Tentang tokoh-tokoh sastrawan Korea dan Indonesia beserta karya-karyanya pun tak lupa disematkan sebagai "lem" alur cerita di dalam novel ini.
Jika pembacanya bukan penikmat puisi, bisa di-skip, namun bagi yang suka, maka ini adalah a treat not to be missed.Â
Isu-Isu sensitif di Korea dan Indonesia pun tak lepas dibeberkan di novel ini. Dari kekejaman pemerintah baik Indonesia maupun Korea di jaman pergerakan demokrasi.
Muatan-muatan novel di kedua negara yang dulu pernah ditakuti penguasa, isu Korea Utara, isu terkait wamil di Korea, sampai intrik-intrik dalam perguruan tinggi pun...menjadi sakarin di novel ini. Ya sakarin. Terkadang ada yang kebanyakan penuangannya. Tetapi, jika Anda penyuka sejarah, maka ini bisa dilihat sebagai vitamin.
Tika (anak Pak Jagat) itu lulus SMA di kota Malang, tetapi bisa langsung bisa S2 di HUFS? Hmm....saya masih mencoba mencari penjelasan.
Berarti perlu membacanya lagi atau tanya langsung ke Mas Yusri saja ya?
Itulah tuangan perasaan saya setelah membaca novel "Tamu Kota Seoul" karya seorang novelis bernama Yusri Fajar, yang sebenarnya telah saya kenal. Terima kasih mas Yusri.
Ini adalah karya yang harus saya apresiasi karena menunjukkan dan membuktikan bahwa mas Yusri memang seseorang yang bermata tajam dan tulus dalam menyelami perbedaan perbedaan budaya.
Bagi Anda yang tertarik dengan novel ini, silakan cari "Tamu Kota Seoul" dan bagi Anda yang penasaran dengan siapakah gerangan mas Yusri Fajar ini, silakan cari info tentang beliau dan Anda akan tahu bahwa "melanglang buana" untuk urusan akademik dan non-akademik adalah hobinya.
Hmmmmmmmm, ternyata, sebenarnya yang Musafir adalah mas Yusri Fajar. Not me.^^
Jogjakarta, 12 Juni 2020