buka baju, untuk buktikan ucapan temanku tadi?"
Aku refleks menggeleng.
"Tato mah gak aneh, aku kan anak bejat! Udah gak perawan, pernah mabok. Baru inget salat belakangan ini, itu pun bolong-bolong."
Jujur aku tak terkejut. Sejak bulan lalu, secara bertahap aku mengetahuinya. Tapi kupilih tetap mendengarkan pengakuan Mia. Aku urung keluar.
"Kamu kira aku anak broken home? Nggak. Keluargaku utuh, tapi aku berbeda dengan mereka. Aku gak bisa akting."