Tapi teman kontakku itu jelas lebih ngawur ketimbang Jerinx. Sebab musisi asal Bali itu berkicau di bulan Juni, yang ketika itu kasus covid "tidak separah" (dengan kutip!) sekarang. Bandingkan dengan beberapa hari ini, suasana terasa makin mencekam. Kok bisa-bisanya masih berprasangka buruk pada sekian miliar manusia di dunia?
"Corona hanya berita kosong, halu, sampai kamu atau keluarga dekatmu yang terinfeksi." Begitu lebih kurang postingan salah seorang warganet Twitter yang muncul di lini masaku.
Baca juga:Â 5 Tempat yang Sudah Tak Aman Sebelum Pandemi
Ia menceritakan tentang kakak iparnya yang demam tinggi, tidak batuk, tapi positif corona setelah di-swab. Warganet ini sebenarnya tengah mengeluhkan gugus tugas yang menurutnya tak berguna.
Lain lagi kisah teman di komunitas. Istrinya yang seorang tenaga medis harus mencuci masker N95, itu karena kurangnya APD di rumah sakit tempat ia bertugas. "Tolonglah berempati," rengeknya. Menyesalkan komentar warganet lain yang lagi-lagi menganggap remeh corona dengan covidnya.
Aku setuju bahwa pemerintah memang nyeleneh dengan gelontoran dana besarnya untuk influencer, tapi tidak kemudian semua yang postingannya seolah pro pemerintah lantas adalah orang bayaran.
Lalu warganet yang terinfeksi corona tapi memprotes pemerintah (seperti warganet Twitter yang kesal pada gugus tugas), dibayar siapa?
Balik lagi ke kasus Jerinx. Dari sederet postingan medsos kontroversialnya, selalu ada yang membela. 124 ribuan orang bukan angka yang kecil. Kecuali jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang 260 juta lebih.
Jadi kalau dari 260-an juta orang, ada 124 ribuan yang ingin Jerinx dibebaskan. Sisanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H