Mohon tunggu...
Subandi Bandi
Subandi Bandi Mohon Tunggu... -

Pengamat lepas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Transaksional dibalik Wacana Jokowi-JK

12 Mei 2014   19:30 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Subandi Bandi

Hampir seluruh media massa di Indonesia, apakah cetak atau elektronik, selalu berusaha mewacanakan JK sebagai pasangan cawapres terkuat untuk Jokowi. Begitupun juga dengan partai-partai politik seperti Nasdem dan PKB, selalu nama JK yg berusaha dimunculkan sebagai cawapres sebagai syarat berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Bahkan di internal PDI Perjuangan ada juga tokoh2 yg juga bersimpati pada upaya JK menjadi cawapres. Akhirnya Jokowi dan Mega seolah sedang dikepung oleh wacana ini, agar setuju jika JK dipasangkan menjadi cawapres. Semuanya seolah terjadi secara alamiah di permukaan, walaupun ternyata ada cerita di baliknya- tentu yang tak jauh-jauh dari politik transaksional di era demokrasi para pemodal.

Menurut kabar-kabar burung yang sedang beredar, setelah ditinggal oleh TK ke alam baka, PDI Perjuangan dan Megawati sering kebingungan soal logistik- termasuk untuk menyambut Pilpres kali ini. Lalu tiba2 datang JK yang kabarnya menawarkan Rp 4 trilyun untuk membiayai capres (padahal mungkin yg akan diberi ke PDI Perjuangan hanya 1/8nya mengingat rekam jejak pelitnya JK). Ini memang jumlah yg sangat besar dan menggiurkan, akhirnya meluas terdengar di kalangan elit partai. Kemudian menimbulkan "simpati" di sekalangannya yang masih bermental pragmatis. Mulai mencari-cari berbagai alasan pembenaran untuk memasangkan JK dengan capres partainya, seolah lupa bahwa masih JK yg sama yang mereka jadikan lawan politik dalam berbagai kebijakan ekonomi-politik selama kabinet SBY-JK tahun 2004-2009.

Dari kabarnya Rp 4 trilyun, yg mungkin hanya akan mengucur Rp 500M saja ke PDI Perjuangan dari JK, menjadi ukuran mutakhir dari politik transaksional dewasa ini untuk perhelatan politik sekelas pilpres. Luar biasa, memang demokrasi liberal ini hanya untuk kaum pemodal. Tapi lebih cerdik lagi adalah JK, duit ini kabarnya juga tidak berasal dari kantongnya sendiri, melainkan sumbangan dari para mafia besar di Indonesia- termasuk mafia migas M.Reza (dia yang namanya tak boleh disebut).

Tapi JK pun tidak berhenti di sini, ia menggunakan mulut para ketua umum partai yang berkoalisi dgn PDI Perjuangan untuk meng-endorse nya menjadi cawapres Jokowi. Untuk PKB, kabarnya skenario JK adalah dengan memasukkan Rusdi Kirana Direktur Lion Air sebagai waketum Cak Imin- untuk mensupport logistik diri dan partainya. Seperti diketahui, ada keluarga JK yg menjadi komisaris utama di salah satu anak perusahaan Lion Air. Untuk Nasdem, skenario Daeng Ucu kabarnya adalah dgn menjanjikan Surya Paloh konsesi di tambang emas terbesar no 2 se-Indonesia yg berlokasi di Banyuwangi dan konsesi ladang minyak perluasan di Cepu-Bojonegoro saat JK sukses menjadi wapres Jokowi. Aneh memang kenapa SP masih bisa percaya JK, padahal dalam bukunya Sang Ideolog SP sendiri nyatakan bahwa ia berkali-kali pernah ditipu oleh JK.

Kemudian adalah soal media. Bagi JK, operasi media menggunakan dana besar sama sekali bukan hal yg baru. Sewaktu menjadi wapres SBY 2004-2009, JK kabarnya menggunakan dana besar dari mafia migas M. Reza untuk membungkam suara tokoh-tokoh yang kritis terhadap kebijakan pemerintahannya mencabut subsidi BBM. Apalagi saat ini diketahui bahwa perusahaan keluarga JK juga menanam saham besar di raksasa media seperti Tribun (grup Kompas). Niscaya menjadi lumrah saja jika banyak media massa, entah kenapa, mendadak bersamaan menjadi pro terhadap JK jika sudah berbicara tentang cawapres Jokowi. Sangat kuat indikasi bahwa banyak media pun sudah menjadi korban politik transaksional.

Namun ini semua hanya kabar. Terserah bagi yang membaca untuk mempercayainya atau tidak. Jika memang seandainya kabar ini benar adanya, maka memang pameo bahwa "demokrasi kita sudah dibajak oleh modal" adalah benar belaka. Seorang JK yang dengan pengalamannya dalam politik dan bisnis sepanjang 32 tahun Orde Baru, punya rekam jejak sebagai mahasiswa pengguling Bung Karno pada 1966, membenci Trisakti Bung Karno, kini dapat melenggang kangkung menjadi cawapres dari partai Sukarnois seperti PDI Perjuangan. Hanya karena modal, ya hanya karena modal sehingga absurditas ini mungkin terjadi.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun