Sudah agak basi sih. Tapi tema ini sering viral naik turun. Terakhir diangkat lagi oleh para kader partai yang ... apa ya kata yang tepat.
Berudu mungkin?
Bukan niat menghina. Maksudnya, partai ini belum tentu punya wakil di parlemen. Dan mereka pake media promosi ala iklan rusak. Mengangkat isu yang mengusik ketenangan orang, trending ala Bowo Alpenliebe. Pahamlah maksudnya ya.
Poligami. Ini temanya.
Setelah bertekad menghapus Perda Syariah, partai berudu berencana melarang poligami. Haha, kebanyakan nonton sinetron kali ya. Dikira semua laki-laki yang berpoligami itu durjana. Dan semua perempuan itu lemah.
Alih-alih hadir memberi solusi, malah bikin masalah baru.
Begini, kalau kamu sedang kurang kerjaan, coba kumpulkan emak-emak satu RT. Tanya satu per satu, mau nggak mereka dipoligami? Gak usah dijawab, sejagad tahu hasilnya.
Coba tanya lagi, mereka tahu aturan poligami dalam Islam?
Yakin deh, paling banter mayoritas mereka jawabannya "boleh asal adil." Gak sesimpel itu, Siisss!
Aturan poligami sudah ada sejak zaman Nabi. Tidak usah diutak-atik. Pemahaman yang harus ditingkatkan. Jadi kalau masalahnya di pemahaman, bukan poligaminya yang diatur, tapi para pelakunya yang dicerahkan.
Aturan itu hadir untuk memberi solusi. Misal nih, zaman dulu kita jalan kaki atau naik sepeda ke pasar. Sepanjang jalan isinya memang cuma orang yang jalan dan naik sepeda. Otomatis gak ada macet dan insyaallah gak tabrakan. Puluhan tahun kemudian, muncul mobil dan motor di jalan yang sama. Maka dibutuhkan lampu lalulintas untuk mengatur agar tidak macet atau tabrakan.
Kalau dibalik ke masalah poligami. Seharusnya orang-orang dilarang jalan di sana. Atau jalannya ditutup sekalian. Konyol kan?
Jadi kalau sebuah rumah tangga mengalami masalah, yang harus diberi solusi dengan poligami, bukan mereka disuruh cerai. Atau dari awal gak usah nikah. Tapi pahamkan, apakah poligami tadi menjadi solusi atau masalah baru.
Atau kalau memang gak ada masalah, tapi suaminya ganjen pengen nikah lagi, silakan cek saja istrinya. Kalau istrinya keberatan, berarti didikan suami ke istri belum tuntas. Gimana mau tambah amanah kalau amanah yang ada belum selesai? Dan itu bukan urusan partai berudu. Biar aja mereka selesaikan urusan rumah tangganya sendiri. Toh, beli beras juga pakai duit mereka sendiri.
Ini bukan analisis ya, hanya pendapat pribadi yang gak ilmiah.
Dulu ada seorang kawan cerita. Temannya punya suami yang rada high libidonya. Sampe masuk rumah sakit aja masih 'minta'. Hadeu.
Akhirnya si istri yang minta suaminya poligami. Karena ia merasa gak mampu memenuhi kebutuhan suaminya. Apakah suaminya memenuhi? Gak tahu juga sih. Kalau kata suamiku, emang gampang biayai dua rumah!
Ya kalaupun sudah kaya, para suami mesti sadar bahwa tanggung jawab dia bukan sekadar soal dapur dan ranjang. Semua, sampai ke pendidikan (bukan sekolah) anak. Bukan cuma di dunia, tapi sampai akhirat. Doa istri makbul loh!
Jadi ingat kata suami, ucapan "Saya tidak mau dipoligami." Itu lebih syar'i ketimbang menolak poligami. Mau lu cinta emak, istri, anak. Kalau lu gak cinta agama, meletakkan idemu di atas aturan Allah. Ya ... serah lu deh! Tapi jangan ganggu agama dan rumah tangga orang.
Masih banyak hal yang jadi masalah di negeri ini. Daripada ngurusin remeh-temeh sekadar naikin popularitas, mbok ya partai millennial belajar lebih kreatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H