Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Centang Biru tapi Tak Dapat Label Pilihan, Bisa Saja!

31 Mei 2020   18:28 Diperbarui: 31 Mei 2020   18:19 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca artikel salah satu Kompasianer yang membahas tentang centang biru, aku tergelitik juga untuk menulis tentang tanda spesial itu. Konon, bagi sebagian Kompasianer, centang biru tidak ada istimewanya.

Kalau anggapan itu karena faktor kualitas tulisan, aku pun mengakui. Karena tulisanku ya begini saja, nothing special. Tapi aku sangat berterima kasih kepada admin yang memberi tanda itu di samping namaku.

Kutunggu beberapa hari, khawatir ada kesalahan sistem. Sebab meski sudah bergabung sejak 2011, aku baru aktif menulis di Kompasiana sekira Oktober 2019. Views sedikit, vote tak seberapa. Pokoknya menulis sajalah.

Karena centang itu tak kembali ke hijau, akhirnya aku yakin memang akunku dianggap layak. Entah apa pertimbangannya, bukan urusanku kan.

Tapi kekeliruanku selama ini akhirnya terinsafi setelah "pengakuan" itu kudapat. Kupikir, setiap akun biru secara otomatis artikelnya akan mendapat label "pilihan" dan direkomendasikan oleh sistem. Ternyata tidak.

Artikel dari Centang Biru Tak Selamanya Pilihan

Saking gembira melihat berita Aceh yang nihil kasus Corona sejak 22 Mei 2020, aku pun membuat tulisan mengenai upaya pemerintah dan warga setempat.

Sayangnya, aku menulis hanya berdasarkan satu sumber berita saja. Yang mana dalam berita tersebut, pejabat berwenang mengatakan bahwa sebab kesuksesan mereka adalah masyarakat Aceh yang sangat patuh.

Maksud hati hendak menginspirasi, maka kutulislah artikel agar pembaca bisa turut membuktikan, bahwa kepatuhan kita tak akan sia-sia.

Ternyata klaim tersebut tak sepenuhnya benar. Begitu artikelku tayang, awalnya label pilihan memang sepertinya otomatis menempel. Tapi belum sempat aku membagikan ke medsos, tahu-tahu label itu hilang.

Aku yakin pasti ada yang keliru dengan tulisan tersebut sehingga admin memutuskan tidak merekomendasikannya. Kubaca baik-baik, kucek lagi artikel itu. Di mana letak kelirunya? Jawabannya kudapatkan dari video Kompas TV yang otomatis muncul di halaman artikel, (mungkin) berdasarkan label.

Nyatanya, masyarakat Aceh seperti kebanyakan manusia Indonesia, tak terlalu peduli dengan imbauan pemerintah. Dalam video berita tersebut nampak jelas bagaimana warga Aceh berbelanja baju lebaran tanpa menjaga jarak satu dengan lainnya.

Pahamlah aku, kenapa label pilihan itu hilang. Bukan kesal, aku justru bersyukur dan segera menghapus artikel sotoy itu. Untung baru dua orang yang membaca, bikin malu!

Antara Aceh dan Centang Biru

Kusimpulkan, centang biru sebenarnya bukan untuk bangga-banggaan, tapi justru harus lebih hati-hati. Gara-gara tulisan receh kita, akun lain yang memang layak diakui jadi dianggap remeh pula oleh pembaca.

Bukan pembenaran untuk yang meremehkan, biarlah mereka memperlihatkan kualitas diri dengan memandang rendah kualitas tulisan orang lain. Mencela tidak membuatmu nampak hebat. Dicela juga tidak berarti hina.

Kembali ke soal Aceh dengan kasus Covid-19 nya. Itu tidak berarti tanpa kepatuhan nyatanya Aceh bisa berhasil mengendalikan virus Corona. Bukan itu kesimpulannya.

Pemerintah setempat lebih selektif mengantisipasi keluar-masuk orang ke wilayah mereka, itu salah satu upaya yang membawa hasil hingga hari ini. Jika saja warga Aceh lebih patuh, barangkali mereka bahkan sudah nihil jauh sebelum 22 Mei.

Di tempatku, persis seperti kota-kota di Indonesia lainnya. Ada yang patuh, lebih banyak yang abai. Tapi bertahan dalam kepatuhan ada nilainya sendiri bagiku.

Bukan sekadar selamat tak selamat dari Covid-19. Tapi tetap di rumah dan keluar dengan protokol kesehatan mengandung tiga hal; melaksanakan sunnah Nabi saat terjadi wabah, patuh pada ulil amri, dan menjaga keberlangsungan hidup manusia. Yang semuanya itu mengandung pahala di sisi Allah.

Kalau ikhtiar optimal sudah dilaksanakan, baru boleh bilang, "Nyawa di tangan Tuhan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun