Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Optimisme "Ramadan Tiba Wabah pun Reda"

15 April 2020   20:29 Diperbarui: 15 April 2020   20:26 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Rumman Amin on Unsplash

Memang, judul di atas lebih kepada harapan daripada analisis ilmiah. Apa salahnya? Bukankah harapan itu merupakan bagian penting dari upaya untuk bangkit dari keterpurukan.

Tak urung aku pun ikut-ikut sok menganalisis. Ala warga biasa, manusia Indonesia yang sudah puluhan kali merasakan Ramadan di Tanah Air tercinta.

Menurut teori suamiku, Jambi adalah miniatur Indonesia. Secara kultur, tepatnya. Jadi sebagai orang yang lahir dan besar di Jambi, aku tahu betul bagaimana situasi dan kondisi kota ini saat bulan puasa. Dan jika dikawinkan dengan teori sotoy suami, mungkin ini terjadi di seluruh Indonesia.

Sebelum Ramadan ini, cukup banyak warga yang patuh pada imbauan pemerintah agar menahan diri dari beraktivitas di luar rumah. Tapi tidak sedikit yang abai, lepas dari kebutuhan rumah tangga mereka yang memang harus dipenuhi dengan kerja harian.

Tapi percayalah, Ramadan nanti, diimbau atau tidak, orang-orang akan lebih senang di rumah daripada keluyuran. Lah iya, panas bikin haus. Lapar bisa ditahan, haus sulit diredam.

Selain itu, musim panas yang akan datang sebentar lagi juga memberi harapan. Meski dikatakan bahwa virus penyebab Covid-19 tidak mati oleh panas, tapi Corona yang menyebabkan SARS mati pada suhu 56 derajat celsius (sehatq.com).

Cuaca kita tak sampai segitu, tapi masih dengan modal harapan. Semoga kurang dari itu pun mampu setidaknya melemahkan keluarga Corona.

Masalahnya tentu bukan di siang hari, yang sudah kita atau aku yakini jalan-jalan akan sepi. Tapi mendekati waktu berbuka dan saat Tarawih. Jumatan saja sudah dilarang ke masjid masih tetap banyak yang menyelenggarakan, apalagi Tarawih yang momennya tahunan.

Tiba di sini, aku memang hanya bisa berharap. Dan berdoa tentunya, semoga saudara sesama muslim diberi hidayah untuk mematuhi ulil amri.

Sekaligus berharap aparat sigap di waktu-waktu yang sebenarnya mudah dideteksi. Mendekati magrib sampai malam (buka bersama, Tarawih, dan tadarus).

Tapi tenanglah bapak-bapak petugas, di sepuluh hari terakhir Ramadan, keadaan masjid akan kembali sepi. Kalau di hari biasa kita sedih, kali ini anggap saja itu hadiah.

Jangan lupa, di bulan Ramadan, kita dijanjikan kemakbulan doa. Maka bersungguh-sungguhlah kita meminta, agar pandemi ini segera disudahi-Nya.

Maka semoga, ketika Idulfitri tiba, kita melihat hilal sekaligus senyum manis di seluruh dunia. Wabah telah reda!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun