Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilpres 2024 Tanpa Sandiaga Uno?

21 September 2023   20:06 Diperbarui: 21 September 2023   20:17 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kompas.com/Tatang Guritno)

Politisi senior PDI P, Panda Nababan pada salah satu acara diskusi melontarkan pernyataan menarik. Panda mengatakan, sosok yang akan menjadi cawapres pendamping capres Ganjar Pranowo sudah mengerucut pada dua atau tiga nama saja.

Hal yang menarik, nama Sandiaga Uno, menurut Panda sudah tidak masuk hitungan. Alasannya, Sandi punya "beban sejarah" pernah dua kali berhadap-hadapan langsung dengan kandidat yang diusung PDI P yaitu di Pilkada DKI Jakarta dan Pilpres 2019.

Saat Pilkada DKI Jakarta, Sandi yang berpasangan dengan Anies Baswedan berhasil keluar sebagai pemenang. Sedangkan saat Pilpres 2019, Sandi mendampingi Prabowo Subianto dan mereka kalah dari pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Pernyataan Panda Nababan memang belum tentu menjadi keputusan resmi partai. Namun mengingat ketokohan sekaligus kedekatan pribadinya dengan Ketum PDI P, Megawati Soekarnoputri, maka pernyataan itu sepertinya bukan sekadar analisa atau pendapat personal seorang Panda Nababan.

Selain Sandiaga Uno, nama lain yang sudah "tereliminasi" menurut Panda Nababan adalah Ridwan Kamil. Padahal sebelumnya media sempat ramai memberitakan isu bahwa mantan Gubernur Jawa Barat itu punya peluang besar dan sudah ditawari maju sebagai cawapres pendamping Ganjar.

Tanpa bermaksud mengesampingkan peluang tokoh lain, pernyataan Panda juga seperti menegaskan PDI P sudah sangat percaya diri mengusung nama Mahfud MD sebagai cawapres.

Ihwal tereliminasinya Sandiaga Uno dari bursa cawapres pendamping Ganjar memang cukup menarik. Namanya sudah diajukan secara resmi oleh PPP, salah satu partai politik yang ikut dalam koalisi pendukung Ganjar.

Sandiaga Uno bersama Erick Thohir juga sering disebut-sebut banyak kalangan sebagai politisi muda yang menjadi "anak emas" pilihan Presiden Jokowi.

Sandi bahkan jauh-jauh hari sudah mengatakan akan berada pada barisan kandidat yang mengusung tema keberlanjutan pembangunan dan bukan perubahan.

Ia seperti tak tertarik sama sekali dengan romantisme dan mimpi mengulang kesuksesan bersama capres Anies Baswedan yang kini sudah mendapatkan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai pendamping.  

Menanti kejutan

Satu hal yang pasti bahwa dalam dunia politik sering kali terjadi kejutan terutama di saat-saat terakhir yang sangat menentukan. Dengan demikian, sebelum pasangan capres-cawapres secara resmi didaftarkan ke KPU, segala kemungkinan sebenarnya masih bisa terjadi.

Siapa yang menduga, Cak Imin yang sejak awal terlihat sangat mesra dan nyaman di dalam koalisi yang mendukung Prabowo Subianto, tiba-tiba saja berbalik arah dan masuk dalam koalisi pendukung Anies Baswedan.

Siapa pula yang menyangka, Partai Demokrat yang setelah sakit hati di koalisi perubahan, akhirnya malah masuk dalam koalisi pendukung Prabowo yang jelas-jelas mengidentikkan diri sebagai koalisi keberlanjutan pemerintahan Jokowi.

Bila sampai hari ini baik koalisi pengusung Prabowo maupun pengusung Ganjar terlihat sama-sama masih ragu mengumumkan cawapresnya, tentu bisa dimaklumi. Mereka terlihat sangat hati-hati dan berhitung dengan cermat sebelum mengambil langkah.

Koalisi Prabowo jelas sedang "di atas angin" dan sangat diunggulkan sekurang-kurangnya menurut berbagai lembaga survei dan itu membuat banyak kekuatan dan tokoh politik ikut merapat.

Sementara koalisi Ganjar jelas punya target mencetak "hattrick" alias tiga kali kemenangan beruntun di pertarungan Pilpres.

Sekali lagi, semua kemungkinan masih bisa terjadi. Bila akhirnya ternyata PDI-P memang tidak menggandeng Sandiaga Uno sebagai cawapres, pertanyaannya akankah PPP tetap setiap berada di jajaran koalisi yang mendukung Ganjar? Atau justru mengambil opsi langkah lain.

Secara hitung-hitungan suara, memang PDI-P sudah bisa mengajukan calonnya sendiri di Pilpres tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Namun pasti perlu dipikirkan lebih jauh, kekuatan koalisi jelas sangat dibutuhkan terutama bila ternyata nanti mereka berhasil memenangkan pertarungan.

Sosok Sandiaga Uno juga sepertinya mustahil dengan begitu mudah dan begitu saja ditolak oleh PDI-P. Bagaimanapun juga, Sandi punya banyak kelebihan yang mungkin saja tidak dimiliki sosok lain.

Dalam dua kali keikutsertaannya di "pertarungan dahsyat" Pemilu yaitu Pilkada DKI Jakarta dan Pilpres 2019, tak bisa dimungkiri bahwa Sandi memegang peranan penting khususnya dalam meraih banyak suara para pemilih. Sandi bukan sekadar pelengkap pasangan.

Pesona dan kemampuannya yang bisa berinteraksi dan diterima dengan baik oleh berbagai kalangan termasuk kaum muda dan "emak-emak", jelas potensi besar yang semestinya tak bisa dikesampingkan begitu saja.

Secara kebetulan, Ganjar masih sangat butuh pendamping yang bisa menaikkan keterpilihannya. Secara survei, Ganjar sampai saat ini masih kalah dari Prabowo.

Apalagi bila seandainya nanti ternyata Prabowo memang menggandeng Erick Thohir (sosok yang dianggap punya peluang paling besar), Ganjar jelas akan semakin membutuhkan sosok seperti Sandiaga Uno yang tak kalah populer, muda, dan punya karisma.

Atau coba dengan pemikiran yang lebih "liar" lagi. Bagaimana bila tiba-tiba saja, Sandiaga "membelot" ke koalisi Prabowo dan dipasang sebagai cawapres? Mungkin-mungkin saja.

Ingat Pilpres 2019 lalu, nama Sandiaga justru baru muncul di menit-menit akhir jelang pendaftaran. Sandiaga juga merupakan mantan tokoh partai Gerindra sebelum pindah ke PPP.

Apalagi koalisi Prabowo sebenarnya mirip-mirip saja dengan koalisi Ganjar Pranowo karena sama-sama mengusung tema "keberlanjutan" pemerintahan saat ini.

Romantisme bersama Anies memang bisa dengan tegas ditolak Sandi bahkan sejak awal menjelang keriuhan Pilpres. Tapi sepertinya akan sangat berbeda bila tawaran dan peluang mengulang memori mendampingi Prabowo yang datang menghampiri.         

Kita tunggu saja cerita dan kejutan berikutnya di saat-saat terakhir menjelang pendaftaran calon. Bagi sebagian kalangan, mungkin berita gagalnya Sandiaga Uno berlaga di Pilpres 2024 saja sudah menjadi sebuah kejutan.

Bila sebuah acara diskusi populer sering menyebut istilah "No Rocky, No Party" mungkin untuk pertarungan sebesar Pilpres nanti bisa disitir juga istilah "No Sandi, No Party".

***

Jambi, 21 September 2023

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun