Dikira akan segera berakhir, nyatanya kasus positif covid di kotaku justru bertambah. Malah yang tadinya 0% kematian, akhirnya memakan korban nyawa juga.
Alhasil, kalau sebelumnya sempat merasa aman membiarkan anak-anak main di luar, belakangan jadi cemas lagi.
Terutama bertepatan dengan Iduladha kemarin. Anak-anak ngobrol, mereka begitu semangat akan kembali melihat proses penyembelihan hewan kurban di masjid terdekat.
Rasanya tak tega melarang, tapi bagaimana mau dibiarkan. Orang akan ramai berkumpul, ditambah lagi lokasi rumah kami dekat dengan pasar tradisional, yang kabarnya rawan penularan corona.
Masih aku berpikir-pikir, waktu terus berjalan. Tahu-tahu, hari H anak-anak tak mau ke masjid. Wow, ajaib!
"Kato Bunda A di sebelah masjid ado anak keno corona!" kakak-adik itu melapor.
Deg! Aku pun kaget. Alih-alih senang mereka tak jadi ke masjid, malah cemas jika anak yang dimaksud sempat bermain dengan mereka sebelum ketahuan positif.
Tapi sampai sore, akun IG dari pihak berwenang tak juga mengabarkan penambahan kasus, apalagi menginformasikan alamat suspek yang sama dengan alamat rumahku.
Kuminta suami menanyakan kebenaran info dari anak-anak ke Ketua RT. Beliau justru tertawa. "Ucapan anak-anak kok diambil hati!" Â
Kupikir-pikir lagi, benar juga kata suami. Bisa jadi ini hanya akal-akalan orangtua dari teman mereka agar anak-anak di sekitar rumahnya tidak ke masjid. Sebab sampai hari ini pun, tidak ada informasi penambahan positif dari kelurahanku. Syukurlah.
Tapi anakku yang kadung percaya, mengabarkan hoaks itu ke mbahnya. Simbah menceritakan ke anaknya yang lain. Anaknya yang mendapat kabar, bercerita lagi ke salah satu kakakku.