Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anakmu Manja Nggak Sih? Cek di Sini!

13 Agustus 2020   17:46 Diperbarui: 13 Agustus 2020   17:56 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kesepakatan tak tertulis dalam lingkar pertemanan kami dulu. Jika membawa anak, pastikan si bocah tidak memecah konsentrasi saat kajian, apalagi ketika rapat tengah berlangsung.

Sudah jadi kebiasaan kami, bila anak rewel, angkat ia menjauh, lalu selesaikan "urusan" di luar forum. Jika si anak sudah besar, diminta bermain bersama teman-temannya, memisah dari lingkaran emaknya.

Tapi hal yang sama tak terjadi di pertemanan berikutnya. Salah satu teman kerap membawa anak yang jika orang tengah bicara, ia ikut bicara. Jika ibunya yang bicara, ia tutup mulut emaknya.

Ketika ingin sesuatu, si anak berteriak. Diminta bermain bersama anak lain, ia menolak. Sekalinya bersedia main, sebentar saja sudah berkelahi dan menguasai apa yang bukan miliknya.

Kupikir hanya aku yang terganggu dengan sikap si anak, jadi demi pencitraan, kutahan-tahan saja perasaanku.

Baca juga: Jangan Minta Duit, Mak! Minta Ini Saja

Sampai kemudian, seseorang yang dikenal lebih kalem di antara kami, suka menyapa anak-anak, secara refleks berubah air mukanya ketika anak tadi untuk yang kesekian puluh kali berulah.

Setelah bertahun-tahun merusak forum, baru si emak sadar, kalau kami semua terganggu dengan sikap anaknya. Dan aku pun senang, ternyata perasaan tergangguku sebenarnya normal.

Memang, sampai usia 7 tahun, anak adalah raja. Demikian kata Ali bin Abi Thalib. Tapi mereka tetaplah anak yang mesti diluruskan jika salah, bukan raja sebenarnya yang jika kamu menegur, lalu kamu dipancungnya.

Mereka polos, orangtua yang berperan memberi motif. Kita jadi contoh, ajak ngobrol, dll. Bukan membiarkan mereka bersikap semaunya, dengan dalih "namanya juga anak-anak!"

Kukutip dari brightside.me (21/11/19), kita sebenarnya telah membentuk anak menjadi manja dan semaunya jika mereka melakukan beberapa hal berikut:

1. Dia fasih mengucapkan terima kasih pada orang lain, tapi tidak melakukan yang sama jika orangtua atau saudara yang memberi sesuatu padanya. Entah itu memberi barang, makanan, atau bantuan.

Menurut psikolog, ucapan terima kasih yang disampaikan anak-anak adalah sesuatu yang refleks sebagai respons atas hal baik yang ia terima.

Artinya, jika dalam lingkar keluarga ia tidak memiliki refleks yang sama, maka anak tersebut menganggap hal baik yang ia dapat dari keluarga terdekat hanyalah sesuatu yang biasa.

Di masa yang akan datang, anak-anak dengan sikap seperti ini bisa menjadi pribadi yang kurang bersyukur dan tidak menghargai keluarga.

2. Anak tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga yang sederhana.

Ketika guru mengirim tugas untuk si adik, kukatakan bahwa bungsuku sedang menyapu halaman. Semoga beliau tidak menganggap aku tengah mengeksploitasi anak. Sebab memiliki skill rumah tangga adalah hak anak, laki-laki maupun perempuan.

Masih menurut sumber yang sama, anak usia 3 tahun sudah bisa membereskan mainannya sendiri. Pada usia 5 tahun, mereka dapat membantu pekerjaan kecil. Di usia 10, anak sudah bisa menyiapkan makan malam untuk seluruh keluarga.

Tapi karena itu artikel bule, mungkin hanya berlaku untuk orang-orang di barat sana. Omong-omong, anakku yang menyapu halaman luar masih duduk di kelas 2 SD.

Baca juga: Ini Bahayanya Jika Anak Sering Dibohongi

3. Sulit berteman.

Anak yang kuceritakan di awal, oleh anak-anak lain yang emaknya berakrab ria, sering dijauhi. Aku sudah tahu alasannya, seperti yang juga sudah kusebutkan di atas.

Ketika anak-anakku menolak bermain dengannya dan kutanya alasan mereka. Kakak adik itu menjawab, "Dia gak asik!"

4. Cengeng dan tantrum.

Pernah melihat anak yang berguling di swalayan ketika ibunya tak mau membelikan yang ia mau? Atau waktu kecil dulu, siapa teman SD yang sering BAB atau ngompol di kelas, lalu malah menangis?

Mereka adalah anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh kurang tepat. Cenderung terlalu dimanjakan sehingga tidak mandiri dan seenak perut.

5. Anak menghindari aktivitas yang melibatkan persaingan.

Biasanya Bulan Agustus ini adalah bulan di mana anak-anak kampung atau kompleks saling bersaing dengan cara yang seru dan menyenangkan.

Sayangnya, pandemi menghalangi kita untuk tahu, anak mana yang dibesarkan dalam kemanjaan. Sebab anak dalam kelompok ini cenderung menghindar dari persaingan. Mereka tidak siap kalah. Mudah frustasi jika tidak menjadi yang terbaik.

Masih ada beberapa poin lagi yang merupakan ciri bahwa kita keliru dalam mengasuh anak. Sila lanjut baca sendiri di artikel sumber yang kuketik di akhir. Aku mau mandi!  

sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun