Satu Indonesia heboh! Seorang warga asal Jambi berhasil melakukan prank terhadap presiden. Begitu lebih kurang narasinya.
Provinsi Jambi itu nasibnya mirip Indonesia. Dulu orang di luar sana lebih kenal dengan Bali daripada Indonesia. Begitu pula Jambi, orang lebih kenal Kerinci daripada provinsinya.
Tapi sekarang, Jambi nampaknya akan jadi terkenal. Begitu menyebut kata prank, orang terkenang akan Jambi. Apa iya, Bapak Nuh yang ternyata seorang buruh itu telah melakukan prank kepada presiden, tepatnya panitia lelang BPIP?
Dari berbagai sumber kudapatkan, ternyata M. Nuh, warga Kampung Manggis, Kota Jambi, tidak pernah berniat main-main dengan BPIP, apalagi presiden. Bisa dibilang, ia justru korban dari semua kejadian ini.
Sebelumnya disebut-sebut bahwa M. Nuh ditangkap Kapolda Jambi karena diduga melakukan prank terkait lelang sepeda motor listrik bertanda tangan presiden senilai 2,55 miliar rupiah.
Belakangan kabar tersebut dibantah langsung oleh Kapolda Jambi, Irjen Firman Santyabudi. Menurutnya, yang dilakukan polisi adalah meminta keterangan ybs terkait lelang motor yang tak kunjung dibayar oleh buruh harian lepas itu.
Nyatanya, dari informasi yang berhasil didapat polisi, M. Nuh bahkan tak tahu bahwa ia harus membayar uang sejumlah itu. Dalam benaknya, ia baru saja memenangkan hadiah dari sebuah acara konser.
Coba bayangkan! Alangkah bahagia M. Nuh ketika mengira akan mendapat sepeda motor listrik bertanda tangan kepala negara. Aku yakin, kebahagiaannya bahkan lebih besar dari senangnya Jokowi mengira motornya laku sampai 2,5 miliar!
Apa lacur, ia justru harus dijemput polisi. Syukurnya M. Nuh tak ditangkap, dan memang sudah selayaknya demikian. Perkara jadi bahan obrol tetangga, itu masalah lain lagi.
Itulah kenapa pada judul kukatakan, orang yang satu kota denganku ini sebenarnya adalah korban. Korban ketidaktahuan, atau mungkin ... kelalaian panitia?
Dulu sekali aku pernah akan mengikuti lelang sepeda motor bekas. Harganya rata-rata pada kisaran 500 ribu sampai sekian juta, tak sampai 10 juta.
Pada lelang murah begitu, peserta yang mendaftar diwajibkan membayar sekian ratus ribu rupiah sebagai bukti komitmen. Ditambah beberapa data penting, yang secara keseluruhan syarat aku tak ingat.
Apa mungkin pada lelang yang dilakukan BPIP lewat konser yang memakan biaya miliran rupiah prosedur tersebut tidak diterapkan? Atau memang M. Nuh telah memenuhi semuanya meski ia hanya seorang buruh lepas harian?
Ayo, siapa yang bisa jawab? Tapi tidak dapat sepeda ya ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H