Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ruginya Pamer Kemesraan di Tempat Umum

26 Mei 2020   20:58 Diperbarui: 27 Mei 2020   18:14 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasangan. (sumber: DragonImages via kompas.com)

Biasanya setelah Idulfitri atau Iduladha, ramai pasangan yang melangsungkan pernikahan. Apakah dengan adanya pandemi, kebiasaan ini masih berjalan?

Tapi kita tidak membahas soal tetap melangsungkan pernikahan di tengah pandemi atau menundanya, melainkan soal apa yang sebaiknya menurutku tak perlu dilakukan pasca perhelatan sakral itu.

Walau sama sekali tak ada hubungannya dengan pandemi maupun Covid-19, tapi ini tak kalah buruknya dengan efek Corona. Karena bisa menjangkiti siapa saja, bahkan tanpa perlu kontak fisik.

Hal yang sejak dulu sering kuwanti-wanti agar tak dilakukan pasangan yang baru menikah adalah mengumbar kemesraan di ruang publik, baik secara langsung maupun lewat media sosial.

Ada terlalu banyak contoh yang kulihat selama sekian tahun menjadi saksi kejadian semacam ini. Baru menikah, ke mana-mana menceritakan kebaikan dan kehebatan pasangan. Bergandengan, bahkan sampai pamer kemesraan di depan umum.

Ah, bilang saja iri! Sejak seseorang berkata begitu tepat di depan hidungku, aku tak pernah lagi menegur siapa pun. Baru kali ini kuulangi dengan tulisan.

Orang Tak Peduli

Aku sendiri insyaallah tidak pernah merasa iri dengan kemesraan orang lain, malah malu sendiri. Punya kenalan kok sealay ini, paling-paling membatin begitu. Percaya gak percaya, ada jutaan orang punya perasaan yang sama denganku.

Setidaknya aku dan beberapa teman, yang menurut mereka, teman dari teman-temannya juga risih. Sama sekali bukan iri. Emang cuma dia yang bisa nikah? Bahagia sih bahagia, tapi apa harus norak ya? Lebih kurang begitu komentarnya.

Dan hampir semuanya berpikir, menegur hanya akan divonis iri. Tepat seperti yang kudapat suatu ketika. Bikin kapok. Padahal sudah dipilih diksi terbaik.

Percaya deh, yang melihat kamu bergandengan, bahkan kalau perlu gendong-gendongan dari Subuh sampai Isya keliling pasar pun, tak peduli pada apa yang kamu lakukan. Hanya malu.

Rasa malu yang muncul begitu saja tanpa kami minta, itu bukan efek iri. Tapi rasa simpati yang dianugerahkan Allah pada manusia.

Pertimbangkan Mereka yang Masih Sendiri

Ekspresi kebahagiaan kita dapat dimaklumi orang lain pada batas-batas tertentu. Dalam beberapa kasus, ada yang sengaja menggoda temannya yang masih sendiri dengan candaan yang lebih terkesan olok-olok.

"Ayo dong buruan nikah, biar bisa mesra-mesraan kayak kita!"

Jangankan ybs, yang sekadar lewat dan mendengar pun ikut dongkol. Membahagiakan diri sendiri tak selayaknya merusak hati orang lain.

Bahkan jika perlu, ketika berada di antara mereka yang masih sendiri, terutama yang usianya telah matang untuk menikah tapi belum ditakdirkan mendapat pasangan, jagalah hati mereka. Pernah baca tentang doa orang terzalimi?

Kalau hati mereka terluka dan membuahkan doa buruk untukmu, apa gak ngeri?

Awas 'Ain!

Nah inilah yang sering terjadi tanpa disadari. Jika orang yang tersakiti lalu berdoa, itu wajar. Kita bisa menghindari karena paham dengan kemungkinan ini. Tapi 'ain sangat berbeda.

Kata 'ain dalam bahasa Arab berarti mata, ia tergolong penyakit, tapi bukan penyakit medis. Penyakit 'ain terjadi pada badan maupun jiwa yang disebabkan oleh pandangan mata. Bukan semata pandangan orang yang dengki, melainkan juga mereka yang takjub pada apa yang dilihatnya.

Karena kekaguman tersebut tidak dibarengi dengan zikir kepada Yang Seharusnya Dikagumi, maka pandangannya mudah dimanfaatkan oleh setan, maka muncullah 'ain.

Banyak yang tak paham dengan hal ini, bahkan sebagian tidak meyakini. Tapi Nabi meyakinkan bahwa 'ain itu nyata ada.

Kalau kamu mengira orang yang tidak menegur, bahkan memuji-muji kemesraan yang kamu pamerkan adalah orang baik, bisa jadi kerusakan yang muncul di kemudian hari sebenarnya adalah efek dari "kebaikannya" itu.

Tak mungkin kujabarkan di sini orang-orang yang foto mesranya seliweran lalu tak lama kemudian adu status kekecewaan. Tak perlu kubagikan tentang derita seseorang yang dulu tak habis-habis membagi koleksi foto pasangan dan bait-bait cintanya di medsos.

Tidak ada yang terang-terangan menghujat mereka, malah like-nya ramai. Tapi siapa yang tahu, perceraian dan kebangkrutan di belakang hari adalah efek dari like itu?

"Pengaruh 'ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, 'ainlah yang dapat melakukannya." (HR Muslim)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun