Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukan Gibah, Ini Pengalaman yang Bisa Kamu Ambil Hikmahnya

12 Juni 2020   18:09 Diperbarui: 12 Juni 2020   18:00 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sengaja bertemu teman lama di kantor. Ia datang untuk menawarkan kerja sama. Setelah urusan utama selesai, kami berbincang tentang kawan-kawan di SMA dulu.

Tak banyak yang berubah darinya. Dalam pandanganku, ia masih kawan yang dulu tidak populer, tidak bodoh (kabarnya siswa bodoh memang tidak ada), pokoknya serba biasa. Tentunya dia masih anak baik, seperti dulu.

Jiwa mak comblangku bergetar, siap bertanya. Sudah nikah belum?

Pucuk dicinta ulam tiba. Ia malah minta bantuanku untuk mendapatkan istri. Beberapa nama langsung muncul di kepalaku.

Setiap dia menyebutkan syarat, muncul wajah kandidat di benakku. Sampai kemudian, dia bilang, "Yang kerja, ya. Biar enak." Seketika kolase wajah di kepalaku berubah jadi debu.

Hak dia sih, pengin punya istri yang juga mencari nafkah. Hanya pengalaman orang lain yang membuatku trauma sendiri. Rada konyol memang.

Anggap saja namanya Bambank, nama populer ala warganet. Bambank sebenarnya seorang pekerja keras. Meski hanya seorang kuli bangunan, tapi untuk makan sehari-hari sudah lebih dari cukup. Belum punya rumah, tapi kontrakannya termasuk layak.

Di usia 33 tahun, belum ada yang tertarik pada Bambank. Mungkin karena pekerjaan, atau hal lain. Entahlah. Tapi kemudian seorang janda bersedia dinikahinya. Meski dari kacamataku, janda ini hanya butuh pelarian.

Kenapa gak cari atlet ya, kok ke kuli bangunan. Hey, fokus!

Bambank belum punya cukup duit. Tapi ia berani meyakinkan tiap pekan ada pemasukan dari upah harian yang diterima. Entah dikejar apa, baru hitungan hari lepas iddah, janda itu sudah dinikahi Bambank dengan cara amat sederhana.

Banyak yang menyayangkan akad mereka yang terkesan terburu-buru. Tapi sebagai bujang yang telah lama menantikan pasangan, Bambank senang-senang saja diajak nikah nyaris tanpa modal. Malah ia diberi suntikan dana berupa down payment untuk membeli sepeda motor matic yang kemudian menjadi kendaraan mereka bulan madu tiap sore.

Yang namanya rezeki, tidak bisa ditebak. Tahu-tahu setelah nikah hanya sedikit orang yang butuh tenaga Bambank. Praktis pemasukannya berkurang jauh.

Lalu datang seseorang menawarkan pekerjaan. Ikut kerja proyek, sebagaimana yang dulu biasa Bambank lakoni. Tapi karena pendapatannya tidak sebesar yang dulu didapat Bambank, istrinya menolak.

Kemudian datang lagi tawaran bekerja sebagai tukang parkir, istri Bambank tak rela suaminya bekerja begitu. Bambank manut, toh ia tetap bisa makan sampai kenyang. Jangankan makan, rokok pun tak kenal macet.

Istrinya tidak bekerja, tapi mertua dan ipar-ipar Bambank sangat royal. Dulu ia hidup sebatang kara, sejak menikah bagai ketiban durian runtuh. Sekarang Bambank punya rumah sendiri, punya tiga anak. anak tiri bawaan istri diambil ipar.

Punya dua motor, tidak bekerja. Tapi jika sekolah, anak-anak Bambank diantar-jemput ojek gratisan. Yang bayar ojek? Ipar.

Saking mudahnya hidup, jika ada pekerjaan datang, Bambank tinggal menolak dengan alasan ngantuk atau sedang mengayun anak. Hidup tetap berjalan. Dapur ditanggung seumur hidup oleh mertua.

Cerita si Bambank dan istrinya memang belum spesifik nyambung ke niat comblang yang kubatalkan. Tapi di sesi berikutnya ada kisah yang jika dihubungkan dengan kisah Bambang, pembaca bisa paham apa yang hendak kusampaikan.

Tunggu jeda satu jam ya, lalu cek artikelku yang berikutnya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun