Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Emak-emak kok Nulis Terus!

25 September 2020   20:42 Diperbarui: 25 September 2020   21:04 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tetangga (youtube/Ravacana Films)

Anakku lapor, "Tiap Kakak ke situ, pasti ditanyo, 'Ummi lagi apo?' Kakak bilang lagi nulis. Katonyo, 'Kok nulis terus!'"

"Jadi Kakak jawab apo lagi?" tanyaku.

"Dak Kakak jawab lagi. Emang mau dijawab apo?"

"Ya jawablah, nulis itu kerjaan Ummi. Kalau Ummi tukang jualan, ya duduk di pasar."

"Ah panjang. Taulah Bunda tu," balas si kakak lagi sambil lalu.

Menyambungkan dua webinar yang kuikuti berturut-turut kemarin. Satu oleh sebuah aplikasi, dengan topik mengisi waktu selama pandemi. Narasumbernya seorang CEO penerbitan dan seorang novelis. Keduanya laki-laki.

Dilanjutkan ke kanal Kompasiana, bincang-bincang bersama trio kompasianer; Tjiptadinata Effendi, Katedrarajawen, dan Rustian Al Ansori. Yang ketiganya juga laki-laki.

Orang-orang belum tau apa nikmatnya menulis. Seharusnya admin mengundang satu perempuan dong! Bukan emansipasi, atas nama keadilan, atau apa pun. Kalau laki-laki banyak menulis, itu biasa.

Karena mereka tidak dibebani pekerjaan rumah. Barangkali hal itu yang membuat tetanggaku heran, masak emak-emak kerjanya nulis terus!

Aku tidak akan membela diri. Standar keperempuanan setiap orang memang berbeda-beda. Juga soal bersih dan rapinya rumah.

Baca juga: Jangan Pakai Tanda Seru Lebih dari Satu!

Orang lain butuh makan, aku pun sama. Tapi ada yang memenuhi kebutuhan makannya dengan masak sendiri, ada pula dengan beli. Itu bukan urusan siapa-siapa to? Beli pakai duit sendiri. Makan pun tak pakai mulut orang.

Suamiku bahkan berniat membuatkan bangunan terpisah dari rumah, agar aku lebih fokus menulis dan tak terganggu apa pun. Katanya biar seperti Kang Abik atau Boim Lebon.

Menurut yang beliau baca, kedua penulis tersebut memiliki ruang tersendiri yang memisahkannya dari anggota keluarga lain. Pada "jam kerja", mereka tidak boleh diganggu sama sekali.

Menurutku masalahnya bukan di situ. Kalau aku terpisah dari anak-anak, justru anak-anak yang merasa merdeka. Aku yang khawatir, mereka sedang apa.

CEO itu, sang novelis, trio kompasianer, maupun Kang Abik dan Boim Lebon, serta bapak-bapak lainnya, kemungkinan besar bisa terus menulis dengan tenang karena tau anak-anak mereka baik-baik saja bersama ibunya.

Sementara aku tak punya keyakinan yang sama jika anak-anak bersama bapaknya, atau malah hanya berdua saja. Minimal seperempat isi dunia pasti setuju dengan pendapatku.

Jadi intinya apa sih?  

Aku ini sebenarnya pengin ngomel sekaligus pamer. Karena anakku akhirnya protes juga, "Kenapa sih Ummi dak kayak mamak-mamak kawan kami? Mereka duduk-duduk di luar, ngobrol-ngobrol ...."

Tak mungkin kan kubilang, mamak-mamak itu tidak dibayar untuk duduk-duduk dan ngobrol. Waktu si adik TK, ia pun pernah minta aku duduk di sekolah menungguinya. Sebagaimana yang dilakukan ibu-ibu temannya.

Aku tidak lebih baik dari para mamak itu, begitupun sebaliknya. Semua perempuan berhak mencari kebahagiaannya sendiri.

Kalau dituruti. Meski introvert, aku pun masih ingin kumpul bersama teman seide. Bikin pizza bareng walau bolak-balik gagal.

Atau ngobrolin apa saja ditemani air putih dan pempek, bakso bakar, tahu krispi, rujak jambu bangkok, bakwan, cireng, ....

Baca juga: Daripada Ngegosip, Mending Baca Cerpen

Tapi aku muak dengan pandemi ini. Menahan diri untuk tidak keluar kecuali urusan yang sangat penting adalah salah satu upayaku memutus rantai penularan covid-19.

Dan nanti, setelah virus corona benar-benar kehabisan inang, aku juga belum tentu duduk-duduk ngobrol seperti mamak-mamak kebanyakan.

Insyaallah aku akan terus menulis. Sambil mendengar adu mulut dua anakku, menjaga agar tak berakhir dengan adu jotos. Masih akan sering di depan laptop, meski ayam memorakporandakan sampah yang sudah capek-capek kusapu.

Akan menunggu dengan sabar oleh-oleh suami, apa pun yang dibelikannya untuk makan siang dan malam kami.

Tak masalah tetangga bertanya-tanya, kok nulis terus? Barangkali di situlah sumber kebahagiaannya. Sebagaimana aku bahagia, menjaga imun dan kewarasan di balik laptop, di antara meja dan buku yang kerap berserakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun