Mohon tunggu...
Sugianti bisri
Sugianti bisri Mohon Tunggu... Teacher -

Teacher,blogger,fiksianer,kompasianer, simple woman, and happy mommy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tinta Emas Guru dalam Catatan Pendidikan Anak Bangsa

20 Agustus 2015   03:54 Diperbarui: 20 Agustus 2015   03:54 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rangkul mereka dengan hangat. Tanamkan dalam diri mereka, bahwa usaha mereka untuk tetap belajar sekarang ini adalah suatu upaya untuk memperbaiki hidupnya. Agar mereka bisa hidup lebih layak dari orang tuanya. Mereka lebih membutuhkan motivasi dari sekedar berteori. Kegiatan-kegiatan pembiasaan untuk menumbuhkan karakter yang positif harus lebih ditingkatkan. Bagaimana agar mereka dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah seperti kebijakan pemerintah yang memberlalukan wajib belajar 12 tahun mulai tahun ajaran 2015/2016 sekarang ini? Arahkan mereka agar tidak salah  dalam memilih sekolah menengah agar setelah selesai mereka dapat berkembang sesuai dengan harapan mereka. Menanamkan pemahaman yang kuat, bahwa kesusahan hidup itu bukan warisan. Jika mereka mampu mengubah keadaan, mereka akan mempunyai masa depan yang lebih terang.

Fasilitas yang diberikan pemerintah seperti sekolah gratis sejak beberapa tahun yang lalu, pemberian bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan tambahan untuk Jakarta ada Kartu Jakarta Pintar hendaknya dapat digunakan secara bijak. Tak lekas membuat orang tuanya berhenti bekerja karena jumlah bantuan yang  diterima tidak sedikit. Bagi orang tua yang  sudah berkecukupan juga tak lekas menyekolahkan anaknya di SMP Terbuka dengan bermodalkan surat keterangan pura-pura miskin. Pendidikan anak adalah tanggung jawab setiap orang tua. Jika orang tua mampu memberi yang lebih, sekolahkan anak  di sekolah yang lebih baik. Bukankah masa depan kita akan dititipkan pada mereka? Jika mereka mampu hidup dengan lebih baik, pasti orang tua yang akan merasakan keberhasilan mereka.

Saat dimulainya tahun ajaran baru, saya cukup terkagum dengan kejadian yang satu ini. Selesai MOPDB para orang tua murid banyak yang datang ke sekolah untuk melengkapi berkas yang dibutuhkan atau sekedar menjenguk anak-anaknya. Dari sekian orang tua yang berlalu lalang di depan kantor, mata saya tertuju pada ibu-ibu yang begitu akrab di mata saya. Ya….ibu itu biasanya duduk mengharapkan belas kasihan dari orang-orang yang lewat di komplek tempat tinggal saya yang kebetulan ramai di lalui orang pada saat jam kerja. Kesehariannya, ia dan keempat anaknya yang semuanya perempuan berjalan melintasi rumah saya saat saya akan berangkat kerja. Ia bersama anak – anaknya dengan penampilan layaknya pengemis menggambil posisi duduk di depan rumah pejabat yang cukup terkenal di negeri ini  yang kebetulan pintu gerbangnya jarang di buka, berjarak beberapa rumah dari rumah saya.  Usut punya usut ternyata anaknya, yang selalu ia bawa mengais rezeki itu diterima sebagai siswa baru di SMP Terbuka ini. Saya merasa terenyuh karena susahnya hidup yang ia jalani, masih membakar semangatnya untuk menyekolahkan anaknya. Satu pelajaran hidup yang harus direnungkan.

Kedepannya, saya berharap bukan ibu empat anak tadi yang bisa bertemu saya di sini, Masih banyak contoh ibu-ibu yang lain di pinggiran jalan yang membawa putra putrinya mengais rezeki bisa mempunyai pemikiran yang sama dengan ibu ini. Mematahkan pemikiran orang tua yang membawa serta anaknya mengemis akan mengundang simpati orang yang melihat dan akan menambah penghasilan mereka.

Anak-anak dari kaum marjinal ini adalah sebuah tantangan untuk kami dalam menjalankan profesi. Yang mereka butuhkan tidak hanya ilmu pengetahuan. Pengalaman hidup mereka yang keras bisa dijadikan sumber motivasi untuk memperbaiki kualitas diri. Jika hidup dengan segala kekurangan bukan sebuah pilihan, namun kehidupan di masa depan dengan warna yang lebih terang merupakan kewajiban.  Tak banyak yang bisa kami perbuat untuk anak negeri yang tersisi namun dengan segala kemampuan dan keterbatasan yang kami miliki dapat menjadi jembatan bagi mereka meraih mimpi  

 

*) Keterangan Foto : Sekolah Terbuka Taruna Jaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun