Ternyata, Mozza dikurung oleh salah satu tetangga. Yang siangnya padahal kutanya, lihat kucingku enggak? Dia bilang enggak.
Seorang anak kecil yang melihat aku saban pagi dan siang/sore sibuk mencari kucing, diam-diam melapor pada suamiku sehabis salat Magrib. Alhasil, ia dihadiahi 20 ribu rupiah sebagai ucapan terima kasih.
Berjarak sekira sebulan, Mozza hilang lagi. Aku keliling kampung lagi, tanya sana-sini. Suamiku mengirim foto Mozza ke WAG bapak-bapak di sana, tidak ada yang mengaku melihat Mozza.
Dalam hitung-hitungan usia, Mozza belum masuk pada usia kawin. Dia masih bocah kecil yang sekadar kelayapan untuk cari hal baru, bukan betina. Jadi aku yakin Mozza hilang bukan faktor alami, semisal tersesat.
Teringatlah aku pada anak kecil yang melapor pada suami saat Mozza hilang dulu. Tapi belum lagi kesampaian ke rumahnya, anak itu sudah lebih dulu datang padaku dan melapor, kalau ia tahu di mana Mozza berada.
Kujemputlah peliharaan yang sudah seperti anak sendiri itu di rumah tetangga, yang jaraknya dari rumah tempat Mozza hilang pertama, hanya berjarak selemparan batu. Konyolnya, ketika aku lewat tempat itu sehari sebelumnya, tetangga sebelahnya bilang tidak ada kucingku di sana.
Bahkan si bapak pemilik rumah ikut tergabung dalam WAG yang suamiku mengirim info kehilangan Mozza di sana.
Ketika Mozza kugendong pulang, si bapak bilang, "Untung dapat samo aku, kalo diambek orang sudah dijual tuh!"
Oh iyalah. Anggap saja aku manusia lugu. Ayo berprasangka baik, tegur hatiku.
Sejak saat itu, Mozza kami kurung di dalam kandang. Hanya sesekali diajak jalan-jalan, saat abinya pulang kerja dan tidak kelelahan. Dia pasti iri melihat ayam tetangga yang bebas lalu lalang bahkan sampai ke jalan raya.