Dalam obrolan kami selama sama-sama dirawat, kuketahui bahwa ia selama hamil merasa baik-baik saja. Waktu itu bulan Syawal. Jadi ketika Ramadan, ia masih mengandung.
Nah saat Ramadan itulah ia berpuasa satu bulan penuh. Karena merasa sehat, ia tak pernah memeriksakan kandungannya. Menganggap janin di dalam sana sama sehatnya dengan sang ibu.
Baru kemudian terjadi kontraksi, dan begitulah endingnya.
Menurut diagnosis dokter yang menangani, si anak kekurangan nutrisi ketika ibunya berpuasa. Jelas bukan salah puasanya, tapi sang ibu yang lalai. Bisa jadi ia lupa bahwa tubuhnya membutuhkan nutrisi yang lebih banyak daripada saat tidak hamil.
Dalam Islam pun ada kemudahan untuk wanita hamil, agar puasa tidak berefek buruk bagi kandungannya. Sila dibaca lagi bahasan fikihnya.
Berpuasa Saat Menyusui
Tapi dilihat dari efeknya, puasa saat hamil lebih berisiko jika tidak dibarengi kontrol rutin.
Berbeda dengan saat menyusui. Anak sudah "di luar", bisa terlihat jika ia kelaparan atau dalam kondisi yang kurang sehat.
Dua masa ketika aku masih memiliki bayi, puasa dalam kondisi menyusui luar biasa berat. Setiap habis menyusui, rasa lapar nyaris tak tertahankan. Entahlah kalau itu hanya sugesti. Tapi masuk akal kan, namanya kita berbagi makanan dengan si bayi.
Aku menyiasatinya dengan berpuasa selang-seling. Puasa di bulan Ramadan dan memberi ASI pada anak, sama-sama kewajibanku sebagai muslimah. Islam itu mudah, yang penting baca aturan fikihnya.
Ungkapan kawanku agar kita tak menyamakan kondisi diri dengan orang lain saat hamil, terus kupegang hingga saat ini. Meski sedang tak hamil. Tapi untuk memaklumi orang lain ketika ia terkesan agak lemah, rapuh, atau kadang divonis malas.