Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Corona pun Tak Mampu Menyadarkan Mereka

31 Maret 2020   08:10 Diperbarui: 31 Maret 2020   08:11 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam masa segenting ini pun, masyarakat belum sepenuhnya peduli akan kesehatan. Antara ngilu-ngilu ngenes pengalamanku pagi ini.

Sebelum pukul 6, aku bermotor menuju pasar tradisional yang letaknya tak begitu jauh dari rumah. Tujuannya membuang sampah, yang baknya satu lokasi dengan pasar tersebut.

Pasar tak terlalu ramai, malah cenderung sepi. Bisa karena masyarakat menerapkan aturan tetap di rumah. Atau karena sebelumnya sudah memborong untuk kebutuhan sampai beberapa hari ke depan.

Yang terakhir bukan tanpa alasan, beberapa hari lalu pasar memang sangat ramai sampai-sampai barang dagangan pun banyak yang ludes. Padahal harga sedang tinggi. Belakangan, harga cabai dsb cenderung turun.

Aku mengetahuinya saat membeli beras, atau lewat untuk membeli obat ke apotek.

Pagi ini, setelah membuang sampah, aku berniat membeli pisang. Kita butuh vitamin untuk meningkatkan imun, dan di saat seperti ini, menurutku pisang adalah pilihan yang tepat. Murah dan mudah dicari.

Sengaja aku tak masuk ke pusat pasar, sebab sesepi-sepinya pasar, tetap saja ada lebih banyak orang di sana. Sulit untuk menjaga jarak kurang dari satu meter dengan orang lain. Kita bukan sok bersih, menganggap orang lain membawa penyakit.

Tapi kita sendiri bisa jadi menularkan virus yang kita tak sadar ada di dalam tubuh. Itu sebab aku mengenakan masker. Bukan hanya takut tertular, tapi juga khawatir menularkan.

Di pinggir pasar, seorang bapak menjajakan pisang manis di atas alas ala kadarnya. Aku tahu harganya akan lebih tinggi daripada yang di dalam. Tak masalah, paling selisih berapa ribu. Masalahnya, si bapak merokok.

Asap rokoknya yang ngebul sampai nyaris menutupi mukanya membuatku menunda transaksi. Nanti saja pikirku, keliling sebentar mencari yang lain.

Dari atas motor, kucari warung pinggir pasar yang tanpa pengunjung. Membeli sayur untuk hari ini dan besok. Jadi besok tak usah keluar kecuali untuk hal penting semisal buang sampah tadi.

Setelah membeli sayur, kulewati kembali bapak penjual pisang. Rokoknya masih ada. Selagi tangannya sibuk menyusun pisang, rokok di mulutnya terus mengeluarkan asap. Kuputar lagi pasar, menunggu rokok si bapak habis.

Tiba di sudut pasar dekat pintu keluar, gerobak besar kue menarik perhatianku. Sudah lama tak beli kue di sana. Suami sama sekali tak mau beli jajanan sejak Jambi dinyatakan zona merah Corona. Beli sedikit tak apalah, pikirku.

Belum lagi motorku sampai di dekat gerobak, di kejauhan kulihat pedagang kue (mungkin dia kira tak ada yang melihat) menggeser kue-kue dengan tangan telanjang. Lempar kanan lempar kiri seenaknya.

Padahal untuk pembeli, disediakan jepit untuk mengambil. Jadi apa guna pembeli jaga kebersihan kalau yang dagang sesantai itu memindah kue tanpa membungkus tangan atau menggunakan jepit yang ia sediakan sendiri.

Aku urung lagi membeli kue. Kalau hari biasa bisa saja kuanggap aku terlalu paranoid, tapi dalam masa wabah Covid-19 ini, kita bahkan tak perlu tahu dia sehat, batuk, atau sekadar sedikit pusing. Pokoknya jaga diri, ada keluarga yang kita sayang di rumah.

Dari gerobak kue, aku kembali ke pedagang pisang di pinggir pasar tadi. Yakin rokoknya kali ini sudah habis, karena aku sudah memutar jauh melewati masjid, berbagai toko dan jalan-jalan yang sepi. Bahkan sampai keluar pasar untuk mencari kelapa parut.

Tiba di tikungan tempat si bapak penjual pisang duduk menunggu pembeli, kulihat asap putih masih menutupi wajahnya dengan titik merah yang masih saja menempel di mulut. Ya sudah, aku pulang saja. Pengin kuteriaki si bapak pisang itu, "Untuk apa cari nafkah? Makan tu rokok!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun