Ibunya sudah mendengar dari awal kisah saya...saat di kantor.
Di saat itulah dia bilang uang depostinya 1 juta won saja gpp. Saya seperti tak percaya dengan apa yang saya dengar. Rumah itu seharusnya...depositnya bisa 10 juta won alias Rp 12 juta saja. Padahal seharus Rp 120 juta. Oh....saya sepertinya tak bisa berkata apa-apa. Uang sewa per bulan tapi harus dibayar di muka untuk 6 bulan. Ok.....seperti menangis....terharu....saya berterima kasih dan tentu saja kami tak bisa menolak tawaran itu. Kami pun sepakat untuk segera membuat kontrak di kantor agen itu.
Alhamdulilah....inilah yang saya bilang bahwa rejeki dan jodoh itu tak akan ke mana. ASAL...kita sudah pontang-panting berusaha hingga sundul atau giving it all we got.
Ya...kita tak tahu kapan menerima *rejeki* atau *jodoh* itu.
Namun yang pasti.....ada pelajaran yang saya dapatkan, bahwa rumah itu tak akan *datang* dari ATAS jika yang di ATAS tidak melihat bagaimana kami sudah ke sana ke mari berusaha mencarinya.
Uang jadi di 1 rumah yang pertama, tak bisa kami ambil. Kami ikhlaskan. Yang penting.....kami bisa mendapatkan *home* yang dekat dengan kampus, dekat dengan sekolahnya Eyra, dengan harga yang membuat kami bernafas lega.
Saya dan istri bisa "pergi sebentar" selama 3 minggu dan kami bisa segera pindah usung-usung barang ke rumah baru itu.
Yang tak disangka lagi: Ibu dan suami pemilik rumah itu sangat ramah dan menganggap Eyra Freya seperti cucunya. Kebetulan mereka tinggal di atas (di lantai 3). Beberapa kali mendapatkan cipratan makanan pas acara-acara.
Sampai terakhir 2019, setiap balik ke Korea, saya selalu mengunjungi mereka berdua. Mereka sangat bahagia melihat saya semacam pulkam. Ya..walaupun itu adalah rumah kami selama 6 bulan, bukan 6 tahun...namun....banyak kenangan di sana.
Hanya sejak Covid saja....saya tak bisa/belum bisa balik kampung.
Semoga suatu saat bisa ke sana lagi.