Sekali lagi kuulang, bahwa dulu sekali, seseorang pernah bilang bahwa tak mungkin bisa punya barang kalau bukan dengan cara kredit.
Setelah berpuluh tahun pendapat itu jadi mindset, di hari raya, aku dan suami bertandang ke rumah orangtua angkatnya.
Orang tua itu kini memiliki beberapa unit rumah sewa. Ketika kami datang, rumah utamanya pun sedang dibenahi. Ada toko kecil di depan, dan sebuah kolam di samping.
Rumah itu tidak mewah. Tapi cukup membuat takjub, karena penghuninya terdiri dari tiga orang yang masing-masing bekerja sebagai binatu, kuli bangunan, dan nenek yang menjaga toko.
"Pinjam duit bank ya, Mak?" tanya suami. Agak khawatir.
"Wah, mana berani Mamak pinjam duit bank. Bayar pake apo?" katanya.
Diam-diam aku menyimak, sambil memperhatikan anak-anak yang memberi makan ikan.
"Dari dulu dak pernah urusan dengan bank. Takut," lanjut mertua angkatku. "Ini hasil kerjo ayuk kau. Duit dari nyuci nggosok itu dio tabung, dibelikan emas. Lamo-lamo dibelikan bahan bangunan, Sabtu Minggu lakinyo pelan-pelan bikin bedeng tu." Beliau menunjuk beberapa bedeng di belakang rumah utama.
Ya Allah, tertohok rasanya. "Lu jadi kuli orang dah berapa tahun, Tar?" Hatiku menghina dirinya sendiri.
Kalau kuramal-ramal, setelah usianya 40, barangkali yang dipanggil ayuk itu tak perlu lagi mencuci-gosok di rumah orang. Cukup bermain dengan anak, sambil jaga toko dan ikan (waktu aku datang mereka sudah akan panen), sembari promosi pintu mana yang kosong di rumah belakang.