Banjir bisa dikategorikan sebagai peristiwa bencana alam. Air hujan yang turun ke bumi dalam jumlah besar tidak bisa diserap dan dialirkan dengan baik dan akhirnya meluap. Ada banyak peristiwa banjir yang mungkin pernah kita saksikan atau bahkan alami sendiri. Saat terjadi banjir, kerugian yang ditimbulkannya sangat besar. Bukan hanya harta benda, bahkan nyawa pun bisa melayang.
Meskipun digolongkan sebagai peristiwa bencana alam, namun berbagai kajian dan pendapat para ahli meyakini bahwa ada intervensi sekaligus kontribusi manusia yang bisa menyebabkan terjadinya banjir.
Pertanyaan sederhana, mengapa air hujan tidak bisa diserap dan dialirkan dengan baik? Tentu saja karena saat ini semakin sedikit ruang-ruang penyerapan air yang tersisa. Lahan-lahan kosong ditimbun dan dibeton. Pohon-pohon yang berfungsi membantu penyerapan air juga semakin habis ditebangi.
Berikutnya, tumpukan sampah dimana-mana termasuk di sungai juga membuat air menjadi sulit mengalir dengan sempurna. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang kerap abai terhadap kelestarian lingkungan ditambah lagi kebiasaan buruk warga, berkelindan menjadi satu.
Salah satu contoh paling nyata dari kebijakan pemerintah adalah ketika kita menyaksikan ada banyak bangunan yang diizinkan berdiri di daerah bantaran sungai. Padahal ketentuan yang ada, itu jelas dilarang karena bisa mempersempit lebar sungai sehingga berpotensi menyebabkan banjir.
Siapa yang harus bertanggung jawab? Kita tak pernah tahu. Yang terjadi biasanya, saling lempar tanggung jawab. Antara pemerintah yang sekarang dengan yang lalu, antara instansi yang satu dengan yang lain. Ujung-ujungnya, terjadi pembiaran dan tidak ada upaya apalagi tindakan yang dilakukan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa: pemerintah memang acapkali bingung sendiri dalam bertindak. Selalu terlihat ada tarik menarik yang hebat antar pihak berkepentingan. Saat kepentingan ekologi berhadap-hadapan dengan kepentingan ekonomi, hampir selalu dapat dipastikan bahwa kepentingan ekonomilah yang menjadi pemenangnya.
Hal-hal kecil
Sebagai warga yang baik, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita untuk terus memberikan dukungan sekaligus perhatian pada kinerja pemerintah. Bila ada yang terlihat melenceng, tugas kita untuk mengingatkan.
Sementara itu, kita tidak boleh pasif dan menunggu saja. Kita bisa melakukan hal-hal kecil yang tanpa disadari bisa membawa dampak besar di kemudian hari. Dalam hal pencegahan banjir, ada beberapa hal yang terlihat kecil namun sebenarnya sangat bermakna yang bisa kita lakukan. Hal-hal kecil yang bila dilakukan dengan kesadaran yang besar, pastinya akan selalu membawa dampak positif.
Pertama, kebiasaan menjaga kebersihan. Ingatlah selalu prinsip sederhananya. Banjir terjadi karena air tidak bisa mengalir dengan lancar akibat banyaknya tumpukan sampah. Mari introspeksi diri, jangan-jangan ada sampah kita diantara tumpukan sampah itu.
Kebiasaan membuang sampah sembarangan harus ditinggalkan. Sebaliknya, diri kita harus terus dilatih untuk disiplin untuk menjaga kebersihan di manapun kita berada. Sampah-sampah kecil bila terkumpul dalam jumlah yang banyak, tetap saja akan menjadi tumpukan sampah.Â
Mulailah peduli. Jangan buang sampah sembarangan. Saluran-saluran air harus rutin diperiksa dan dibersihkan agar tidak tersumbat oleh sampah. Kemudian, sampah-sampah rumah tangga yang bisa kita olah misalnya menjadi pupuk organik, mengapa tidak kita manfaatkan saja? Caranya sangat sederhana dan bisa dipelajari serta dipraktikkan.
Bila kesadaran-kesadaran sederhana semacam ini bisa menjadi gerakan nasional, tentu akan membuat perubahan yang sangat dahsyat. Sadarlah bahwa Indonesia masih mendapat persepsi buruk terkait penanganan sampah.
Salah satunya kita ingat komentar aktor Leonardo Di Caprio yang membuat postingan di akun instagram pribadinya dan menyebut Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantar Gebang sebagai tempat sampah terbesar di dunia.
Kita mulai dari lingkungan sekitar tempat tinggal. Kita bisa menanami pohon di sekitar rumah. Selain menambah kesejukan, pohon juga bisa membantu penyerapan air. Pohon akan menancapkan akarnya ke dalam tanah. Lubang yang dihasilkan akar tersebut kemudian menjadi jalur bagi air untuk masuk ke dalam tanah lebih jauh.
Tanpa adanya pohon, air hujan sering kali tidak dapat menembus tanah terlalu jauh karena terhalang bebatuan. Hal inilah yang membuat air menggenang di permukaan tanah dan dapat meningkatkan potensi banjir.
Kita juga bisa belajar mempraktikkan membuat biopori atau sumur resapan. Proses pembuatannya sangat praktis dan sederhana, namun ada banyak manfaat yang bisa diperoleh khususnya dalam melestarikan lingkungan.
Intinya, sadarlah bahwa hal-hal terlihat kecil yang kita lakukan, sebenarnya bisa sangat berguna untuk mencegah terjadinya banjir. Sekali lagi, coba bayangkan bila itu menjadi kesadaran dan gerakan massal serta mendapat dukungan pemerintah, tentu dampaknya akan lebih besar lagi.
Lagipula, daripada sibuk mengutuki keadaan atau menyalahkan orang lain, mengapa kita tidak segera mencoba melakukan sesuatu yang bisa dilakukan sesuai kapasitas dan kemampuan kita? Bila sudah melakukan bagian masing-masing, tentu kita jadi lebih siap menghadapi potensi banjir yang mungkin segera datang. Karena banjir bisa dicegah, Yuk, mulai dari sekarang.
***
Jambi, 12 Januari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H