Apa rasanya diteriaki tukang parkir karena langsung kabur tanpa membayar?
Apa perasaan pembaca melihat orang diteriaki tukang parkir karena langsung kabur tanpa membayar?
Untuk pertanyaan pertama, aku bisa menjawabnya. Pertanyaan kedua jadi jatah pembaca, ya!
Ada dua kasus dalam dua hari ini yang membuat tensiku lumayan naik. Bagi sebagian orang, jelas ini sebuah karya dramatisasi, alias lebay. Masa gitu aja jadi masalah!
Misalnya waktu aku enggan ngamplopin lurah untuk tanda tangan berkas sertifikat tanah, kakakku bilang, "Tinggal bayar be kok repot nian. Yang penting urusan selesai!"
Mungkin orang berpikir aku pelit. Padahal kalau di balik, bukannya Pak Lurah yang pelit? Tanda tangan aja minta dibayar, kan sudah digaji.
Masalah di atas selesai, Pak Lurah ditegur atas laporan warga. Iya, aku warganya.
Nah kemarin, aku antre di kasir sebuah minimarket. Sengaja loh aku gak ke swalayan atau mall untuk belanja. Kupilih yang lebih merakyat. Kalau barang yang kucari ada di warung tetangga, bakal ke warung juga. Dan aku gak peduli itu warung Batak, Minang, Tionghoa .... Sok idealis memang.
Dalam antrean yang hanya aku seorang, kasir sekaligus owner sibuk melayani sales. Sepertinya mereka sedang berunding soal pesanan. Aku menunggu dengan sabar.
Kuakui, kadang aku agak pencitraan juga di depan anak. Aslinya gak sabar, tapi kutahan-tahan biar anakku terbiasa tenang dan sabar saat mengantre. Bukankah nasihat terbaik itu dengan memberi teladan?
Aku menua dalam menit-menit mubazir, kasir dan sales asyik masyuk dengan daftar pesanan. Penginnya aku protes, kok mendahulukan sales yang menawarkan barang, bukannya konsumen yang hendak membayar. Belum lagi niat terlaksana, datang ibu-ibu memotong antren. Dan dilayani!