Meski bukan orang Minang, seringkali kita paham mana artis yang benar bisa bahasa Minang atau tidak. Mana yang logat Jawanya dipaksakan, mana yang E ala Indonesia Timur-nya kurang pas. Jadi sebaiknya jika ingin mengangkat suatu daerah, berdayakanlah sumber daya, terutama masyarakat yang ada di daerah tersebut.
Hal lain yang menarik dari Tilik adalah latarnya. Kreatif sekali tim yang menjadikan perjalanan di atas truk sebagai latar sepanjang cerita. Lengkap dengan drama muntah dan kebeletnya.
Di awal cerita, penonton pasti lebih banyak ngakak daripada sebal melihat tingkah Bu Tejo. Sengaja tidak kuulas jalan ceritanya, biar pembaca meluncur sendiri ke kanal di Youtube sana. Insyaallah jauh lebih menarik daripada video prank ala hamba adsense.
Terakhir, ada yang luput dari para penonton dan warganet yang hilir mudik di linimasaku. Ketika mereka sibuk menilai Bu Tejo dan Dian. Menyalahkan Bu Tejo atau memakluminya. Mengasihani Dian atau coba-coba cari pandangan lain. Aku kok malah kasihan dengan Yu Ning.
Menjadi satu-satunya orang yang "lurus" sepanjang film. Berinisiatif menjenguk Bu Lurah yang sakit, mengkoordinir, menolak fitnah, .... Di ujung kisah, ia dibully. Sudahlah karet antikebeletnya gak mempan, petuahnya tak dianggap. Eh ujung-ujungnya nangis sendirian!Â
Karena filmnya pendek, jadi Bu Tejo belum sempat mendapatkan balasan dari perbuatannya. Rumangsamu sinetron azab!Â