Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Biangnya Kita Latah Mengutang

14 Mei 2020   04:30 Diperbarui: 14 Mei 2020   04:46 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Josh Appel on Unsplash

Salah seorang senior berkata, "Paling enak jadi PNS. Topan badai, gempa, banjir bandang, gaji tetap jalan!"

Aku sempat sebal mendengar ucapannya. Maaf ya, rezekiku ketemu PNS itu yang kerjanya asal-asalan. Tapi aku yakin orang yang baik dan rajin masih banyak, termasuk di kalangan PNS.

PNS Termapan

Di salah satu WAG, keluh kesah bermunculan sejak Corona menghantui negeri ini. Ada yang kebingungan ke mana hendak menjual hasil kebun sementara koperasi tutup.

Ada yang ngedumel karena leasing mobil tetap ditagih dan tagihan listrik yang naik banyak. Aku sampai tak kebagian, mau ngeluh apa lagi? Slot sudah penuh.

Mengeluh atau tidak, tak mengubah apa pun. Wong isinya sama-sama susah. Tapi ada satu yang menurut anggota lain paling mapan di antara kami. Karena suaminya seorang PNS yang punya jabatan.

Ia selama ini emang tampak sejahtera, royal belanja. Rumah besar, kendaraan lengkap. Sampai-sampai salah seorang anggota grup menawarkan menerima zakat darinya. Aduh, ikut melas membaca pesannya.

Aku yang termuda di antara semua anggota, lebih banyak diam menyimak. Mau nimbrung pun tak berani, nanti dikira ekonominya aman lalu dimintai pertolongan. Bukan pelit, kita sedang berhitung untuk bulan-bulan ke depan yang tanpa kepastian.

Ketika riuh rendah keluhan mulai landai, tahu-tahu yang dianggap paling mapan itu mengetik pesan "sekarang banyak orang miskin baru".

Ketika topik telah berganti pun, tema ketikannya masih berkutat sekitar orang miskin baru, orang baru miskin, mulai miskin, dan miskin-miskin lainnya.

Aku yang biasa menyimak, mulai melihat tanda-tanda tak baik. Sementara yang lain masih sibuk dengan jumlah positif Covid, rapid test, dan bahasan lain seputar pandemi.

Sampai kemudian sebuah keluhan yang viral di medsos sampai juga ke salah satu akunku. Seseorang dengan gaji 20 juta mengeluh ketika gajinya hanya dibayarkan separuh gara-gara pandemi.

PNS pun Bertekuk di Hadapan Utang

Sepuluh juta per bulan itu, bagi rata-rata masyarakat Indonesia bukan jumlah yang kecil. Pun mungkin bagi ybs. Yang membuatnya kecil, ketika angka sebesar itu habis untuk membayar utang bulanan saja.

Belum tagihan bulanan, makan sehari-hari, dsb. Ia yang mungkin tak tahan lagi lalu membagikan keluhannya di ruang publik, mengaku uang yang ada sudah tak cukup lagi untuk membeli susu anak.

Maka aku langsung terkenang ucapan seniorku di atas tadi. Pegawai bank bergaji 20 juta saja keok. Jadi memang benar, enak jadi PNS.

Jika new normal setelah pandemi tak berpihak padanya, bisa jadi gaji yang 20 juta hilang semua alias di-PHK. Sedangkan PNS, kan jauh dari kemungkinan itu.

Sedang aku masih berpikir antara nyamannya jadi PNS dan ketidakamanan hidup non-PNS, tiba-tiba terkenang pula aku pada tantangan yang diberikan temanku beberapa tahun lalu. Aku menyanggupinya, tapi belum mengerjakan. Padahal sekian tahun sudah berlalu.

Tantangannya mudah, dan agak konyol. Cari PNS yang di rumahnya masih ada SK! Maksudnya PNS yang SK-nya ada di tangan, bukan di bank.

Aku sempat menanyai beberapa orang. Memang, seingatku sampai beberapa nama mereka semua menjawab SK ada di bank. Untuk membangun rumah, beli mobil, bayar kuliah anak, dll. Tapi kami sama-sama lupa mengenai kelanjutan tantangan itu.

Maka kujahitlah keluhan tersirat anggota termapan di grup WA, utang konsumtif 10 juta, dan rasa aman seseorang setelah menjadi PNS.

Sepertinya, rasa aman itulah biang yang membuat kita latah berutang. Aku bukan ahli keuangan, bukan pula seorang PNS. Juga belum kaya. Tapi aku orang yang insyaallah merdeka dari utang.

Bukan mau sombong, tapi aku sudah membuktikan, tak harus jadi PNS untuk merasakan hidup yang aman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun