Sekarang sedang semangat-semangatnya belanja di warung tetangga. Sayangnya, tetangga tidak menjual kopi yang belakangan jadi favoritku. Alhasil harus ke swalayan juga. Sambil berangkat jemput bocah di sekolah, aku berencana mampir ke salah satu swalayan yang dilewati nantinya.Â
Dalam perjalanan, aku mengingat-ingat barang apa saja yang sekalian harus dibeli. Minyak goreng, pewangi pakaian, kopi, sampo .... Hm, nanti kalau ada keripik kentang diskonan, ambil juga ah! Pikirku.
Setelah parkir, masuk swalayan, dan berdiri di depan rak belanja, baru aku ingat. Kantong belanjanya lupa dibawa!
Pemerintah Kota, lewat Peraturan Wali Kota Nomor 61 tahun 2018 tentang pembatasan penggunaan kantong plastik, mengeluarkan larangan penggunaan kantong plastik/kresek di pusat perbelanjaan. Jadi konsumen harus membawa kantong belanjanya sendiri untuk barang-barang yang ia beli.
Aku sih menyambut baik kebijakan ini, sampai kemudian pada tayangan di salah satu video BBC, diceritakan, bahwa pembuatan kantong plastik pada awalnya justru untuk menyelamatkan lingkungan!
Adalah Sten Gustaf Thulin, ilmuwan asal Swedia yang mulai membuat kantong plastik pada tahun 1959. Dulu, untuk wadah belanjaan, orang terbiasa menggunakan kantong yang terbuat dari kertas. Sedangkan kertas dibuat dari kayu, yang artinya membutuhkan banyak pohon dan air untuk memproduksinya.
Maka dibuatlah kantong plastik sebagai alternatif. Sebab selain awet (dengan asumsi dipakai berulang kali), biaya produksinya juga lebih murah dan ramah lingkungan daripada kantong kertas dan kantong yang terbuat dari kain.
Analisisku, kasus kantong plastik ini pada dasarnya sama dengan kebijakan atau ide manusia lainnya yang pernah ada. Niatnya baik, pada praktiknya justru berbalik.
Bahkan aku pernah melewati galian tanah perbaikan jembatan, alangkah mengerikannya ketika kulihat dari dekat, galian itu isinya melulu plastik!
Kembali ke rak belanja. Karena kantong belanjaku ketinggalan, alhasil aku harus memilih barang yang paling dibutuhkan untuk dibeli. Tidak mungkin terangkut semua jika yang direncanakan nekat kubawa ke kasir.
Ya sudah, aku cuma bawa kopi dan serenceng pewangi pakaian. Karena habis dari swalayan dan menjemput anak, aku harus membilas cucian. Setelah itu, bikin kopi untuk teman menulis.
Kupikir-pikir, meskipun pembatasan kantong plastik tidak sepenuhnya efektif mengurangi dampak buruk bagi lingkungan. Tapi ada untungnya juga untuk urusan dapur. Dengan begini kan, belanja lebih hemat. Gak bisa beli banyak karena susah bawanya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H