Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Aku Ingin Membaca Tulisan Ini di Ramadan 2021

27 April 2020   20:46 Diperbarui: 28 April 2020   18:39 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Masjid Pogung Dalangan on Unsplash

Sebagai manusia dengan iman ala kadarnya, aku juga sama dengan orang lain. Sok-sok senang setiap menyambut Ramadan, tapi baru memasuki 10 hari kedua, ibadahnya ngos-ngosan juga.

Maka aku tak berani berharap muluk-muluk bisa mencapai ini itu. Tahu diri, banyak minta padahal amalan sedikit.

Dan, sebagaimana keinginan seluruh manusia di dunia, aku berharap pandemi Covid19 segera berakhir. Kalau ada manusia yang tidak berharap demikian, mungkin aslinya dia bukan manusia. Saking super, atau dia punya kepentingan yang itu memudarkan rasa kemanusiaannya.

Siapa sih yang tak terdampak wabah luar biasa ini? Kalaupun virus Corona terbaru ini adalah rekayasa manusia, aku yakin yang merekayasa pun tak menyangka akan begini dahsyat akibatnya.

Rasanya baru kemarin kita merencanakan dengan matang beberapa hal untuk tahun 2020. Resolusi tahun baru, berbagai rancangan kegiatan di tanggal cantik, dan macam-macam impian yang rasanya 99% akan terlaksana.   

Sungguh kita disuruh belajar dengan munculnya corona ini. Ada sesuatu yang tak nampak di matamu, tapi bisa mengubah hidupmu 180 derajat!

Setelah mendapatkan sekian banyak hikmah Corona, kita pun dihadapkan pada hikmah Ramadan, yang barangkali selama ini dilalui sebatas memenuhi kewajiban tahunan.

Melihat bubuk kopi di pagi hari di bulan Ramadan, rasanya ingin sekali menikmati kopi hangat ditemani gorengan pagi itu. Siangnya, hanya sepotong semangka mampu membuat kita menelan ludah.

Sore hari, ketika hidangan berbuka disiapkan, rasanya waktu berjalan begitu lambat. Semua yang tersaji di meja makan sepertinya akan masuk ke dalam perut.

Tapi ketika azan Magrib berkumandang, baru tiga teguk air ditambah dua potong kue, perut terasa sudah penuh. Makin banyak makan, makin berat hendak berdiri salat Magrib.

Usai salat Magrib, sisa berbuka disantap, masih juga tersisa. Begitu pula setelah menyelesaikan Tarawih  dan Witir, makanan untuk berbuka tak juga habis. Ketika sahur, makanan itu kerap kali sudah tak menarik lagi.

Dipaksa makan lidah tak selera, perut pun tak muat karena keduluan makanan sahur baru yang lebih segar. Mau dibuang, sayang. Dihangat-hangatkan, tak sehat. Serbasalah.

Begitulah dunia. Ketika masih hidup, rasanya segala yang ada di bumi ini ingin kita kuasai. Kadang melebihi kebutuhan, malah ada yang memaksakan melebihi kemampuan. Coba bayangkan kalau hidup ini seperti puasa!

Setelah "berbuka", ternyata yang kita kejar-kejar di dunia kebanyakan tidak berguna. Malah memberatkan di sana. Ya gak sih?

Merenungi hal itu, aku berharap satu saja. Semoga di Ramadan 2021, aku masih bisa membaca tulisan ini. Supaya terus diingatkan, hidup ini bukan cuma urusan perut dan mengejar-ngejar yang nantinya justru memberatkan.

Duh, nulis sendiri. Sedih sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun