Musim panas makin dekat, kemarin-kemarin sempat muncul harapan yang besar, virus Corona segera hilang. Selamat tinggal pandemi! Membayangkan salat Idulfitri berjamaah, tak lama kemudian mengantar anak sekolah lagi.
Harapan boleh tinggi, tapi dari analisis dan temuan para ahli, virus Corona tak terpengaruh suhu panas maupun dingin. Jadi di musim panas nanti, Covid19 mungkin mereda tapi besar kemungkinan tak hilang sama sekali.
Aku sudah tak niat lagi membaca artikel maupun berita tentang prediksi berakhinya pandemi. Sekarang bukan soal virus, tapi bagaimana manusianya. Sudah hampir 2 bulan kita terkurung di rumah, tapi yang sejak awal membandel untuk tetap di luar masih berkeliaran di luar.
Siapa yang salah kita sudah sama-sama tahu, capek juga bahasnya. Tapi ada manusia lain yang tak kalah membahayakan jika mereka masuk dalam kelompok yang berkeliaran.
Orang-orang di Sumatra dan Kalimantan tiap tahun jadi korbannya. Dari judul, sudah ketahuan siapa yang kumaksud kan? Iyap, para pembakar hutan! Â
Sebagaimana soal pandemi, PSBB, dan sekelumit masalah di dalamnya yang semua bermula dari menganggap remeh, kita juga sebenarnya sudah tahu siapa biang karhutla yang tiap tahun terjadi.
Tapi setiap kali terjadi penangkapan terkait kejahatan bakar-bakar hutan, yang muncul di berita media mana pun, adalah wajah-wajah "biasa" yang diidentifikasi sebagai petani atau warga pembuka lahan.
Memangnya kita percaya? Tapi percuma dibahas. Begitu hujan turun, asap usai, orang sudah lupa lagi. Tahun depan wajah yang sama atau mirip muncul lagi sebagai tersangka pembakar hutan. Begitu lagi dan lagi.
Nah tahun ini, jika para pelaku pembakaran adalah orang bayaran, seharusnya kebakaran hutan tak terjadi lagi. Karena "konon" perusahaan-perusahaan besar menghentikan sejenak usahanya.
Jika karhutla masih terjadi, artinya pelaku memang petani. Tapi hutan yang terbakar harusnya sedikit. Petani mana yang punya lahan sampai ribuan hektar?