Anakku lapor, "Tiap Kakak ke situ, pasti ditanyo, 'Ummi lagi apo?' Kakak bilang lagi nulis. Katonyo, 'Kok nulis terus!'"
"Jadi Kakak jawab apo lagi?" tanyaku.
"Dak Kakak jawab lagi. Emang mau dijawab apo?"
"Ya jawablah, nulis itu kerjaan Ummi. Kalau Ummi tukang jualan, ya duduk di pasar."
"Ah panjang. Taulah Bunda tu," balas si kakak lagi sambil lalu.
Menyambungkan dua webinar yang kuikuti berturut-turut kemarin. Satu oleh sebuah aplikasi, dengan topik mengisi waktu selama pandemi. Narasumbernya seorang CEO penerbitan dan seorang novelis. Keduanya laki-laki.
Dilanjutkan ke kanal Kompasiana, bincang-bincang bersama trio kompasianer; Tjiptadinata Effendi, Katedrarajawen, dan Rustian Al Ansori. Yang ketiganya juga laki-laki.
Orang-orang belum tau apa nikmatnya menulis. Seharusnya admin mengundang satu perempuan dong! Bukan emansipasi, atas nama keadilan, atau apa pun. Kalau laki-laki banyak menulis, itu biasa.
Karena mereka tidak dibebani pekerjaan rumah. Barangkali hal itu yang membuat tetanggaku heran, masak emak-emak kerjanya nulis terus!
Aku tidak akan membela diri. Standar keperempuanan setiap orang memang berbeda-beda. Juga soal bersih dan rapinya rumah.
Baca juga: Jangan Pakai Tanda Seru Lebih dari Satu!