Ketika seorang pejabat publik bicara bahkan memuji satu proyek yang ternyata melibatkan kerabat keluarganya sendiri, mau tak mau akan segera muncul tudingan telah terjadi praktik konflik kepentingan bahkan mengarah pada nepotisme.
Ini yang sedang dialami Angela Tanoesoedibjo, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf).
Baru-baru ini Angela mengunggah satu postingan dalam akun instagram pribadinya saat mengunjungi acara bertajuk "Commencement of Construction Movieland MNC Lido City". Angela berkata bahwa dirinya yakin kawasan ekonomi khusus pariwisata MNC Lido City akan menjadi kebanggaan nasional dan destinasi wisata baru di Indonesia.
Sebetulnya tidak ada yang istimewa apalagi aneh dari pernyataannya itu. Apalagi masih ditambah dengan pernyataan yang terkait dengan peningkatan jumlah wisatawan, pengembangan UMKM dan ekonomi kreatif, kesempatan usaha dan penciptaan lapangan kerja.
Substansi yang dibicarakannya relatif biasa disampaikan oleh seorang pejabat publik, saat menghadiri sebuah acara resmi. Selalu ada nada-nada optimis, positif dan tentu harapan-harapan di dalamnya. Terlebih lagi, hal yang dikomentarinya pun memang masih berada dalam wilayah tugas dan kewenangannya; bidang pariwisata dan ekonomi kreatif.
Barangkali satu-satunya hal yang agak "mengganggu" sekaligus menarik perhatian cuma soal tiga huruf itu: MNC. Ya, ketika tiga huruf itu muncul, sebagian besar publik langsung terbayang satu sosok pengusaha terkenal di tanah air: Hary Tanoesoedibjo (akrab disapa Hary Tanoe), ayah Angela.
Nama Hary Tanoe jelas tak asing di telinga publik. Ia dikenal sebagai sosok pengusaha yang banyak bersinggungan dengan bisnis media. Ia berhasil membangun "kerajaan" bisnis yang masih eksis sampai saat ini. Selain pengusaha, Hary juga dikenal sebagai seorang politisi. Ia mendirikan sekaligus menjadi ketua umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Nah, hubungan kekerabatan anak-ayah ini menjadi menarik saat dikaitkan dengan proyek kawasan ekonomi khusus pariwisata MNC Lido City yang dikembangkan perusahaan keluarga Angela melalui PT MNC Land (Tbk). Â
Tokoh Muda NU, Akhmad Sahal melalui cuitan di media sosial twitternya menulis, "Ini apa-apaan. Wamen anaknya Hary Tanoe mengutamakan proyek bapaknya. Jelas ini conflict of interest yang mengarah pada nepotisme. Ini gak benar, pak @Jokowi". Â Â
Nepotisme proyek?
Sampai hari ini, sepertinya belum ada tanggapan soal cuitan tersebut. Entah dari Angela ataupun pihak yang lain. Saya cuma sempat membaca komentar seseorang di postingan Angela yang mengaku dirinya sempat bekerja di MNC. Ia mengatakan bahwa proses pengajuan untuk menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) sudah dimulai sejak tahun 2018.
Saya juga ingin berbaik sangka bahwa penetapan KEK itu memang sudah ada sebelum Angela masuk ke kabinet. Dengan demikian, dugaan apalagi tudingan telah terjadi konflik kepentingan, bisa terbantahkan.
Tapi ternyata penetapan KEK Lido bisa dikatakan masih baru yaitu pada 10 Februari 2021. Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus menyetujui pembentukan dua KEK baru yaitu KEK Lido di Provinsi Jawa Barat dan KEK JIIPE di Provinsi Jawa Timur.
Dengan status KEK Pariwisata tersebut, Badan Usaha dan Pelaku Usaha di kawasan MNC Lido City akan menikmati berbagai kemudahan dan fasilitas insentif perpajakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 237/PMK.010/2020.
Sejumlah insentif pajak yang dimaksud antara lain adalah insentif pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, bea masuk dan pajak dalam rangka impor, cukai, serta berbagai kemudahan perizinan lainnya.
Kembali soal tudingan telah terjadi konflik kepentingan bahkan mengarah pada praktik nepotisme proyek, tentu saja perlu pendalaman lebih lanjut. Saya kira, tudingan ini harus bisa segera direspon dengan baik tentu saja dengan memberikan data dan bukti yang mendukung. Â
Harus bisa ditunjukkan bahwa proses pemilihan hingga penetapan KEK ini memang sudah melalui proses sesuai dengan ketentuan yang ada dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Mungkin terdengar naif, tapi saya yakin kita ingin praktik nepotisme proyek yang menguntungkan segelintir orang tak lagi terjadi di negeri tercinta. Sudah selayaknya, proyek dan program pemerintah bersih dari praktik indikasi semacam itu. Kita tak mungkin berharap ada hasil/manfaat optimal yang didapatkan dari proses manipulasi yang dilakukan sejak awal.
Kasak kusuk bagi-bagi proyek di kalangan pejabat pemerintah memang sudah menjadi persoalan kita sejak lama. Itu juga yang membuat banyak program/proyek pemerintah banyak yang mangkrak, tidak selesai, atau bahkan selesai tapi tidak mencapai tujuan manfaat sebagaimana yang diharapkan.
Program kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata yang dicanangkan pemerintah saat ini proyek strategis yang diharapkan membawa dampak positif secara signifikan. Terlebih lagi, kita tahu bahwa di masa pandemi saat ini, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling terdampak dan mengalami kemunduran.
Padahal, Indonesia sendiri cukup banyak berharap dari sektor ini. Sebagai sebuah negara besar dan memiliki banyak potensi, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif sangat potensial untuk dikembangkan guna menghasilkan manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat.
Sebagaimana disampaikan Angela bahwa pembenahan serius di sektor pariwisata diharapkan mampu menciptakan peningkatan jumlah wisatawan, pengembangan UMKM dan ekonomi kreatif, kesempatan usaha dan penciptaan lapangan kerja yang lagi-lagi berujung pada kepentingan masyarakat banyak.
Harapan dan tujuan mulia ini mudah-mudahan akan tercapai bila sejak awal proyek dan program pemerintah tidak dikotori oleh praktik-praktik manipulasi atau konflik kepentingan yang menguntungkan segelintir orang. Semoga saja
***
Jambi, 18 Februari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H