Setiap bulan, kami bertemu satu sampai tiga kali. Berganti tempat dan tema obrolan. Tapi ada satu topik yang terus melekat membersamai bahasan lainnya; politik terkini. Padahal kami sama sekali bukan ahlinya.
Dengan dalil "apa salahnya?" kami sering membahas perkembangan pilpres, koalisi vs oposisi, dan terakhir kemarin soal pengkhianatan Prabowo terhadap PKS.
Ketika diwawancarai Tirto, Rocky Gerung bilang, "PKS memanfaatkan posisi oposisi Prabowo. Itulah kecerdikan anak-anak PKS."
Biasanya aku setuju dengan ucapan jomlo jenius satu itu. Tapi ingat salah satu temanku bilang, kata Prabowo, PKS dengan Gerindra itu bukan lagi kawan, tapi sekutu.
Sekarang aku ngakak.
Kalau Mozza bisa ngomong, dia pun bakal bilang, Dalam politik tidak ada kawan dan lawan (abadi). Yang ada kepentingan. Tapi Mozza itu kucing, bahasanya lebih sulit dimengerti daripada bahasa asing.
Kujawab, "Namanya butuh. Mau apa lagi."
Di channel Tirto, ketika RG ditanya soal Prabowo masuk kabinet, dia jawab kan demi bangsa, terdengar sorak sorai tawa di belakang.
Nah kawanku di majelis gosip bilang, "Itu politiknya Prabowo. Biar kita ndak oposisi semua."
Kita? Sori deh. Itu untuk kepentingan dia. Kemarin Yusril dan Yusuf Mansur dukung Jokowi gak ada yang sebaik itu prasangkanya. Kubilang, dari awal aku gak percaya Prabowo serius dengan PKS, 212, dll. Tapi kawan-kawanku malah geram. Iya, aku gak paham politik! Sudah, jangan ribut.
Belakangan, Gerindra mengajukan 4 nama sebagai calon Wagub DKI menggantikan Sandiaga Uno. Padahal sebelumnya dua calon dari PKS digadang-gadang akan naik mendampingi Anies Baswedan.
Bahkan sebelumnya lagi, ketika Gerindra dan PKS bersekutu (ya deh, kita pakai istilah Prabowo, atau kawanku? Siapa tahu bisa-bisaan dia saja kan, bilang Prabowo ngomong begitu) melawan Ahok, banyak orang mengira-ngira (terutama kader PKS), yang diusung adalah tokoh Gerindra bersanding dengan tokoh PKS.
Hasilnya, Anies dan Sandi. PKS turut memeriahkan saja ya.
Kemudian Gerindra-PKS kembali bersatu padu untuk mengulang kesuksesan. Mengangkat Prabowo untuk melawan Jokowi di Pilpres 2019. Kader PKS di seluruh Indonesia harap-harap cemas. Apakah Aher, Habib Salim, Syaikhu, ... siapa gerangan yang menjadi wakil Prabowo?
Tak tahunya Sandiaga Uno.
Begitu terus sampai ketua BPN dan berbagai posisi dikuasai Gerindra. PKS memang isinya kaum penyabar! Gila lu ndrok, aku yang bukan siapa-siapa yang malah geregetan.
Drama politik kian hangat ketika Ketua DPD Gerindra DKI menyebut tidak ada pengkhianatan. Yang ada adalah kelambanan PKS sendiri. Hangat, bukan panas. Karena seperti yang kusebut tadi, PKS berisi orang-orang sabar. Mereka kalem, gak bakal ngamuk-ngamuk. Fahri Hamzah aja gak betah di sana.
Tapi kupikir-pikir, mungkin benar juga. Dalam banyak hal PKS selalu kalah cepat dibanding partai lain. Coba lihat Surya Paloh, begitu mencium gelagat populer Anies Baswedan, langsung dia tangkap itu orang. Melihat PKS bakal banyak pendukung karena berani tetap beroposisi, meski corak partainya beda jauh, Surya Paloh pede main rangkul-rangkulan.
Tapi nanti, ketika aku dan kawan-kawan ngobrol lagi di November ini, pasti aku kalah bicara lagi. Penulis mah gitu, beraninya di belakang. Orang ngomong dia mikir, orang tidur dia nulis. Curang!
Akhirnya kuinsafi. Politik bukan bidangku. Bagaimana kalau di pertemuan besok, aku belokkan saja topik pembicaraan ke prank ala-ala Youtuber? Kan bisa jadi trending. Dan bahan obrolan kami jadi makin nyampah di awang-awang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H