Mohon tunggu...
Sugianti bisri
Sugianti bisri Mohon Tunggu... Teacher -

Teacher,blogger,fiksianer,kompasianer, simple woman, and happy mommy

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Prilaku Negatif Siswa Usai UN,Tanggung Jawab Siapa?

21 April 2015   16:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:49 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UN tingkat SMU/SMK belum sepekan berlalu,berbagai media menanyangkan prilaku siswa yang mengundang perhatian masyarakat sekitar. Puluhan pelajar di Kendal tertangkap sedang asyik berbuat mesum di kamar hotel yang berada di tempat wisata usai mengikuti ujian nasional (UN). Pelajar tersebut   dengan malu-malu mengaku menyewa hotel untuk berbuat mesum dan melakukan hubungan layaknya suami isti dengan alasan untuk melepas ketegangan usai melaksanakan UN. Lima sekolah di Tanggerang terlibat dalam aksi tawuran yang menewaskan Ahmad Arifin (17) siswa SMK PGRI 2 di Cikokol, Kota Tangerang pada Senin 6 April 2015 kemarin. Di Medan,puluhan pelajar diberitakan melalukan konvoi di jalanan usai pelaksanaan UN,mereka tidak hanya menggelar aksi coret-coret pakaian seragam,  diantara mereka ada yang melalukan tindakan asusila, peluk-pelukan,gendong-gendonga,bahkan tangannya gerayangan saat menyemprot cat ke baju temannya yang perempuan.

Aksi mereka diliput berbagai media terdepan di negeri ini dan mengundang berbagai tanggapan dari semua kalangan. Sangat miris sekali,sebagian besar tangapan yang saya baca dari komentar-komentar yang ada di media social menuduh guru yang bertanggung jawab terhadap prilaku ini. Kemana nih gurunya,mundur saja jadi pendidik kalau tidak becus mendidik anak orang,makan gaji buta tuh guru-gurunya, dan komentar-komentar pedas lainnya. Meskipun ada beberapa yang bersikap arif,dengan tidak menyalahkan sepenuhnya pada guru terhadap apa yang dilalukan mereka di luar jam sekolah.

Aksi coret-mencoret seragam ini bukanlah aksi yang pertama kalinya di negeri ini. Yang menjadi kekhawatiran banyak pihak adalah penanganan secara serius terhadap permasalahan ini. Saya yakin jauh sebelum pelaksanaan UN,pihak sekolah telah mengantisifasi hal ini. Selain mempersiapkan siswa menghadapi UN,sekolah juga tak bosan-bosannya mengingatkan pada siswa agar apa yang sudah menjadi tradisi sebagian remaja ini tidak terjadi pada anak didik mereka.

UN yang merupakan hajatan dinas kependidikan setiap tahunnya,sudah dipersiapkan sedemikian rupa oleh tenaga-tenaga pendidikan yang berhadapan langsung dengan siswa di lapangan. Berbagai kegiatan yang membentuk karakter positif anak kian hari kian digalakkan,bahkan sejak mereka tercatat sebagai siswa baru disekolah tersebut. Selain menegakkan disiplin,seperti datang dan pulang tepat waktu,mengenakan seragam sesuai dengan ketentuan sekolah,pihak sekolah juga sudah banyak yang menerapkan program PPC (Program Pagi Ceria). Disini siswa menjalin interaksi dengan seluruh guru yang ada di sekolah. Dengan menyapa anak-anak yang sudah siap belajar di gerbang sekolah,selain membuat perasaan senang pada siswa (karena kehadirannya di sekolah disambut lanyaknya tamu) mereka merasa dihargai dan guru juga bisa mengetahui kondisi siswanya pada saat itu. Anak yang sedang dalam masalah,bisa ditangani sedini mungkin sebelum ia siap ke kelas untuk belajar.

Setiap tahun ajaran baru guru membentuk Pokjar (Kelompok Belajar) yang bukan sekedar kelompok belajar biasa. Dalam Pokjar ini hendaknya melibatkan peran serta orang tua siswa untuk mengawasi kegiatan anaknya dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah. Pokjar yang dibentuk diresmikan dan diketahui pihak sekolah dan komite. Pokjar dibentuk dengan mengutamakan silaturahmi antar orang tua peserta didik. Anak yang ditinggal dilingkungan yang berdekatan,dibuat satu kelompok,orang tua yang mempunyai fasilitas untuk menampung siswa sebayak 6-7 orang dipercaya sebagai ketuanya. Kemudian orang tua ini akan memberikan laporan kepada sekolah melalui wali kelas,apa saja yang dilakukan siswa,tugas apa yang dikerjakan,siapa yang tidak hadir pada waktu itu,siapa yang tidak bisa menyelesaikan tugas dengan baik,untuk mendapat tindak lanjut dari walikelas dan guru BP nya.

Pembinaan secara individu oleh walikelasnya pada anak-anak yang terlihat cenderung mengarah pada hal-hal yang bersifat negative. Dalam hal ini,guru bisa melakukan kerjasama dengan orang tua,sharing diantara keduanya dapat membantu penanganan siswa sejak dini. Dengan catatan,wali murid harus jujur pada guru tentang apa dan bagaimana prilaku anak dirumah. Tidak ada unsur menutup-nutupin kenakalan anak.

Kegitan Ektrakulikuler yang dikembangkan memperhatikan bakat dan kepeminatan siswa disekolah masing-masing,sehingga tidak ada perasaan terpaksa pada diri mereka ketika mereka harus memilih salah satu Ekskul yang ada di sekolah.

Menjalin hubungan kekeluargaan dengan para alumni juga merupakan hal yang bisa menumbuhkan motivasi pada diri siswa. Seperti Ikatan Alumni SMPN 84 Jakarta yang selalu siap mendampingi dan mengikuti kegiatan sekolah untuk memotivasi generasinya. Mereka rutin mengadakan bakti social,santunan anak yatim setiap idul fitri,penyembelihan kurban di hari raya idhul adha,dan memberikan penghargaan pada siswa yang meraih peringkat sepuluh besar pararel setiap tahunnya. Para alumni yang telah sukses dalam bidang pekerjaannya menjadi donator tetap pada setiap kegiatan siswa untuk menunjang kemajuan mereka di bidang pendidikan.

Kebijakan pemerintah yang menerima siswa dari jalur local sebesar 45% salah satunya adalah memberikan kesempatan pada warga yang berada disekitar sekolah untuk memperoleh pendidikan yang lebih dekat dari tempat tinggalnya. Selain untuk mengurangi kemacetan,mempermudah para orang tua untuk melakukan pengawasan pada putra putrinya. Tidak dipungkiri,lingkungan sekolah merupakan tempat yang strategis bagi kalangan pengusaha untuk membuka warnet,kafe dengan fasilitass wifi,atau tempat tempat nongkrong lainnya seperti studio music  dll. Dengan demikian,peluang siswa untuk nongkrong di tempat tempat tersebut akan lebih terpantau.

Sekolah, teman sebaya,lingkungan masyarakat,dan keluarga merupakan contoh dari struktur kehidupan dasar yang  paling mempengaruhi diri seseorang.  Ketiga struktur dasar yang telah menjalankan perannya dengan baik tidak akan merubah prilaku siswa jika factor keluarga (factor yang paling krusial) tidak nyaman bagi diri si anak. Pernyataan ini diperkuat oleh De Klerk (dalam simanjutak)  beliau mengemukakan,keluarga memberikan hubungan dasar bagi kehidupan yang merupakan pondasi integrasi antara perseorangan dan pergaulan hidup. Dalam hal ini,orang tua perlu menjalin interaksi yang harmonis. Jalin komunikasi yang baik pada putra putrimu. Kalian bisa saja menanggap mereka sudah dewasa,bisa mimilih mana yang baik dan mana yang buruk,tapi kehidupan di sekitar mereka begitu banyak yang menjanjikan kebahagian yang bahkan tidak mereka peroleh dari orang tuanya, Sediakan waktu untuk sekedar berbicara dari hati ke hati apa yang mereka ingikan,apa yang sedang mereka pikirkan,jangan biarkan mereka mencari solusi dengan masalah yang mereka alami. Ayah dan bunda,dekatilah mereka layaknya sahabat,berilah anak-anakmu pemahaman tentang kehidupan di dunia,berbagilah pengalamanmu menjalani hidup,jangan biarkan dia belajar dari pengalamannya sendiri. Peran orang tua begitu penting dalam menciptakan calon-calon manusia yang tangguh,akan tetapi hubungan orang tua dengan remaja banyak disertai hambatan yang menimbulkan jarak bagi keduanya. Minimalkan jarak antara orang tua dan anak,ketika mereka sudah menginjak remaja,mereka bukan anak-anak yang harus didik dengan kekerasan dan paksaan. Pendekatan dan komunikasi yang baik akan menjadikan mereka lebih nyaman berbagi tentang kehidupan mereka pada orang tuanya.

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat membuat tugas orang tua dan guru semakin berat. Lingkungan pergaulan anak tidak hanya di dunia nyata. Kita bisa memantau gerak anak-anak kita di dunia nyata,bagaimana dengan kehidupannya di dunia maya mereka?  Untuk itu,sebagai orang tua dan guru harus mengimbangi kecanggihan teknologi yang dikuasai anak-anak kita.  Jadilah teman mereka di dumai,dengan begitu aktifitas mereka tetap terpantau. Sekolah juga dapat memanfatkan media sebagai sarana interaksi dengan orang tua dan siswa. Bentuk grup-grup yang mejadi sumber informasi pada anak-anak dan orang tua dengan fasilitas media social,seperti BBM,WhatsApp,Face Book,atau media  yang lain. Dengan demikianin informasi mengenai kegiatan dan perkembangan anak tetap terjalin antara pihak sekolah dengan orang tua meskipun sibuk dengan rutinitas masing-masing.

Keterlibatan semua pihak akan membangun pendidikan yang  baik bagi anak. Kita persiapkan anak-anak kita di pendidikan dasar yang akan menghadapi ujian,ubah pemikiran mereka yang menganggap bahwa UN adalah momok yang menakutkan. Usai UN tak perlu mengadakan perayaan dalam bentuk apapun. Ambil kegiatan positif yang bisa dijadikan contoh pada mereka,seperti mengumpulkan baju seragam yang layak pakai untuk diberikan pada orang yang membutuhkan. Refresing bareng dengan teman-teman Pokjar atau kegiatan yang lainnya. UN bukan akhir dari rutinitas pembelajaran,setelahnya mereka masih dihadapkan pada persaingan di dunia luar.

Sumber bacaan,Perkembngan Psikologi Anak (Hurlock,B. Elizabeth 1998)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun