Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerai Gara-gara Pandemi, Ayo Aja!

4 September 2020   21:47 Diperbarui: 4 September 2020   21:43 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adrien Ledoux on Unsplash

Seorang kawan ditanya temannya, ia lalu menanyakan lagi pertanyaan itu padaku. Temannya yang bertanya itu ... ribet ya.

Gini deh, seseorang bernama Bunga (biasa, samaran) ribut dengan suaminya. Ia dijemput paksa sang suami dari rumah orangtua.

Di depan keluarga, Bunga dimarahi suaminya. Salah satu ucapan sang suami (menurut versi Bunga) begini: "Biakpun Mak kau mati, kalo aku dak ngizinin kau keluar, dak boleh kau keluar!"

"Gimana tuh, Kak?" tanya teman Bunga padaku.

Sama sekali tanpa analisis atau apa pun, refleks saja aku bertanya, "Suaminya salat?"

"Ndak," jawabnya.

Baru sadar, pertanyaan yang secara refleks muncul itu karena keherananku. Bisa begitu tak beradabnya seorang menantu; tak punya agama, tak pernah sekolah, atau salah gaul sejak lahir?

Lebih mengherankan lagi setelah pertanyaanku dijawab. Tidak salat tapi bawa-bawa agama, durhaka kuadrat.

Tahulah kita, tentu suami Bunga hendak menjadikan salah satu kisah islami sebagai legitimasi kemarahannya. Saking sedikit pengetahuan, dia menggali-gali tapi tak tergali hujjah yang tepat. Asal comot, yang penting bau-bau dalil.

Tak perlu kubedah tentang kisah tersebut, tak paham juga. Yang jelas meski yang diucapkan suami Bunga mungkin benar, tapi sebagai yang tak salat, tak pantas ia berkata demikian.

Orang semacam inilah yang membuat hukum agama terkesan ngawur. Seolah timpang pada pihak laki-laki, yang membuat orang yang sama tak mengertinya ikut salah menyimpulkan.

Hak Laki-laki Seimbang dengan Tanggung Jawab Dunia-Akhiratnya

Perlu kusampaikan sebelumnya ya, aku bukan ahli agama atau urusan rumah tangga. Tapi mungkin karena aku doyan nulis, sedangkan menulis itu butuh banyak membaca, jadi dikira orang aku banyak mengerti. Sehingga banyaklah yang bertanya soal ini itu padaku.

Memang disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan. Tapi ayat tersebut tidak berhenti pada kalimat itu saja, ada sebab kenapa laki-laki adalah pemimpin, yakni mereka memberi nafkah.

Jadi kalau masih doyan numpang makan dari gaji istri please-lah jangan ngayal jadi pemimpin.

Berikutnya, pemimpin bukanlah penguasa. Kamu mungkin sudah kenyang dengan artikel yang membahas beda boss dan leader. Kira-kira seperti itulah.

Laki-laki bukan berhak memimpin tapi berkewajiban memimpin istri dan anaknya menuju visi hidup sesungguhnya. Yang muslim tentu tahu tujuan ia diciptakan, buka 51: 56.

Betul bahwa seorang suami punya hak yang besar terhadap istrinya, itu karena kewajibannya besar pula. Seorang bapak boleh tenang setelah menikahkan anak perempuannya, karena sejak akad, dosa si anak ditanggung suaminya.

Laki-laki Terbaik

Suami Bunga harusnya lebih banyak membaca sebelum asal ngamuk. Ada dalil shahih yang sebaiknya ia cerna sebelum beraksi di hadapan mertua.

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku." (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Nabi mengklaim bahwa beliau yang terbaik, betul! Tujuannya agar para suami meniru beliau. Langsung kepikiran poligami? Aku berani handstand, kamu pasti gak sehebat Nabi!

Nabi lembut pada istri, gak bossy, penyayang tapi tegas. Yang jelas, jika istri-istri beliau ditanya tentang suaminya, jawabannya selalu positif.

Coba bayangkan kalau tetangga bertanya tentang keseharianmu pada istri, kira-kira dijawab apa? Hm.

Asy Syaukani menjelaskan tentang hadis itu dengan penegasan, suami yang baik pada orang lain tapi aniaya pada istri adalah mereka yang terhalang dari taufik Allah.

Perempuan Berhak Mengajukan Talak

Pandemi kali ini membuat banyak rumah tangga goyah. Faktor ekonomi, KDRT, perselingkuhan yang akhirnya ketahuan, dll, menjadi penyebab.

Pada dasarnya corona berhasil menunjukkan siapa kita yang sebenarnya. Yang dulu sebelum menikah berjanji susah senang bersama, waktunya membuktikan. Yang katanya selalu rindu jika sedang bekerja, ternyata malah muak karena 24 jam bersama.

Kembali kepada poin pertama, besarnya hak suami terhadap istri. Jika para perempuan merasa berat untuk terus berbakti selama pandemi ini, maka cerai adalah solusinya.

Sesederhana itu? Iya. Meski hak talak ada di suami, tapi kalau kamu punya alasan syar'i untuk berpisah, boleh saja kok. Namanya khulu', yaitu istri memberi sesuatu kepada suami agar menceraikannya.

Kalau ketika pandemi kamu baru sadar bahwa suamimu selama ini punya selingkuhan, dan karena itu kamu merasa jijik setiap satu kasur dengannya, itu tentu menghalangimu untuk berbakti. Ya sudah, pisah saja.

Kalau suamimu di masa pandemi ini keenakan gak kerja, menunggu bantuan sembako dari kelurahan, berharap transferan dari negara, dan lupa cara mencari nafkah. Yang itu membuatmu berat memenuhi permintaannya, ya pisah saja.

Tapi ... para ahli di seluruh dunia terus berupaya mencari solusi untuk menghentikan covid yang menjajah kita. Optimislah bahwa pandemi akan segera berlalu. Dan setelah itu, apa kamu akan dapat ganti yang lebih baik?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun