Mohon tunggu...
Sugianti bisri
Sugianti bisri Mohon Tunggu... Teacher -

Teacher,blogger,fiksianer,kompasianer, simple woman, and happy mommy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pentingnya Nasionalisme dalam Pengembangan Kurikulum di Sekolah

11 Agustus 2015   07:35 Diperbarui: 11 Agustus 2015   07:35 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Permasalahan nasionalisme pada pengembangan kurikulum merupakan permasalahan landasan kurikulum. Seberapa pentingkah makna nasionalisme pada permasalahan ini?

Nasionalisme adalah sikap memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan serta harga diri bangsa sekaligus menghormati bangsa lain. Nasionalisme ini sangat berfungsi untuk mememelihara identitas, membina kebersamaan antar penduduk yang heterogen dalam negara, serta bermanfaat  untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diperoleh.

Untuk itu nasionalisme perlu diajarkan pada generasi muda, sesuai dengan keadaan. Nasionalisme tidak lagi diwujudkan dalam bentuk perjuangan merebut kemerdekaan secara fisik tetapi lebih diwujudkan dalam bentuk mengisi kemerdekaan melalui pembangunan karakter bangsa  menuju kehidupan yang lebih baik.

Menurut Prof.Dr. Nana Syaodih Sukmadinata dalam Pengembangan Kurikulum, ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu landasan filosofis,  psikologis, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

Seperti pada pembelajaran Bahasa Indonesia pada kurikulum-kurikulum sebelumnya, siswa  diperkenalkan dengan puisi-puisi yang bertema perjuangan seperti puisi Gugur karya WS. Rendra yang menceritakan perjuangan melawan penjajahan, Tenggelamnya Kapal Vanderwick yang menceritakan karakter masyarakat Indonesia yang mempertahankan budaya ketimuran.

Masuknya globalisasi dalam budaya Indonesia,  tidak harus meninggalkan nilai-nilai perjuangan dan nasionalisme, untuk itu masuknya muatan nasionalisme dan kepahlawanan dalam kurikulum pendidikan adalah suatu kewajiban.  Dengan adanya kurikulum yang memuat nasionalisme, maka siswa  bisa belajar tentang  nasionalisme bangsa. 

Sejauh ini, seiring dengan perubahan kurikulum di Indonesia, justru muatan nasionalisme makin berkurang karena dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan zaman. Karya-karya sastra yang mengambarkan perjuangan dan cinta tanah air yang kerap kita temui pada kurikulum sebelumnya dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan , tema-tema perjuangan tergeser oleh tema keindahan alam, peristiwa, atau hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan anak didik di masa mereka. Pengembang kurikulum melupakan bahwa, "Kita harus mau belajar dari masa lalu. Karena dengan tahu sejarah, kita tahu apa yang diperoleh sekarang adalah hasil dari perjuangan para pahlawan pendiri bangsa".

Tidak heran jika anak didik kita sekarang ini sangat jarang yang mampu menyanyikan lagu-lagu perjuangan, mengenal pahlawan-pahlawan nasional,  memahami sejarah perjuangan bangsa dan proses menuju kemerdekaan.

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Sebagai penyeimbang keadaan tersebut, pelaku pendidik harus lebih memperkenalkan makna nasionalisme melalui buku-buku cerita dalam gerakan membaca sebelum memulai pelajaran sebagai alternatif bacaan siswa. Media sosial yang berkembang dan menjadi pilihan anak-anak dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi hendaknya dapat diimbangi oleh guru sebagai pendamping dalam pembelajaran. Bagaimana kegemaran anak-anak terhadap media sosial diarahkan untuk  menjadi  sumber dan media belajar. Kesan puisi perjuangan  yang bersifat kekampungan dan membosankan atau apalah bisa ditampilkan dengan sentuhan modern tanpa meninggalkan makna yang sesungguhnya.

Cerita-cerita perjuangan yang membosan untuk di baca bisa disajikan dan di bagikan dalam blog pribadi yang bisa digunakan  guru dan anak-anak  sebagai media dan sumber belajar. Tayangan-tayangan sejarah yang sudah banyak dikemas lebih menarik tanpa meninggalkan pesan nasionalismenya, seperti film Garuda di Dadaku, Denias, Merah Putih, Tanah Air Beta,  Hos Cokro Aminoto, atau yang baru dirilis dalam bentuk film kartun Battle Of Surabaya sebagai kegaiatan refleksi setelah belajar mengajar.  Mengajarkan nasionalisme dengan semangat baru,  salah satu cara guru menumbuhkan nasionalisme di era baru

( Sumber : Gambar Nasionalisme)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun