Jadi dalam kegelapan, aku menuju kantor lurah. Sebelum tiba di sana, muncul bayangan hitam dari dalam gang sebelah kanan kantor.
Bentuknya menyerupai manusia, hitam kebiruan, berjalan pincang tapi kencang. Karena kaget ia tiba-tiba muncul, maka aku beristighfar. Lucunya, bayangan itu yang seolah gantian kaget. Ia berbalik, lari kencang (lebih mirip bayangan yang terbang), masih dalam keadaan terpincang-pincang.
Kulanjutkan perjalanan menuju telepon umum di kantor lurah. Ketika panggilan tersambung, temanku terheran-heran, "Kau ngomong apo, Tar? Malam-malam gini kok nelpon."
Setelah telepon ditutup, aku baru agak sadar. Aku ini ngapain sih! Lalu pulang begitu saja.
Tiba di rumah, Bapak membukakan pintu. "Ngigau kan?" katanya sambil terkekeh.
Kocaknya aku punya orangtua. Tau anaknya ngigau dibiarkannya aku keluar hampir jam sepuluh malam. "Ketemu hantu dak di kelurahan? Di situ kan orang sering nampak," ujar Bapak masih cengengesan.
Kuingat-ingat bayangan tadi. Ya sih, mana ada manusia, apalagi pincang, bisa bergerak sekencang itu. Sangat ringan. Â
"Tadi di gang tu ado orang pincang lewat, tapi cepat nian jalannyo. Malah kayak terbang, tapi terbang kok pincang-pincang," balasku sambil mengingat-ingat.
"Iyolah itu hantu. Berarti besok pagi rame warung kito!" kata Bapak kegirangan.
Aku lanjut tidur, besok sekolah. Bapak menonton TV dengan hati senang. Paginya entah bagaimana kabar warung, aku tak cerita soal bayangan di kantor lurah pada siapa pun.
Kesimpulan
Ini analisisku secara pribadi. Barangkali tempat yang dimaksud memang merupakan basecamp-nya para jin gabut. Semakin disebut orang, semakin ramai mereka di sana.