Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Iri Bilang, Bos!

2 Juli 2020   10:15 Diperbarui: 3 Juli 2020   03:10 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
status inspiratif yang memancing keriuhan | tangkapan layar Twitter/dokpri

Seorang kawan pernah bilang, kalau sudah menikah nanti, dia akan sangat berbakti pada suami. Mungkin waktu itu masih di usia ganjen, dia bahkan membayangkan membukakan sepatu dan kaus kaki suaminya yang baru pulang kerja.

Ah lebay, kupikir. Wong sepatu aja kok dibukain!

Di SMP dulu, ada satu siswa populer yang ganteng dan pintar. Begitu hebat pesonanya, sampai cewek-cewek di kelasku dan kelas sebelah rajin sekali menraktirnya.

Bukan sombong, duit jajanku juga banyak. Dari orangtua, kakak-kakak, dan jual jawaban PR. Tapi nraktir cowok? Ogah! Seganteng apa pun.

Malah cowok itu akhirnya menraktirku. Pasti bukan karena aku cantik. Iya, aku membantunya meringkas catatan PPKn  yang panjangnya ngeselin. Jadi dari sekian paragraf yang kelewat normatif itu, kucatat poin-poin pentingnya saja.

Ya ampun, ternyata sejak dulu aku memang penulis konten ya!

Nah, dua hari lalu, suami mencolek akunku di salah satu status medsos. Ceritanya, seseorang membagi foto inspirasi bekal masak untuk suami.

Kemungkinan besar warganet itu bermaksud menawarkan informasi. Mungkin harga, resep, atau apalah yang bisa ditanyakan followernya. Siapa nyana, yang ada malah sekian banyak akun justru 'menyerang'nya.

Salah satunya begini:

Harus banget apa bekal buat suami 

suami bekelin istri gaada gitu

yang lain lagi:

bayangin lo buat masakan buat

swamik lo sebegitu wow nya

masakan ampe sekali buat bekel

200 rebu abis itu 3 bulan kemudian

dia slengki wow

Dan masih ada beberapa lagi.

status inspiratif yang memancing keriuhan | tangkapan layar Twitter/dokpri
status inspiratif yang memancing keriuhan | tangkapan layar Twitter/dokpri

Jika dihubungkan dengan rasa anehku dengan cita-cita kawan yang dulu itu, juga keenggananku menraktir cowok di masa sekolah, seharusnya aku berada satu jalur dengan warganet yang merendahkan si "pembagi foto bekal" itu.

respons nyeleneh yang didapat | tangkapan layar Twitter/dokpri
respons nyeleneh yang didapat | tangkapan layar Twitter/dokpri

Nyatanya aku justru kebingungan dengan respons mereka. Ada apa ya? Besar sekali beban hidup mereka sampai-sampai mengomentari hal yang justru menelanjangi diri mereka sendiri.

Kenapa menelanjangi? Sebab apa yang mereka tuangkan justru menunjukkan apa yang terjadi pada rumah keluarga besar atau mungkin rumahnya sendiri.

Apa bisa bilang, keluargaku baik-baik aja kok. Ayahku baik, abangku baik, tapi aku benci laki-laki. Jadi laki-laki mana yang membuatmu merasa laki-laki tak seharusnya diperlakukan baik?

Kalaupun memang komentar mereka berangkat dari fakta yang mereka dapatkan di lingkungan terdekat, apa bisa yang terjadi pada diri kita kemudian digeneralisir semua orang pasti mengalami yang sama?

Kalau kamu kerampokan di Jakarta, apakah berarti semua orang Jakarta adalah perampok? Ini logika bodoh-bodohan aja sih. Tapi biar nyambung ke kepala siapa pun.

Ketika laki-laki di sekitar kita jahat, lalu kita menganggap semua laki-laki jahat? Itu konyol.

Aku sungguh mengagumi orang-orang yang pandai memasak. Yang tak reaktif terciprat minyak panas, yang bisa membalik ikan tanpa menghancurkannya. Aku mengagumi karena aku tak mampu. Kalau bisa, ya ngevlog!

Meski kita tak mampu, tidak ada alasan untuk menghina orang yang melakukan hal hebat untuk orang lain. Apalagi untuk suaminya. Iri bilang bos!

Sayangnya aku ketinggalan kereta. Jika ada yang bilang gak ada suami yang membekali istri, ada kok! Aku. Tapi itu hanya bentuk kasih sayang, bukan ketertundukan.

Termasuk ketika aku menyiapkan barang-barang kebutuhan suami, mencucikan pakaiannya, bahkan menyervis kendaraannya. Itu semua normal. Untuk apa menikah kalau semua diurus sendiri?    

Kocak kalau menyiapkan bekal saja dianggap kebodohan, bukankah dengan bekal itu bisa saja suami yang di kantor tergoda pelakor justru berpikir ulang melihat bekal bawaan istrinya? Itu semacam 'penangkal' agar suami tetap eling.

Ah, dasar mbaknya belum pernah merasakan dioleh-olehi suami yang pulang kerja. Apalagi saat kita terbersit ingin sesuatu, tapi lupa berpesan pada suami untuk membelikan. Eh tahu-tahu dia datang bawa yang kita inginkan. Uwu!

Dia yang dikelilingi laki-laki jahat tak tahu rasanya dipijati suami sambil digombali. Terus ditanya, mau jalan-jalan ke mana hari ini?

Aku juga belum sih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun