Malu pada orang-orang di sekitar, akhirnya banyak juga yang ketika kudatangi langsung membayar. Khawatir aku datang lagi. Bahkan ada yang mencegatku di jalan, memohon aku jangan ke rumahnya.
Kadang aku curiga, jangan-jangan caraku diadopsi oleh bank, kemudian dimodifikasi menjadi stempel yang sering kita lihat di rumah-rumah kreditan atau sebagai agunan. Gunanya untuk mempermalukan, jadi yang berutang buru-buru melunasi utangnya.
Tapi sejahat-jahat stempel bank, lebih kejam stempel miskin di artikelku sebelumnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H